Skip to main content

Mengenal Kelompok Ikhwan al-Shafa

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 15, 2012

Ikhwan al-Shafa adalah nama sekelompok pemikir Islam yang bergerak secara rahasia dari sekte Syiah Isma'iliyah yang dibentuk di Basrah, Irak sekitar tahun 340 H/951 M, oleh Zayd Ibn Rifa'ah. Karena tendensi politis, kelompok Ikhwan al-Shafa baru terungkap setelah berkuasanya Dinasti Buwaihi di Baghdad pada tahun 983 M. Ada kemungkinan kerahasiaan organisasi ini dipengaruhi oleh paham taqiyah, karena basis kegiatannya berada di tengah masyarakat mayoritas Sunni. Boleh jadi juga, kerahasiaan ini karena mereka mendukung paham Muktazilah yang dihapuskan oleh Khalifah Abbasiyah al-Mutawakkil sebagai mazhab negara.
Pelopor perhimpunan politik religius Ikhwan al-Shafa yang terkenal, antara lain Ahmad ibn Abdullah, Abu Sulayman Muhammad ibn Nashr al-Busti, Zaid ibn Rifa'ah, Abu al-Hasan Ali ibn Harun al-Zanjani, Abu Ahmad al-Nahrajuri, al-'Aufi. Orang-orang ini merupakan kelompok sarjana yang menyelenggarakan pertemuan dan menyusun risalah-risalah Ikhwan al-Shafa. Risalah tersebut berisi ringkasan elaborasi filsafat, kosmologi dan ilmu alam yang melambung bersama dengan mempersatukan benang simbolisme matematika Phytagorian. Sayyed Hossein Nasr dalam buku Science and Civilization in Islam mengatakan bahwa dalam Rasail tersebut juga berisi tentang seni hal ini ditandai bahwa jiwa manusia akan terangkat tinggi menjulang ke alam ruhani ketika ia mendengar melodi indah.
Dalam upaya memperluas gerakan, Ikhwan al-Shafa mengirimkan orang-orangnya ke kota-kota tertentu untuk membentuk cabang-cabang dan mengajak siapa saja yang berminat kepada keilmuan dan kebenaran. Walaupun demikian militansi anggota dan kerahasiaan organisasi tetap mereka jaga, dalam sistem keanggotaan ada empat tingkatan, yaitu :
  1. Tingkatan pertama dari pemuda cekatan 15-30 tahun, mereka ini berstatus murid, maka wajib patuh dan tunduk secara sempurna kepada guru.
  2. Tingkatan kedua adalah Ikhwan al-Akhyar yang berusia 30-40 tahun tahun. Pada tingkatan ini mereka sudah memiliki sikap pemurah, kasih sayang, memelihara persaudaraan dan siap berkorban demi persaudaraan.
  3. Tingkatan ketiga adalah Ikhwan al-Fudhala al-Kiram berusia 40-50 tahun.
  4. Tingkatan keempat adalah tingkatan tertinggi. Mereka sudah mampu memahami hakekat sesuatu, sehingga mereka sudah di atas alam realitas, syariat dan wahyu.
Kehadiran Ikhwan al-Shafa merupakan keharmonisan tersendiri pada kalangan Syiah. Keharmonisan tersebut bisa ditandai pada karya-karya Ikhwan al-Shafa yang secara tidak langsung membawa perkembangan yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat pada masa itu.
Rasail Ikhwan al-Shafa dapat diklasifikasikan dalam empat bidang, yaitu : 14 risalah tentang matematika, yang mencakup geometri, astronomi musik, geografi, teori dan praktek seni, moral dan logika. 17 risalah tentang fisika dan ilmu alam, meliputi geneologi, mineralogi, botani, hidup dan hancurnya alam, keterbatasan manusia dan kemampuan kesadaran. 11 risalah tentang ilmu-ilmu ketuhanan, mencakup kepercayaan dan keyakinan, hubungan alam dengan Tuhan, keyakinan Ikhwan al-Shafa, kenabian dan keadaannya, tindakan rohani, bentuk konstitusi politik, kekuasaan Tuhan, magic dan jimat. 10 risalah tentang ilmu jiwa, meliputi metafisika, mazhab Pytagoreanisme dan kebangkitan alam.
Dari klasifikasi di atas dapat disimpulkan, rasail Ikhwan al-Shafa 52 risalah. Dalam risalah tersebut jelas adanya singkronisasi antara filsafat dan syariat yang menurutnya akan mendapatkan kesempurnaan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999). Cyril Glasse, The Coucise Encylopedia of Islam diterjemahkan oleh Ghufron A. Mas'adi dengan judul, Ensiklopedia Islam Ringkas (Cet. III; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999). Sayyed Hossein Nasr, Theology, Philosophy and Spirituality diterjemahkan oleh Suharsono dengan judul Intelektual Islam, Teologi, Filsafat dan Sains (Cet. I; Yogyakarta: CIIS Press, 1995). Sayyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam diterjemahkan oleh J. Mahyuddin dengan judul, Sains dan Peradaban di dalam Islam (Cet. I; Bandung: Pustaka, 1986). Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Cet. IV; Bandung: Mizan, 1998). Ahmad Amin, Zuhr al-Islam Juz II (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, 1969). Nurcholish Madjid, (ed.) Khasanah Intelektual Islam (Cet. II; Jakarta: Bulan Bintang, 1985). Mircea Eliade (ed.), The Encyclopedia of Religion Vol. VII (New York: Macmillan, 1987). Muhammad al-Bahi, al-Janibul Ilahi Mila al-Tafakkir al-Islami ditejemahkan oleh Djafar Soedjarwo dengan judul Aspek Ketuhanan Sebagian dari Rasional Islam (Cet. I; Surabaya: al-Ikhlas, 1993).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar