Skip to main content

Biografi Ibnu Hazm

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: October 26, 2012

Nama lengkap Ibn Hazm adalah Ali Ibn Ahmad Ibn Sa’ad Ibn Hazm Ibn Ghalib Ibn Shalih Ibn Sufyan Ibn Yazid kuniyahnya Abu Muhammad. Nama inilah yang sering dipergunakan dalam kitab-kitabnya, akan tetapi dia lebih sering terkenal dengan nama Ibn Hazm. Ia lahir di Cordoba pada hari Rabu diwaktu dinihari bulan Ramadhan tahun 384 H atau bertepatan dengan tanggal 7 November tahun 994 M.
Kakeknya bernama Maula Yazid Ibn Abi Sufyan adalah berkebangsaan Persia, saudara Mu’awiyah yang diangkat oleh Abu Bakar menjadi panglima tentara yang dikerahkan untuk mengalahkan negeri Syam. Dengan demikian Ibn Hazm seorang berkebangsaan Persia yang dimasukkan ke dalam golongan Quraisy dengan jalan mengadakan sumpah setia dengan Yazid ibn Abu Sufyan. Karenanyalah Ibn Hazm memihak kepada Bani Umayah.
Ayahnya bernama Ahmad Ibn Sa’id seorang menteri pada masa pemerintahan khalifah al-Mansur dan putranya Al-Muzzafar. Sebagai seorang anak pembesar Ibn Hazm mendapat pendidikan dan pengajaran yang baik. Pada masa kecilnya ia dibimbing dan diasuh oleh guru-guru yang mengajarkan al-Quran, sya’ir dan tulisan indah arab (khat).
Ibn Hazm dibesarkan dalam keluarga kaya, namun demikian ia memusatkan perhatian mencari ilmu, bukan mencari harta dan kemegahan. Ia menghafal al-Quran di purinya sendiri diajarkan oleh inang pengasuh yang merawatnya. Dan ayahnya memberikan perhatian penuh pada pendidikannya dan memperhatikan bakat dan arah kehidupannya. Oleh karena gerak-geriknya di dalam istana diawasi dengan ketat oleh inang pengawasnya, maka terpeliharalah ia dari sifat-sifat anak muda. Ia mempelajari ilmu-ilmu yang biasa dipelajari oleh pemuda-pemuda bangsawan dan penguasa, yaitu menghafal al-Quran, sya’ir dan menghadapi guru-guru utama untuk memperoleh ilmu dan meneladani akhlak mereka.
Selaku anak seorang wazir, pada masa kecilnya ia diasuh dan dididik oleh para inang pengasuhnya. Setelah menginjak dewasa dan menghafal al-Quran ia diasuh dan dididik oleh Abu al-Husain al-Fasi, seorang yang terkenal saleh, zahid dan tidak beristri. Al-Fasi inilah yang pertama kali membentuk dan mengarahkan Ibn Hazm sehingga hasil didikan Al-Fasi sangat terkesan padanya.
Ibn Hazm adalah seorang yang kuat hafalannya, cerdas dan tajam pikirannya, ikhlas dalam bekerja, baik budi pekertinya, dan penuh kasih sayang. Akan tetapi ia keras dalam mempertahankan pendapatnya. Ibn Hazm belajar hadis sejak kecil pada gurunya, yaitu Ahmad Ibn Muhammad al-Jasur (wafat 401) dan al-Hamdani. Pada tahun wafatnya al-Jasur ia pergi belajar hadits pada Abu Bakar Muhammad Ibn Ishak. Ia belajar juga pada ulama-ulama lain, hampir semua ulama hadits yang berdiam di Cordoba dan kota-kota lain yang disinggahinya. Ilmu fikih dipelajarinya pada Abdullah Ibn Yahya Ibn Ahmad Ibn Dahhun, mufti Cordoba dan Ibn Fardli yang wafat terbunuh oleh tentara barbar pada tahun 403 H, ia seorang ahli dalam bidang hadits, rijal (biografi perawi hadis) adab dan sejarah.
Pada mulanya Ibn Hazm mempelajari fikih madzhab Maliki karena kebanyakan masyarakat Andalusia dan Afrika Utara menganut madzhab ini. al-Muwatta’ sebagai kitab fikih standar untuk madzhab Maliki dipelajari dari gurunya, Ahmad bin Muhammad bin Jasur. Tidak hanya al-Muwatta’, Ibn Hazm pun mempelajari kitab ikhtilaf Imam Malik. Menurutnya, meskipun ia menyukai madzhab Maliki akan tetapi ada yang lebih disenangi, yaitu kebenaran. Hasil pemahaman Ibn Hazm dari kitab lain mendorongnya untuk mendalami kitab fikih yang dikarang imam Syafi’i dan murid-muridnya.
Pada mulanya Ibn Hazm tidak memusatkan perhatiannya kepada ilmu fikih, dia hanya mempelajari ilmu hadits, kesusastraan Arab, sejarah dan beberapa cabang ilmu falsafah. Baru pada tahun 408 H, ia memusatkan pikirannya kepada ilmu fikih walaupun tidak meninggalkan ilmu-ilmu yang lainnya.
Di antara guru-guru Ibn Hazm yang namanya tercatat, ialah Ahmad Ibn Jasur dalam bidang hadits, Abdul Qasim ibn ‘Abdul Rahman al-Azdi, Abdullah ibn Dahul dan Abdullah al-Azdi yang lebih dikenal dengan nama al-Fadli, seorang hakim di Valensia.
Sebagai anak seorang menteri yang hidup di lingkungan istana, Ibn Hazm mulai mengenal politik sejak usia muda, yaitu lima belas tahun. Dalam usianya yang muda itu, ia pernah menyaksikan kerusuhan pada zaman kekuasaan Hisyam al-Mu’ayyad (1010-1013) yang mengakibatkan khalifah dan ayah Ibn Hazm diusir dari lingkungan istana. Meskipun tidak secara langsung terlibat dalam persoalan politik, paling tidak Ibn Hazm sudah mengenal politik. Ibn Hazm terlibat dalam kancah politik secara langsung pada zaman khalifah Abdul Rahman V (1023 M) dan Hisyam Al-Mu’tamad (1028-1031) dari Umayyah. Pada Zaman kedua khalifah itu, Ibn Hazm menduduki jabatan menteri.
Pada zaman Abdul Rahman V, Ibn Hazm bersama khalifah berusaha mengatasi berbagai kerusuhan dan berusaha merebut wilayah Granathan. Akan tetapi, dalam usaha tersebut khalifah terbunuh dan Ibn Hazm ditangkap kemudian dipenjarakan. Pada zaman pemerintahan al-Mu’tamid, Ibn Hazm melakukan kegiatan yang sama, yaitu memadamkan beberapa keributan, tetapi kemudian ia dipenjarakan kembali. Setelah keluar dari penjara yang kedua kalinya, Ibn Hazm mencurahkan perhatiannya dan menuliskan gagasan-gagasannya.
Ibn Hazm pernah berdiam di suatu pulau mengepalai jama’ah di tempat itu. Di pulau itu pula ia mendapat kebebasan untuk berdiskusi untuk mengembangkan pendapatnya. Tokoh terkenal yang sangat kritis ini pada mulanya adalah penganut madzhab Syafi’i di Cordoba. Kemudian ia tertarik dengan madzhab Dzahiri, setelah ia mendalaminya lewat buku-buku dan para ahlinya yang ada di daerah itu. Akhirnya ia terkenal sebagai seorang yang paling gigih mempertahankannya. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai pendiri yang kedua dari madzhab yang hampir tenggelam.12 Berbagai ilmu pengetahuan keislaman lainnya sempat dikuasainya, seperti ilmu tafsir, hadits, usul fikih, kalam, kedokteran, sejarah dan bahasa Arab. Dia mendalami dan menekuni ilmu-ilmu keislaman, terutama setelah dia meninggalkan suatu jabatan dalam pemerintahan waktu itu. Dia dipandang kurang berwibawa, bahkan mendapat berbagai kecaman dari sebagian ulama. Karena itu, ia tinggalkan dan memutuskan untuk selanjutnya mendalami ilmu-ilmu keislaman terutama mengenai aliran-aliran hukum dalam Islam.
Pada akhirnya ia muncul sebagai seorang ulama yang sangat kritis, baik terhadap ulama pada masanya maupun ulama sebelumnya. Begitu kajian Ibn Hazm terhadap ilmu yang dikuasainya, sehingga diriwayatkan, jarang ada orang yang dapat menandinginya di masa itu. Begitu tajam kritiknya terutama terhadap ulama yang tidak sealiran dengannya, sehingga ia mendapat tantangan berat dari ulama pada masanya. Beberapa kali ia difitnah dan diajukan ke penguasa, sehingga pada akhirnya ia diusir ke suatu perkampungan terpencil, Mentalaisam, dan disana ia wafat pada bulan Sya’ban 456 H.
Menurut pengakuan putranya, Abu Rafi’ al-Fadli bin Ali, sepanjang hidupnya Ibn Hazm sempat menulis lebih kurang empat ratus judul buku yang meliputi lebih kurang delapan puluh ribu halaman. Buku-buku tersebut menyangkut berbagai disiplin ilmu. Namun, tidak semua bukunya dapat ditemukan karena banyak yang dibakar dan dimusnahkan oleh orang-orang yang tidak sepaham dengan Ibn Hazm.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997). Ibn Hazm, Al-Muhalla Bi al-Atsar, Bairut Libanon: Dar Al-Kutub al-Ilmiah, t.th). Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam Jilid III, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1998). Jaih Mubarok, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Bandung: Rosda Karya, 2000).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar