Skip to main content

Teori-teori dalam Agresivitas

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 09, 2013

Agresivitas sebagaimana dalam pembahasan sebelumnya, memiliki beberapa teori yang menjelaskan posisi agresivitas, diantaranya adalah;

Agresivitas sebagai Perilaku Bawaan

Menurut teori ini, agesivitas merupakan instink makhluk hidup. Teori ini terbagi dalam tiga kelompok, yaitu teori psikoanalisis, teori etologi, dan teori sosiobiologi.
Sigmund Freud, seorang tokoh psikoanalisis mengklasifikasikan instink individu ke dalam dua bagian, yaitu; instink kehidupan dan instink kematian. Instink kehidupan (life instinct atau disebut juga eros) mengandung energi konstruktif dan s3ksual, sedangkan instink kematian (death instinct atau disebut thanatos) mengandung energi destruktif.
Lorenz, sebagai tokoh etologi berpendapat bahwa agresivitas adalah instink berkelahi yang dimiliki oleh makhluk hidup yang ditujukan pada spesies yang sama. Perkelahian diantara anggota spesies tidaklah merupakan kejahatan, karena fungsinya untuk menyelamatkan kehidupan salah satu spesies terhadap gangguan atau ancaman dari spesies yang lain. Dengan demikian angresivitas yang merupakan perilaku naluriah memiliki nilai survival bagi organisme.
Dalam pandangan teori sosiobiologi, Barash menyatakan bahwa perilaku sosial, sama halnya dengan struktur fisik yang dipengaruhi oleh evolusi. Menurut teori ini, makhluk hidup dari berbagai spesies cenderung menunjukan pola-pola perilaku sosial tertentu demi kelangsungan hidupnya. Makhluk melakukan tindakan agresi karena fungsi tindakan tersebut sebagai usaha untuk penyesuaian dirinya.

Agresivitas sebagai Ekspresi Frustasi

Agresivitas menurut kelompok ini tidak ada sangkut pautnya dengan masalah instink, tetapi ditentukan oleh kondisi-kondisi ekstenal (frustasi), sehingga kondisi tersebut akan menimbulkan motif yang kuat pada seseorang untuk bertindak agresi. Salah satu teori yang diajukan oleh kelompok ini adalah teori frustasi agresi, yang dipelopori oleh Dollard dan koleganya (1939). Menurut kelompok tersebut frustasi selalu menimbulkan agresi dan agresi semata-mata adalah hasil dari frustasi. Oleh karena itu bila frustasi menigkat, maka agresivitas menigkat pula. Intensitas frustasi bergantung pada beberapa faktor, antara lain seberapa besar kemauan seseorang mencapai tujuan, seberapa besar penghalang yang ditemui, dan seberapa banyak frustasi yang dialami.
Menurut Watson (1984) pada tahun 1941 Miller merevisi teorinya dengan menyatakan, bahwa frustasi menimbulkan sejumlah respon yang berbeda dan tidak selalu menimbulkan agresivitas. Jadi agresivitas hanyalah salah satu bentuk respon yang muncul.

Agresivitas sebagai Akibat Belajar Sosial

Menurut Bandura dan Wilters dalam Koeswara, bahwa agresivitas dapat dipelajari melalui dua metode yaitu pembelajaran instrumental yaitu terjadi jika sesuatu perilaku diberi penguat atau diberi hadiah (reward), maka perilaku tersebut cenderung akan diulang pada waktu yang lain. Dan pembelajaran observasional yaitu terjadi jika seseorang belajar perilaku yang baru melalui observasi atau pengamatan kepada orang lain yang disebut model.

Agresivitas sebagai Hasil Kognitif

Dodge dan crick (1990) menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara fungsi kognitif dan agresivitas yang dilakukan oleh seorang anak. Agresivitas terjadi akibat ketidakmampuan anak dalam memproses informasi sosial.
Cara mengetahui agresivitas pada individu terhadap suatu obyek tertentu, kita perlu tahu gejala-gejala atau aspek-aspek perilaku agresi yang dibagi manjadi 2 hal oleh Prawesti yaitu agresi fisik, yaitu agresi yang dilakuakan dengan cara melukai atau menyakiti badan baik diri sendiri maupun orang lain seperti misalnya mencubit memukuk, menendang dan sebagainya.
Bush dan Denny (1992) mengklasifikasikan agresivitas dalam empat aspek, yaitu agresi fisik, agresi verbal, kemarahan, dan permusuhan. Agresi fisik dan agresi verbal mewakili komponen motorik dalam agresivitas, sedangkan kemarahan dan permusuhan mewakili komponen afektif dan kognitifi dalam agresivitas.
Agresi fisik (Physical Agression) ialah bentuk perilaku agresif yang dilakukan dengan menyerang secara fisik dengan tujuan untuk melukai atau membahayakan seseorang. Perilaku agresif ini ditandai dengan terjadinya kontak fisik antara agresor dan korbannya.
Agresi verbal (Verbal Agression) ialah agresivitas dengan kata-kata. Agresi verbal dapat berupa umpatan, sindiran, fitnah, dan sarkasme.
Kemarahan (anger) ialah suatu bentuk indirect agression atau agresi tidak langsung berupa perasaan benci kepada orang lain maupun sesuatu hal atau karena seseorang tidak dapat mencapai tujuannya.
Permusuhan (Hostility), merupakan komponen kognitif dalam agresivitas yang terdiri atas perasaan ingin menyakiti dan ketidakadilan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Roni septrianto, Perilaku Agresif Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane Semarang Ditinjau dari Religiusitas, (Semarang, UNIKA. 2007). Fedela Herviantini, Skripsi Agresivitas Pada Remaja Ditinjau Dari Intensitas Menonton Film Kekerasan Di Televisi, (Semarang, Fakultas Psikologi, UNIKA, 2007).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar