Skip to main content

Pendidikan Berbasis Pengalaman

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 25, 2012

Memahami pendidikan berbasis pengalaman, penulis awali dengan mengemukakan pengertian pendidikan dan pengalaman.
Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia. Kemudian pengalaman, menurut Sudarminta adalah keseluruhan peristiwa perjumpaan dan apa saja yang terjadi pada manusia dalam interaksinya dengan alam, diri sendiri, lingkungan sosial sekitarnya, dan dengan seluruh kenyataan. Dalam catatan lain Sudarminta juga mengemukakan bahwa, pengalaman adalah keseluruhan kegiatan dan hasil yang kompleks serta bersegi banyak dari interaksi aktif manusia, sebagai makhluk hidup yang sadar dan bertumbuh, dengan lingkungannya yang terus berubah dalam perjalanan sejarah.
Pengalaman manusia terus bertambah dan tumbuh seiring dengan bertambahnya umur, kesempatan, dan tingkat kedewasaan manusia. Tambahan pengalaman tidak sekedar menjadi tumpukan pengalaman demi pengalaman yang lepas, tetapi dapat terjadi suatu perpaduan yang memperkaya dan menumbuhkan pribadi yang mengalami, walau hal itu tidak terjadi begitu saja. Satu hal yang sangat ditekankan oleh John Dewey yakni keyakinan bahwa semua pendidikan yang sejati muncul melalui pengalaman tidaklah berarti bahwa semua pengalaman itu murni dan sama-sama mendidiknya.
Secara garis besar perkembangan emosional anak bergerak dari kedudukan kebergantungan menuju taraf ketidak-bergantungan atau kemandirian, dan dari perhatian untuk diri sendiri kearah orientasi kepada orang lain. Jadi pendidikan yang sehat adalah pendidikan yang berbasiskan pada kondisi psikologis dan sisi pengalaman anak, yakni proses pendidikan yang dapat mengakomodasi bakat dan potensi anak, pendidikan yang tak terlepas dari dunia anak baik secara fisik maupun psikis anak. Pendidikan berbasis pengalaman akan senantiasa meningkatkan pengalaman yang melekat pada diri anak didik secara bertahap melalui periodisasi perkembangan fisik dan kondisi kejiwaan dan mental anak.
Oleh karena itu, perubahan dalam proses pembelajaran terhadap anak sebagaimana yang telah disebutkan diatas tadi adalah mutlak diperlukan. Dewasa ini berbagai bentuk reformulasi pendidikan anak banyak ditawarkan, diantaranya adalah pendidikan berbasis pengalaman yang telah dikemukakan oleh tokoh pendidikan progressive Amerika, John Dewey.
Pada usia dini hingga umur sekolah dasar sikap anak sangatlah labil, penanaman sikap yang diterapkan oleh orang tuanya belum sempurna dilaksanakan oleh anak, kedisiplinan yang diberikan mungkin baru dipatuhinya ketika berada dalam lingkungan rumah atau ketika ada orang tua mereka saja. Maka untuk mencapai kedudukan itu strategi dalam mendidiknya perlu digali, secara psikologis sebenarnya anak akan lebih menerima apabila pengetahuan yang didapatnya sesuai dengan pengalamannya. Sehingga penerapan proses belajar mengajar akan lebih mengena apabila para pendidik dapat membangun pengalaman kepada siswa.
Kejadian akan menjadi pengalaman apabila anak mengolahnya, menghubungkannya dengan pengalaman lampau, menafsirkannya, dan mengambil kesimpulan bahwa pertengkaran itu tidak baik serta dapat menimbulkan rusaknya tali persahabatan. Dari sini improvisasi seorang pendidik agar anak dapat menentukan sikap dan menahan diri bahwasannya pertengkaran bukanlah jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan, dan berkat pengalaman itu ia belajar dan tingkah lakunya berubah, artinya bahwa ia dapat bertindak lebih efektif dan serasi dalam menghadapi situasi-situasi hidupnya.
Berdasarkan uraian tersebut, pendidikan berbasis pengalaman memiliki pengertian bahwa belajar akan mencapai tujuan apabila diilustrasikan dengan berbagai kejadian nyata dan dengan keterlibatan secara menyeluruh yang sesuai dengan aktivitas anak itu sendiri. Membangun inisiatif dari dalam diri peserta didik adalah cara yang paling efektif untuk menghantarkan keberhasilan mereka menuju kedewasaan, mengeksplorasi berbagai potensi, reaktif terhadap perubahan, tumbuhannya sikap positif, dan lain sebagainya. Karena proses belajar adalah berpikir, berbuat, bergerak, dan memperkaya pengalaman.
Selain itu paradigma pendidikan berbasis pengalaman yang dibangun Dewey adalah mengubah pola hubungan monolog dengan hubungan dialogis dalam hal mana nilai yang dibangun antara murid dan guru adalah keakraban. Dalam proses pendidikan ini anak-anak diberikan ruang gerak berkreativitas, berekspresi dan melakukan hal-hal yang positif, serta ruang gerak yang luas untuk berpikir dan berhasrat, karena kondisi ini justru menumbuhkan potensi anak untuk berpikir mandiri serta mengembangkan daya nalarnya.
Pendidikan berbasis pengalaman lebih memusatkan orientasi pada anak dan memandangnya sebagai subjek pendidikan, sebagaimana yang dikatakan John Locke;
“Anak bukanlah kertas kosong yang diatasnya akan terdapat goresan tinta sebagaimana orang dewasa inginkan, karena anak adalah subjek yang hidup dan memiliki keunikan-keunikan tertentu” (yang juga dikenal dengan teori tabularasa).
Kerena itu, peranan para pendidik dalam hal ini sangat besar, pendidiklah yang mempunyai andil relatif besar dalam pembentukan karakteristik anak, dengan asumsi bahwa pengalaman individu selama masa perkembangannya sangat mempengaruhi sikap dan perilaku siswa dalam kehidupannya sehari-hari.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum, (Yogyakarta: Andi Offset, 1997). Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang: Penerbit Angkasa Raya, 1987). Sudarminta. J, Epistemologi Dasar, Pengantar Filsafat Pengetahuan, (Yogyakarta: Kanisius, 2003). John Dewey, Experience And Education, Pendidikan Berbasis Pengalaman, terj. Haniah, (Jakarta: Teraju, 2004). S. Nasution, Azas-azas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar