Skip to main content

Bentuk-bentuk Sinkretisme

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 14, 2012

Salah satu sifat dari masyarakat, diantara mereka yang benar-benar serius dalam menjalankan ajaran-ajaran agamanya. Ada juga yang berusaha untuk serius, tetapi karena hambatan-hambatan khusus, tidak dapat mengekspresikan keagamaannya secara utuh.
Clifford Geertz, seorang antropolog Amerika yang pernah melakukan penelitian di kota Pare, yang ia samarkan menjadi Kota Mojokuto pada awal tahun lima puluhan, mengelompokkan masyarakat Jawa menjadi tiga kelompok, yaitu abangan, santri, dan priyayi.
Dalam uraian tersebut, tercermin contoh pelaksanaan sinkretisasi antar unsur-unsur dari ajaran-ajaran Islam dengan agama Budha, Hindu dan tradisi lokal Jawa. Untuk lebih mengkongkretkan pengertian dan pemahaman tentang itu, berikut ini dinukilkan lagi beberapa contoh dari hal tersebut.
Penggabungan antara dua agama/ aliran atau lebih
Menggabungkan dua agama atau lebih dimaksudkan untuk membentuk suatu aliran baru, yang biasanya merupakan sinkretisasi antara kepercayaan lokal (umumnya di Jawa) dengan ajaran-ajaran agama Islam dan agama agama lainnya. Dari masing-masing agama tersebut diambil yang sesuai dengan alur pikiran mereka.
Sebagai contoh aliran ini mengajarkan sadat (Syahadat) yang berbunyi sebagai berikut :
“Ashadu Allah ananingsun, anane ambekan, anane rasul, anane johar. Wa ashadu anane urip, anane Mukamad, anane nur, nur tegese padhang, johar tegese padhang, Mukamad lan rasul iku tegese cahya, nur johar tegese padhang.” Artinya: “Ashadu Allah adanya aku, adanya nafas, adanya rasul, adanya johar. Wa ashadu anna adanya hidup, adanya Mukamad, adanya nur, nur artinya terang, johar artinya terang . mukamad dan rasul artinya cahaya, nur johar artinya terang."
Dalam Masalah Kepercayaan
Dalam masyarakat telah beredar beberapa mite tentang penciptaan alam dan manusia. Walaupun mite-mite tersebut berbeda, tetapi di dalamnya terdapat satu persamaan. Semuanya menyebut adam sebagai manusia dan nabi pertama
Salah satu mite menyebutkan bahwa Brahma adalah pencipta bumi, wisnu adalah pencipta manusia. Setelah berhasil menciptakan bumi. Brahma berusaha menciptakan manusia. Namun, setelah berusaha tiga kali dan gagal, ia menyuruh Wisnu turun ke bumi untuk melanjutkan usahanya yang gagal. Maka dengan menggunakan tanah liat Wisnu membuat sebuah patung yang menyerupai dirinya sendiri, yang kemudian diisinya dengan energi yang terdiri dari jiwa dan sukma (semangat). Sayangnya dalam penciptaan ini ia lupa untuk memasukkan prana (nafas) ke dalamnya sehingga ciptaannya tersebut hancur menjadi ribuan serpihan dan kepingan. Kepingan-kepingan ini kemudian menghilang dalam kegelapan dan kemudian berubah menjadi hantu-hantu jahat yang mengganggu alam dewata.
Bidang Ritual
Bagi masyarakat tradisional, pergantian waktu dan perubahan fase kehidupan adalah saat-saat genting yang perlu dicermati dan diwaspadai. Untuk itu mereka mengadakan crisis rites dan rites de passage, yaitu upacara peralihan yang berupa slametan, makam bersama (kenduri), prosesi dengan benda-benda keramat dan sebagainya begitu pula sebelum Islam datang.
Ketika Islam datang ritual-ritual ini tetap dilanjutkan hanya isinya diubah dengan unsur-unsur dari ajaran Islam maka terjadilah Islamisasi.
Dalam contoh, ketika seorang bayi lahir, ayah ibunya disyariatkan untuk melaksanakan aqiqah, dengan menyembelih seekor kambing kalau yang dilahirkannya seorang perempuan, dan dua ekor kambing kalau yang dilahirkan laki-laki. Namun kenyataan menunjukkan bahwa sebagian masyarakat muslim Jawa tidak melaksanakan perintah ini. Sebagai gantinya mereka mengadakan upacara brokohan (diadakan setelah bayi lahir ke dunia dengan selamat) dan sepasaran (ketika bayi berusia lima hari).
Kedua slametan ini, mereka tidak tidak menyembelih kambing tapi menggantinya dengan sego janganan, nasi urap yang sengaja dibikin pedas urapnya untuk secara tidak langsung memberitahu bahwa bayi yang dilahirkan adalah laki-laki. Dan apabila yang dilahirkan adalah perempuan, urap sengaja dibikin tidak pedas. Dengan harapan dan doa agar anak yang dilahirkan tersebut akan menjadi orang yang linuwih di kemudian hari.
Dalam Doa dan Mantera
Salah satu jasa Sunan makhdum Ibrahim, yang dikenal sebagai Sunan Bonang, dalam menyebarkan Islam di Jawa adalah mengganti nama-nama dewa yang terdapat pada mantera dan doa dengan nama-nama nabi, malaikat dan tokoh-tokoh terkemuka di dalam Islam. Dengan cara ini diharapkan masyarakat berpaling dari pemujaan dewa-dewa dan menggantinya dengan tokoh-tokoh yang berasal dari dunia Islam. berikut ini adalah contoh mantera dan doa untuk mendapatkan keperkasaan jasmani:
“Jabarail sumurup maring Fatimah. Fatimah sumurup maring badandu, kapracaya dening Allah ta’ala, cik ancik macan putih dudu"
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Marbangun Hardjowiraga, manusia Jawa, (Intidayu Press, Jakarta, 1984). Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa. (Balai Pustaka, Jakarta, 1984). Kamil Kartapraja, Aliran Kebatinan dan kepercayaan Indonesia. (Yayasan Masagung, Jakarta, 1985). Ridin Sofwan, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan, Aneka Ilmu, Semarang, 1999). W.L. Olthof (ed), Poeniko Serat Babad Tanah Jawi Wiwit Saking nabi Adam Dumugi Tahun 1647, (M. Nijhoff, Gravenhage, 1941). C.C Berg. Penulisan Sejarah Jawa, (Bharata Jakarta, 1985). G. Moedjanto, Konsep kekuasaan, Penerapannya oleh Raja-raja mataram, (Yogyakarta, 1987).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar