Skip to main content

Jiwa menurut Aliran-aliran Psikologi

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 15, 2012

Bertolak dari pengertian bahwa psikologi sebagai ilmu yang menelaah perilaku manusia, para ahli psikologi umumnya berpandangan bahwa kondisi ragawi, kualitas kejiwaan dan situasi lingkungan merupakan penentu-penentu utama perilaku dan corak kepribadian manusia. Berangkat dari sinilah maka psikologi merupakan alat untuk mengetahui jiwa manusia yang sesungguhnya.
Sampai dengan penghujung abad dua puluh, terdapat empat aliran besar psikologi, yaitu: Psikoanalisis (Psychoanalysis), Psikologi Perilaku (Behavior Psychology), Psikologi Humanistik (Humanistic Psychology), Psikologi Transpersonal (Transpersonal Psychology)
Masing-masing aliran meninjau manusia dari sudut pandang berlainan, dan dengan metodologi tertentu berhasil menentukan berbagai dimensi dan asas tentang kehidupan manusia, kemudian membangun teori dan filsafat mengenai manusia. Walaupun sebenarnya banyak sekali aliran-aliran lain dalam psikologi, namun dalam sejarah perkembangannya hanya empat aliran tersebut yang mendapat tempat dan apresiasi yang menyebabkan keempat aliran tersebut tetap eksis sampai dengan sekarang.
Jiwa menurut Psikoanalisa berpendapat bahwa manusia adalah mahluk yang dikuasai oleh sistem unconsciousnes (ketidaksadaran) dalam diri manusia. Menurut Sigmund Freud, struktur jiwa manusia terdiri dari tiga sistem dasar yaitu id, ego dan superego. Sementara itu, psikis manusia juga memiliki tiga strata kesadaran yaitu consciousnes (kesadaran), preconsciousnes (ambang sadar), dan unconsciousnes (ketidaksadaran).
Jiwa menurut Behaviorisme atau aliran psikologi S-R adalah, bahwa dalam eksperimen-eksperimen psikologi diperlukan introspeksi. Introspeksi yang berarti mengamati perasaan sendiri, digunakan dalam eksperimen-eksperimen di laboratorium, untuk mengetahui ada atau tidaknya perasaan-perasaan dalam diri orang yang diperiksa.
Jiwa dalam behaviorisme, terdiri dari tiga asumsi dasar. Pertama, bahwa perilaku terjadi menurut hukum (behavior can be controlled). Kedua, perilaku hanya dapat dijelaskan berkenaan dengan kejadian atau situasi-situasi antiseden yang dapat diamati. Ketiga, perilaku manusia tidak ditentukan oleh pilihan individual. Perilaku dan kepribadian manusia ditentukan oleh kejadian-kejadian masa lalu dan sekarang dalam dunia objektif.
Sementara jiwa menurut aliran psikologi Humanistik memandang manusia sebagai satu kesatuan yang utuh antara raga, jiwa dan spiritual. Menurut Humanistik, susunan struktur psikis manusia terdiri dari dimensi somatis (raga), psikis (kejiwaan) dan neotik (kerohanian) atau disebut juga dengan dimensi spiritual.
Hanna Djumhana Bastaman dalam mengomentari makna dimensi spiritual dalam psikologi Humanistik ini menguraikan bahwa pengertiannya sama sekali tidak mengandung konotasi agama, tetapi dimensi ini diyakini sebagai inti kemanusiaan dan merupakan sumber makna hidup dan potensi dari berbagai kemampuan dan sifat luhur manusia yang luar biasa, yang sejauh ini masih terabaikan dalam kajian psikologi.
Psikologi Humanistik berasumsi bahwa manusia memiliki potensi yang baik. Psikologi ini memusatkan perhatiannya untuk menelaah kualitas-kualitas insani, yaitu sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia yang melekat pada eksistensi manusia, seperti kemampuan abstraksi, daya analisis dan sinthesis, imajinasi, relatifitas, kebebasan berkehendak, tanggung jawab, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan pribadi, sikap etis, rasa estetika dan lain-lain.
Psikologi Humanistik memandang manusia sebagai pemilik otoritas atas dirinya sendiri. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif, yang dapat menentukan hampir segala tingkah lakunya.
Jiwa menurut Psikologi Transpersonal adalah pengembangan dari psikologi Humanistik. Tokoh-tokoh perintis psikologi Transpersonal adalah pemuka-pemuka dalam psikologi Humanistik. Nama-nama seperti Abraham Harold Maslow, Antony Sutich, dan Charles Taart merupakan pemuka aliran psikologi Humanistik yang menjadi perintis psikologi Transpersonal.
Psikologi Transpersonal seperti halnya psikologi Humanistik, menaruh perhatian pada dimensi spiritual manusia yang ternyata mengandung berbagai potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi kontemporer. Bedanya adalah psikologi Humanistik lebih memanfaatkan potensi-potensi ini untuk meningkatkan hubungan antar manusia, sedangkan psikologi Transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman subjektif transendental, serta pengalaman luar biasa dari potensi-potensi spiritual ini.
Dua hal penting yang menjadi sasaran psikologi Transpersonal yaitu potensi-potensi luhur batin manusia (human highest potentials) dan fenomena kesadaran manusia (human states of consciousnes). Potensi-potensi luhur adalah potensi-potensi yang bersifat spiritual, seperti transendensi diri, keruhanian, dimensi di atas alam kesadaran, pengalaman mistik, daya-daya batin, dan praktek-praktek keagamaan di kawasan dunia timur. Sedangkan fenomena kesadaran manusia adalah pengalaman seseorang melewati batas-batas kesadaran biasa, misalnya pengalaman alih dimensi, memasuki alam-alam kebatinan, kesatuan mistik, komunikasi batiniah, pengalaman meditasi, dan lain-lain.
Psikologi Transpersonal, mendasarkan teorinya atas pengalaman dan pengetahuan yang didapat oleh seseorang dalam bermeditasi, kontemplasi, yoga, latihan pernafasan, dan latihan kerohanian lainnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Singgih Dirgayunarsa, Pengantar Psikologi, Jakarta: Mutiara, 1983). Paradigma Psikologi Islami,; Studi Tentang Elemen Psikologi Dari Al­Qur’an, Jogjakarta: Pustaka Pelajar).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar