Skip to main content

Rukun dan Syarat Ijarah (Sewa Menyewa)

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: June 24, 2013

Untuk sahnya ijarah atau sewa-menyewa, pertama harus dilihat orang yang melakukan perjanjian sewa-menyewa tersebut. Apakah kedua belah pihak telah memenuhi syarat untuk melakukan perjanjian pada umumnya atau tidak. Penting untuk diperhatikan bahwa kedua belah pihak cakap bertindak dalam hukum, yaitu punya kemampuan dapat membedakan yang baik dan yang buruk. al-Syafi’i
Rukun sewa-menyewa, menurut ulama madzhab Hanafi hanya satu, yaitu ijab dan qabul (ungkapan menyerahkan dan persetujuan sewa-menyewa). Sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa rukun sewa-menyewa (ijarah) ada empat, yaitu orang yang berakad, sewa/imbalan, manfaat, dan sighat (ijab dan qabul).
Adapun syarat sahnya perjanjian sewa-menyewa harus terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut: Pertama, masing-masing pihak rela melakukan perjanjian sewa-menyewa. Maksudnya, kalau di dalam perjanjian sewa-menyewa terdapat unsur pemaksaan, maka sewa-menyewa itu tidak sah.
Kedua, harus jelas dan terang mengenai objek yang diperjanjikan. Maksudnya, barang yang dipersewakan disaksikan sendiri, termasuk juga masa sewa (lama waktu sewa-menyewa berlangsung) dan besarnya uang sewa yang diperjanjikan.
Ketiga, objek sewa-menyewa dapat digunakan sesuai peruntukan¬nya. Maksudnya, kegunaan barang yang disewakan harus jelas dan dapat dimanfaatkan oleh penyewa sesuai dengan peruntukannya (kegunaan) barang tersebut. Seandainya barang itu tidak dapat digunakan sebagaimana yang diperjanjikan, maka perjanjian sewa menyewa itu dapat dibatalkan.
Keempat, objek sewa menyewa dapat diserahkan. Maksudnya, barang yang diperjanjikan dalam sewa-menyewa harus dapat diserahkan sesuai dengan yang diperjanjikan. Oleh karena itu, kendaraan yang akan ada (baru rencana untuk dibeli) dan kendaraan yang rusak tidak dapat dijadikan sebagai objek perjanjian sewa-menyewa. Sebab barang yang demikian tidak dapat digunakan oleh penyewa.
Kelima, kemanfaatan objek yang diperjanjikan adalah yang dibolehkan dalam agama. Perjanjian sewa-menyewa barang yang kemanfaatannya tidak dibolehkan oleh hukum agama tidak sah dan wajib untuk ditinggalkan. Misalnya, perjanjian sewa-menyewa rumah yang digunakan untuk kegiatan prostitusi. Atau, menjual minuman keras serta tempat perjudian. Demikian juga memberikan uang kepada tukang ramal. Selain itu, tidak sah perjanjian pemberian uang (ijarah) puasa atau shalat, sebab puasa dan shalat termasuk kewajiban individu yang mutlak dikerjakan oleh orang yang terkena kewajiban.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Chairiman Pasaribu, Hukum Perjanjian dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar