Skip to main content

Konsep Home Schooling

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 07, 2014


Pengertian Home Schooling

Banyak publikasi dan pemberitaan mengenai Home schooling. Banyak keingintahuan mengenai Home schooling yang kadangkala juga disebut dengan istilah home education atau home-based learning.

Home schooling berasal dari bahasa inggris, home dan schooling. Home berarti rumah dan schooling berarti bersekolah. Jadi home schooling berarti bersekolah di rumah. Maksudnya adalah kegiatan pendidikan yang biasanya dilakukan di sekolah, dialihkan ke rumah atau pendidikan yang diselenggarakan oleh orang tua.

Menurut Seto Mulyadi, secara etimologi home schooling adalah sekolah yang diadakan di rumah. Tapi secara hakiki, home schooling adalah sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subjek melalui pendidikan secara 'at home'.

Walaupun namanya home schooling, tetapi anak tidak hanya belajar di rumah, melainkan bisa belajar dimana saja asalkan situasi dan kondisinya nyaman dan menyenangkan seperti di rumah. Jam belajarnya pun fleksibel mulai bangun tidur sampai tidur kembali.

Menurut Agus Salim, home schooling berarti memindahkan segala potensi yang ada di sekolah, dibawa ke rumah. Hal ini segala potensi yang ada pada diri anak dapat di kembangkan dan diajarkan di rumah, tidak di sekolah.

Sedangkan Sumardiono menafsirkan home schooling sebagai model pendidikan alternatif selain di sekolah. Home schooling dipraktekkan oleh jutaan keluarga di seluruh dunia. Walaupun ada keinginan untuk membuat sebuah definisi mengenai apa yang dimaksud dengan home schooling, tetapi tidak mudah untuk melakukannya.

Tidak ada sebuah definisi tunggal mengenai home schooling karena model pendidikan yang dikembangkan di dalam home schooling sangat beragam dan bervariasi.

Historisitas Home Scholing

Para pendidik, orang tua dan pengamat pendidikan menghadapi sebuah keluhan yang berkepanjangan mengenai merosotnya kualitas pendidikan. Munculnya kesan kian terpuruknya mutu dan citra pendidikan Indonesia, sering kali membuat orang tua merasa enggan untuk menyekolahkan anak mereka ke sekolah formal. Hal ini di sebabkan oleh beberapa hal, di antaranya mereka telah menyadari kalau sistem pendidikan kita telah ditempatkan pada sebagai usaha komersil oleh kaum kapitalis, sehingga terkesan mahal.

Bermula dari paradigma berpikir masyarakat yang mulai kritis itulah yang menyebabkan mereka terbangun landasan berpikirnya untuk melakukan terobosan mencari pendidikan alternatif. Terbentuknya pendidikan alternatif ini, tidak lain adalah sebagai bentuk usaha mencari pendidikan yang murah dan lebih baik.

Sebenarnya sudah lama bangsa kita mengenal konsep home schooling ini, bahkan jauh sebelum sistem pendidikan Barat datang. Di pesantren-pesantren misalnya, para Kyai, Buya, dan Tuan Guru secara khusus mendidik anak-anaknya sendiri.

Begitu pula para pendekar, bangsawan, atau seniman tempo dulu. Tak kurang para tokoh besar semacam KH Agus Salim, Ki Hajar Dewantoro, atau Buya Hamka juga mengembangkan cara belajar dengan sistem persekolahan di rumah ini, bukan sekedar lulus ujian kemudian memperoleh ijazah, agar lebih mencintai dan mengembangkan ilmu itu sendiri.

Sejarah awal home schooling berkembang di Amerika Serikat, dapat dirunut dari perkembangan pemikiran mengenai pendidikan pada tahun 1960-an. Dipicu oleh pemikiran yang dilontarkan oleh John Cadlwell Holt melalui bukunya “How Children Fail”.

Pemikiran dasar Holt adalah manusia pada dasarnya adalah makhluk belajar dan senang belajar; kita tidak perlu ditunjukkan bagaimana cara belajar. Yang membunuh kesenangan belajar adalah orang-orang yang berusaha menyelak, mengatur atau mengontrolnya.

Pada awal tahun 1970-an, muncul pemikiran yang serupa, yang dipelopori oleh Ray dan Dorothy Moore. Pemikir lain yang dianggap memiliki kontribusi dalam kelahiran home schooling adalah Ivan Illich dan Harold Bennet.

Walaupun praktisi home schooling awalnya dipersepsikan sebagai kelompok konservatif dan penyendiri (isolation), home schooling terus tumbuh dan membuktikan diri sebagai sistem yang efektif dan dapat dijalankan.

Di Indonesia, belum ada penelitian secara khusus yang meneliti akar perkembangan home schooling. Sebagai sebuah istilah, home schooling atau sekolah rumah adalah sebuah istilah yang relatif baru dalam khazanah pendidikan Indonesia. Tetapi kalau diruntut esensi dari filosofis, model dan praktek penyelenggaraannya, home schooling bukanlah sesuatu yang benar-benar baru. konsep-konsep kunci home schooling bisa didapati pada bentuk-bentuk praktek home schooling yang pernah ada di Indonesia, seperti yang telah dijelaskan pada uraian sebelumnya.

Macam-macam home schooling

Home schooling terdiri atas tiga jenis. Pertama, home schooling yang penggiatnya adalah satu keluarga atau dilakukan di rumah. Kedua, home schooling majemuk, terdiri dari dua keluarga atau lebih. Ketiga, home schooling komunitas, ini dibentuk dengan metode pembelajarannya dilakukan secara komunitas atau lembaga.

Pertama: Home schooling tunggal Home schooling tunggal adalah home schooling yang dilakukan oleh orang tua dalam satu keluarga tanpa bergabung dengan yang lainnya. Biasanya home schooling jenis ini diterapkan karena adanya tujuan atau alasan khusus yang tidak dapat diketahui atau dikompromikan dengan komunitas home schooling lain. Alasan lain adalah karena lokasi atau tempat tinggal si pelaku home schooling yang tidak mungkin berhubungan dengan komunitas home schooling lain. Artinya home schooling tunggal mempunyai fleksibilitas tinggi. Tempat, bentuk dan waktu belajar bisa disepakati oleh pengajar dan peserta didik.

Kedua: Home schooling majemuk Home schooling majemuk adalah home schooling yang dilaksanakan oleh dua atau lebih keluarga untuk kegiatan tertentu sementara kegiatan pokok tetap dilaksanakan oleh orang tua masing-masing. Alasannya, terdapat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikompromikan oleh beberapa keluarga untuk melakukan kegiatan bersama. Format sekolah rumah ini memberikan kemungkinan pada keluarga untuk saling bertukar pengalaman dan sumber daya yang dimiliki oleh setiap keluarga. Selain itu juga dapat menambah sosialisasi sebaya (horizontal sosialization) dalam kegiatan bersama diantara anak-anak home schooling.

Tantangan terbesar dari home schooling format ini adalah mencari titik temu dan kompromi atas hal-hal yang disepakati di antara para anggota home schooling majemuk ini. Karena tidak ada keterkaitan struktural, kegiatan-kegiatan yang ada bersifat kontraktual atau kesepakatan antar keluarga home schooling.

Legalitas Home Schooling

Home schooling di Indonesia adalah legal. Legalitas tersebut dilandasai perundang-undangan sebagai berikut; Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional, terutama pada Pasal 27 ayat 1 dan 2 mengenai kegiatan belajar informal, Undang-Undang No. 32 Tahun 2003 tentang Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 132/U/2004 tentang Paket C, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 013 1/U/1991 tentang Paket A dan Paket B, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 14 Tahun 2007 tentang Standar Isi Pendidikan Kesetaraan.45 Dalam sistem pendidikan nasional kita, penyelenggaraan home schooling didasarkan pada undang-undang republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas No.20/2003), Pasal 1 ayat 1:
“pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. 
Dalam Pasal 27 disebutkan bahwa”(1) kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mendiri, dan (2) hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujuan sesuai dengan standar nasional pendidikan” Salah satu prinsip dalam sistem pendidikan nasional yang bermanfaat bagi keluarga home schooling adalah penyelenggaraan pendidikan dengan sistem terbuka (pasal 4). Sistem ini memungkinkan mobilitas/perpindahan dari satu jalur kejalur lain; baik jalur informal, non formal maupun formal.

Jika keluarga home schooling (pendidikan informal) ingin beralih ke sekolah (pendidikan formal), secara prinsip UU No. 20/2003 menjamin hak untuk berpindah jalur. Bahkan secara eksplisit UU 20/2003 pasal 12 ayat 1 butir e, menyatakan bahwa: “setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak berpindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara”.

Referensi Makalah®  
Kepustakaan:
Utama Munandar, Mengembangkan Bakat Dan Kreatifitaas Anak Sekolah Penuntun Bagi Guru Dan Orang Tua, (Jakarta: Gramedia, 1985). Sumardiono, Home Schooling Lompatan Cara Belajar, (Jakarta: Elek Media Komputindo, 2007). Samsul Ma’arif, Pesantren Vs Kapitalisme Sekolah, (Semarang: Need's Press, 2008). Paulus Mujiran, Pernik-Pernik Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002). Arief Rahman, Home Schooling Rumah Kelasku, Dunia Sekolahku, (Jakarta: Kompas, 2007). Seto Mulyadi, Home Schooling Keluarga Kak Seto, Mudah, Murah, Meriah dan Direstui Pemerintah, (Bandung: Kaifa, 2007).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar