Skip to main content

Asal Mula Lahirnya Muktazilah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 09, 2011

Diskursus yang banyak dan hangat diperbincangkan pada abad pertama Hijriah adalah masalah dosa besar dan pembuat dosa besar. Pertanyaan tentang hal itu banyak diajukan kepada para alim ulama. Hasan al-Bashri (692-728 M) seorang ulama besar di Irak, pada suatu kesempatan mendapat pertanyaan dari salah seorang yang turut mendengar pengajiannya. Sebelum sempat menjawab, seorang yang bernama Washil bin Atha (699-748) menyatakan: “pembuat dosa besar tidak mukmin dan tidak pula kafir”. Jawaban gurunya yang tifak membuatnya puas, Kemudian membuat ia meninggalkan majelis gurunya dan membentuk majelis sendiri untuk mengembangkan pendapatnya.
Aksi inilah yang menimbulkan lahirnya Muktazilah yang pada awalnya lahir sebagai reaksi terhadap paham-paham teologi yang dilontarkan oleh golongan Khawarij dan Murji’ah. Nama Muktazilah yang diberikan kepada mereka berasal dari kata i’tazala yang berari “mengasingkan diri”. 
Menurut suatu teori, nama itu diberikan atas dasar ucapan Hasan al-Bashri setelah melihat Washil memisahkan diri Hasan al-Bashri diriwayatkan memberi komentar sebagai berikut i’tazala 'anna (ia mengsasingkan diri dari kami). Orang-orang yang mengasingkan diri disebut Muktazilah. “Mengasingkan diri” bisa berarti mengasingkan diri dari majelis pengajian Hasan al-Bashri, atau mengasingkan diri dari pendapat Murji’ah dan Khawarij. Menurut al-Thabari dan al-Fuda, kata i’tazala dan Muktazilah sudah dipakai pada waktu pertikaian politik yang terjadi di zaman Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Mereka yang tidak mau turut campur dalam pertikaian politik, mengasingkan diri dan memusatkan perhatian pada ibadah dan ilmu pengetahuan. 
Menurut al-Mas’udi sebagaimana dikutip Nasution, golongan ini disebut kaum Muktazilah karena mereka mengatakan bahwa orang yang berdosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi mengambil posisi di antara ke dua posisi itu. Menurut versi ini, golongan ini disebut kaum Muktazilah, karena membuat orang yang berdosa besar jauh dari (dalam arti tidak masuk) golongan mukmin dan kafir. 
Dalam buku The Concise Encyelopedia of Islam dikatakan bahwa Muktazilah muncul akibat kontroversi setelah perang saudara antara pihak Ali bin Abu Thalib dan pihak Zubayr dan Thalhah. Juga sebagai reaksi terhadap keabsolutan pandangan hitam di atas putih gerakan kharijiyyah (orang-orang yang keluar).
Asumsi-asumsi di atas, memberikan indikasi bahwa telah terjadi polemik di kalangan ilmuan tentang sejarah timbulnya aliran Muktazilah. Ada kalangan yang megaitkan dengan peristiwa pertikaian politik dan ada yang mengaitkan dengan peristiwa Washil bin Atha. Olehnya itu, dalam pandangan penulis, Muktazilah harus dilihat dari dua sudut tinjauan, yaitu Mu’tazilah sebagai gerakan atau sikap politik dan Muktazilah sebagai paham teologi. Atau dalam bahasa Ahmad Amin, ada Muktazilah awal dan ada Muktazilah sebagai Washil. Muktazilah awal menjauhi pertikaian politik antara Ali bin Abi Thalib dengan kelompok Zubayr, Thalhah, Aisyah dan pertikaian Ali dengan Muawiyah. Sedangkan Muktazilah Washil menjauhi pendapat yang bertikai di zamannya antara Khawarij dan Murji’ah. 
Dari asumsi ini, maka penulis dapat mengatakan bahwa semua pandangan yang berbicara tentang sejarah timbulnya aliran Muktazilah adalah benar. Dalam tulisan ini, penulis hanya membahas tentang Muktazilah sebagai paham teologi yang muncul dari peristiwa pertentangan Hasan al-Bashri dengan washil bin Atha tentang pelaku dosa besar. Selanjutnya siapa sebenarnya yang memberikan nama Muktazilah kepada Washil dan pengikut-pengikutnya tidak pula jelas. Ada yang berpendapat golongan lawanlah yang memberikan nama itu kepada mereka. Namun, jika melirik ucapan-ucapan kaum Muktazilah itu sendiri, maka ada informasi-informasi yang dapat memberi kesimpulan bahwa mereka sendirilah yang memberikan nama itu kepada golongan mereka, atau mereka setuju dengan nama itu. Selain itu, golongan ini juga dikenal dengan nama yang lain. Misalnya menyebut golongan mereka sebagai Ahl al-Adl dalam arti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan, dan juga Ahl al-tauhid wa al-Adl yakni golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ke-Esa-an murni.
Referensi Makalah®
Kepustakaan: 
Harun Nasution, Islam rasional; Gagasan dan Pemikiran, (Bandung: Mizan, 1996). Sayyed Hussein Nasr, A Young Muslim’s Guide to The Modern World, diterjemahkan oleh Hasti Tarekat dengan judul Menjelajah Dunia Modern; Bimbingan Kaum Muda Muslim, (Bandung: Mizan, 1995). Abu Ja’far Muhammad bin Jarir al-Tabariy, Al-Tarikh al-Tabary, (Bairut: Dar al-Fikr, 1987). Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (Dar al-Kutub, 1975). Cyrill Glosse, The Concise Ensyclopedia of Islam diterjemahkan oleh Ghufran A. Mas’adi (ed) dengan judul, Ensiklopedi Islam Ringkas, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1999), Muanawir Syazali, Islam dan tata Negara; Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: UI. Press, 1993).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar