Skip to main content

Klasifikasi Hijrah Berdasarkan Hadis

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 05, 2012

Klasifikasi hijrah makna fisik terjadi dua kali, yaitu hijrah ke Habasyah dan ke Madinah. Dan di akhir zaman nanti akan ada lagi hijrah ke negeri Syam. Jika hijrah ini dilihat dari sisi nonfisik atau secara psikhis maka ada juga hijrah kepada Allah dan Rasul. Hal ini sebagaimana tersebut pada hadis bagian awal di atas tadi هجرته إلى الله و رسوله . Dalam hadis berikut ini yang diriwayatkan al-Nasai yang bersumber dari Ibn Abbas, katanya:
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم و أبا بكر و عمر كانوا من المهاجرين لانهم هجروا المشركين و كان من الانصار مهاجرون لان المدينة كانت دار شرك فجاءوا إلى رسول الله صلىالله عليه و سلم ليلة العقبة
Hijrah yang sangat populer adalah hijrah dari Makkah ke Madinah. Tapi, setelah di Madinah tidak ada lagi istilah hijrah dari Madinah ke tempat lain. Namun, klasifikasi Hijrah dalam hadis ini justru menyebutkan bahwa orang-orang Anshar penduduk Madinah melakukan hijrah tanpa meninggalkan daerah Madinah. Mereka hijrah menghadap Rasulullah saw. Ini menunjukkan bahwa ada hijrah kepada Rasul di samping hijrah kepada Allah. Aktualisasi hijrah kepada Allah dan Rasulnya adalah dengan berusaha mematuhi rambu-rambu yang telah digariskan oleh Allah melalui syariat, dengan cara menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah. Hal ini ditegaskan dalam salah satu hadis Nabi saw yang diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr, katanya:
سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول: المسلم من سلم المسلمون من لسانه و يده و المهاجر من هاجر ما نهى الله عنه
Hadis tersebut juga mengungkapkan bahwa kesempurnaan keislaman seseorang itu ditandai pada sejauhmana mampu menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa membuat orang lain susah. Sebaliknya, ia harus melakukan aktifitas positif dengan cara melakukan hal-hal yang bisa mendatangkan kedamaian dan keselamatan bagi orang lain. Menciptakan kedamaian dan keselamatan bagi orang lain merupakan cerminan dari sikap seorang muhajir yang sebenarnya. Oleh karena itulah, Nabi saw menyebutkan al-muslim dirangkaikan dengan al-muhajir dalam hadis di atas. Klasifikasi Hijrah seperti inilah yang sangat diharapkan karena inilah yang paling utama. Abdullah bin ‘Amr bin al-Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah ditanya oleh seseorang:
أي الهجرة أفضل ؟ قال : أن تهجر ما كره ربك
Jadi, meninggalkan suatu daerah menuju daerah lain yang lebih aman dengan dasar pertimbangan agama adalah hijrah yang dituntut dalam Islam, tetapi meninggalkan apa saja yang dilarang Allah itulah hijrah yang paling penting dan utama. Dan inilah sebetulnya hakekat hijrah. Syams al-Haq Abadiy dalam ‘Aun al-Ma’bud mengutip pendapat al-‘Alqamah yang menurutnya bahwa hijrah itu ada dua macam, yaitu 1) hijrah lahir, berupa meninggalkan suatu daerah dengan dasar agama untuk menghindari adanya fitnah, 2) hijrah batin, berupa meninggalkan segala macam bentuk ajakan hawa nafsu dan setan.
Dengan demikian, maka klasifikasi Hijrah, ada 2 macam:
Hijrah secara fisik atau hijrah tempat dalam artian pindah dari suatu dar al-kufr menuju dar al-Islam. Atau dari suatu daerah menuju daerah lain dengan dasar pertimbangan agama guna menghindari adanya fitnah.Kata Yusuf al-Qardhawiy, sebagai ganti dari hijrah ke daulah Islam pada zaman sekarang ini ialah ikut bergabung dengan jamaah Islam yang berusaha mendirikan daulah Islam. Ini merupakan kewajiban bagi setiap orang muslim sesuai dengan kesanggupannya.
Hijrah secara psikhis atau yang dikenal dengan istilah hijrah al-qulub wa al-jawarih dalam artian meninggalkan segala macam bentuk larangan Allah dan melaksanakan perintahNya. Hijrah semacam ini wajib bagi setiap umat Islam kapan dan dimana pun berada. Termasuk dalam hal ini mereka yang pernah terlibat dalam penyalahgunaan baik sebagai konsumen, pengedar, atau penyelundup narkotika dan obat-obat berbahaya dan terlarang lainnya, lalu mereka meninggalkannya lalu sadar, maka mereka termasuk orang-orang yang berhijrah. Demikian pula para perampok, perusuh, pembakar, atau provokator, dan profesi kejahatan lainnya, mereka berhenti dan meninggalkan semua itu, maka mereka dinilai sebagai muhajir.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Jalaluddin Abd al-Rahman al-Suyuthi, Al-Luma` Fi Asbab Wurud al-Hadits (Beirut: Dar al-Fikr, 1416 H/1996 M), Cet. I. Zainuddin Abi al-Faraj Abd al-Rahman bin Ahmad bin al-Hambaliy, Jami` al-`Ulum wa al-Hikam Fi Syarh Khamsin Haditsan Min Jawi` al-Kalim (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.). Yahya Ismail Ahmad, Tahqiq atas Al-Luma` Fi Asbab al-Hadits (Beirut: Dar al-Fikr, 1404 H/1983 M). Ibnu Hisyam, Al-Sirah al-Nabawiyah Tahqiq oleh Mustafa al-Siqa, dkk (Kairo: Mustafa al-Babiy al-Halabiy, 1375 H/1955 M), Cet. II Juz I. Abdullah bin Muslim bin Qutaibah al-Dinawariy (w.276 H), Al-Ma`arif (Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyah, 1407 H/1987 M), Cet. I.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar