Skip to main content

Aliran Teologi tentang Iman dan Kufur

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 19, 2011

Khawarij
Agenda persoalan yang pertama-tama timbul adalah masalah iman dan kufur. Persoalan itu dimunculkan pertama kali oleh kaum Khawarij, menurut mereka, Karena Ali dan Mu‘awiyah beserta para pendukungnya telah melakukan tahkim, berarti mereka telah berbuat dosa besar. Masalah pelaku dosa besar (Murtakib al-Kabair) inilah yang berkaitan langsung dengan iman dan kufur. Sebagaimana diketahui bahwa iman itu terdiri dari tiga unsur pokok yaitu pembenaran oleh hati, pengakuan dengan lisan dan perbuatan dengan badan, jika perbuatan ses tidak cocok dengan iman, maka ia dianggap kafir (keluar dari Islam). Oleh karena itu, Fazlur Rahman dalam bukunya mengatakan bahwa bagi kaum Khawarij, perbuatan merupakan bagian inti dari iman.
Menurut kaum Khawarij, iman bukan hanya membenarkan dalam hati dan ikrar lisan saja, tetapi amal ibadah menjadi bagian dari iman. Barang siapa tidak mengamalkan ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan lain-lain, maka kafirlah dia.
Sehubungan dengan pelaku dosa besar, kaum Khawarij  berpendapat bahwa pelaku dosa besar adalah kafir, dalam arti telah keluar dari Islam (murtad). Adapun yang dipandang dosa besar antara lain berbuat zina, membunuh manusia tanpa sebab yang sah dan orang Islam yang tidak menganut ajarannya, karena ia kafir maka wajib dibunuh.
Murji'ah
Adapun iman menurut kaum Murji'ah, terdapat dua versi dalam hal ini, yaitu iman dalam pandangan kaum Murjiah ekstrim dan iman menurut kaum Murjiah moderat. Murjiah ekstrim berpandangan bahwa iman itu adalah al-Tasdiq, hanya dalam hati saja. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamanya menggambarkan apa yang ada dalam qalbu. Oleh karena itu segala ucapan dan perbuatan seseorang yang menyimpang dari kaidah agama tidak berarti menggeser atau merusak keimanannya, bahkan keimannya masih sempurna dalam pandangan Tuhan.
Sementara Murjiah moderat berpendapat bahwa iman bukan sekedar keyakinan dalam hati (al-Tasdiq) tapi juga harus diucapkan (al-Iqrar). Adapun pelaku dosa besar tidaklah menjadi kafir, meskipun disiksa di neraka ia tidak akan kekal di dalamnya tetapi ia akan dihukum sesuai dengan besarnya dosa yang dilakukan dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya sehingga bebas dari siksa
Muktazilah
Kaum Muktazilah berpendapat bahwa iman itu tidaklah cukup dengan al-Tasq atau keyakinan saja, bukan pula ma’rifah (pengetahuan), tetapi sekaligus dengan amal (perbuatan). Tegasnya, iman menurut  Muktazilah ialah melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi segala kejahatan. Dengan demikian, orang yang meninggalkan perintah atau melakukan pelanggaran atas perintah Tuhan, khususnya yang berdosa besar, maka ia tidaklah disebut kafir dan juga tidak disebut mukmin, tapi fasiq. Tidak disebut kafir karena ia telah dan masih bersyahadat dan tidak pula disebut mukmin karena ia telah melakukan dosa besar. Karena itu ia berada pada posisi di antara dua posisi (al-Manzilah bayn al-Manzilatayn).
Orang yang telah melakukan perbuatan dosa besar, menurut kaum Muktazilah ia tidak mukmin dan tidak kafir. Kalau ia bertaubat dengan sebenarnya sebelum meninggal, maka dosa besarnya diampuni Tuhan dan masuk surga, tapi jika ia meninggal sebelum bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat maka dosa besarnya tidak terhapus dan ia masuk neraka untuk selama-lamanya, karena di hari akhirat itu hanya ada dua kelompok yaitu penghuni neraka dan penghuni surga, namun siksa yang dikenakan kepadanya lebih ringan dari siksa yang diderita orang yang kafir.
Asy'ariyah
Asy'ariyah memandang iman itu adalah al-Tasdiq (pengakuan dan pembenaran) yang merupakan unsur yang paling mendasar. Sebagaimana al-Asy’ariy mendefinisikan dengan “al-Tasdiq billah”. Adapun pernyataan dan perbuatan merupakan buah dari iman. Konsep iman demikian ini adalah sejalan dengan paham kaum Asy'ariyah sendiri bahwa kewajiban mengetahui Tuhan tidak dapat ditetapkan kecuali dengan informasi wahyu, untuk itu wahyu harus diakui kebenarannya. Adapun dosa besar menurut golongan Asy'ariyah tidak berarti mereka kehilangan imam, jadi mereka bukanlah kafir dan kelak di akhirat  akan masuk neraka tapi tidak kekal di dalamnya. Orang yang demikian adalah tetap mukmin dan akhirnya akan masuk surga. Hal ini menggambarkan pula bahwa bagaimana keadaan pelaku dosa besar di akhirat terserah Allah swt., dengan beberapa kemungkinan: Ia mendapat ampunan dari Allah dengan rahmat-Nya sehingga pelaku dosa besar itu dimasukkan ke dalam syurga, Ia mendapat syafaat dari Nabi Muhammad saw., dan Allah memberikan hukuman kepadanya dengan dimasukkan ke dalam neraka sesuai dengan bobot dosa besar yang dilakukannya. Kemudian ia dimasukkan ke dalam syurga.
Maturidiyah
Adapun golongan Maturidiyah, sebagaimana yang dipaparkan oleh al- Bazdawi bahwa iman adalah kepercayaan dalam hati dan dinyatakan dengan lisan. Kepatuhan terhadap perintah-perintah Tuhan merupakan akibat dari iman, dan orang yang meninggalkan kepatuhan kepada Tuhan bukanlah kafir, jadi golongan ini mempunyai faham sama dengan Asy'ariyah. Sedangkan Maturidiyah Samarkand berpendapat bahwa iman adalah pengakuan dalam hati berdasarkan sama’ (informasi wahyu) serta penalaran akal secara bersamaan (ma'rifah).
Adapun pandangan pelaku dosa besar menurut Maturidiyah, dalam hal ini Maturidiyah Bukhara mempunyai pendapat yang sama dengan Maturidiyah Samarkand bahwa pelaku dosa besar tetap sebagai mukmin, mereka tidak akan kekal dalam neraka sungguhpun ia meninggal dunia sebelum sempat bertaubat dari dosa- dosanya. Nasibnya kelak di akhirat terletak pada kehendak Allah bisa jadi ia mendapat ampunan dan masuk surga atau ditimpa musibah terlebih dahulu baru dimasukkan ke dalam syurga. Dengan demikian, berbuat dosa besar tidaklah membuat seseorang menjadi kafir, ia tetap beriman. Hal ini tentu sejalan dengan konsep al-Maturidiy bahwa iman adalah iqrar wa Tasdiq sehingga iman itu la yazidu wa la yanqusu (tidak bertambah dan tidak berkurang). Sehingga dengan demikian iman di dalam hati tidak akan berpengaruh oleh perbuatan yang bertempat di badan, yang berarti iman di hati tidaka akan hilang karena badan melakukan dosa besar, karena antara iman dan perbuatan tempatnya berbeda  sehingga satu sama lain tidak saling mempengaruhi.
Referensi Makalah®
*Berbagai sumber
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar