Skip to main content

Biografi Imam As-Suyuti

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 06, 2012

Nama lengkap Imam As-Suyuti adalah Abu Fadhl Abdurrahman bin Abi Bakar bin Muhammad bin Sabiquddin bin Asy Syaikh Himamuddin al-Himamul al-Khudary al-Usyuthy. Julukannya adalah Jalaluddin.
Kauniyahnya atau nama-nama sehari-hari adalah Abu Fadhl. Adapun sebab dia diberi kauniah Abu Fadhl, As-Suyuti meminta pertimbangan kepada al-Izzul al-Kinany al-Hambali, maka al­-Izzul al-Hambali berkata kepada As-Suyuti, siapa kauniyah kamu?, As­-Suyuti berkata: saya tidak mampunyai kauniyah, maka al-Izzul al­-Kinany al-Hambal berkata: Abu Fadhl.
Imam As-Suyuti dilahirkan sesudah maghrib pada hari ahad malam, permulaan bulan Rajab, tahun 849 Hijriyah. Imam As-Suyuti dilahirkan dikediaman yang terkenal dengan keilmuan, sopan santun, tempat yang mulia dan rumah yang luhur, maka tidak diherankan sesungguhnya bapaknya adalah orang yang berilmu dari beberapa ilmu, dan orang yang pandai dalam ilmu fikih dari ulama’ Syafi’iyah dari bangsa Marmuk.
Imam As-Suyuti tumbuh menjadi orang yang yatim, kemudian hafal al-Quran pada umur kurang dari delapan tahun, kemudian menghafal Minhajul Imam Nawawi dalam fikih Syafi’i, kemudian Minhajul Baidhawi Fil Ushul, kemudian al-Fiqh Ibnu Malik dalam Ilmu Nahwu, kemudian Tafsir Baidhawi.
Dalam menuntut ilmu Imam As-Suyuti meminta pertimbangan kepada Syaikh-Syaikh Islam seperti al-Bulkini, Izzuddin al-Hambali, dan Syaikhul Syuyukh al-Aqshariny dan mereka memperbolehkannya.
Imam As-Suyuti tidak meninggalkan satu furu’ dari beberapa furu’ yang diketahui, dan tidak meininggalkan satu macam dari beberapa macam ilmu, kecuali menggantungkan di dalamnya dengan tempatnya dan mempertemukan kepada yang punya. Dia belajar ilmu fikih dari Syaikh Sirajuddin al-Bulqini.
Dia memperoleh ilmu Faraidh dari ahlinya pada zamannya, seperti Sihabuddin Asy-Syaramsakhy. Dia juga memperoleh ilmu­ilmu bahasa Arab dari Imam Taqiyuddin Asy-Syubly al-Hanafi dan menulis surat pujian kepada Imam As-Suyuti untuk syarah Alfiyah Ibnu Malik.
Imam As-Suyuti juga belajar kepada al-Alamiah Muhyidin al-Kafiji selama empat belas tahun, maka dia memperoleh dari Imam Muhyiddin al-Kafiji ilmu tafsir, ilmu ushul, ilmu bahasa Arab dan ma’any dan juga memperoleh pelajaran dari al-Ma’zy al-Kinany Ahmad bin Ibrahim al-Hanafy. Dia juga datang kepada Syaikh Saifuddin al­-Hanafy untuk beberapa pelajaran dari kitab Kasyf, Tauhid dan Hasiyahnya, Talkhisul Miftah fil Balaghah.
Secara berturut-turut Imam As-Suyuti tumbuh mejadi besar, dan mengambil banyak ilmu dari beberapa syaikh, dan dari sebagian dari ahli ilmu ada yang menerangkan: Sesungguhnya guru-guru Imam As-Suyuti mencapai kira-kira 600 orang, dan tidak asing lagi dalam hal yang demikian mengambil ilmu di mana dia menemukannya dari setiap orang yang bertemu dengannya. Dan sesungguhnya mereka (guru-guru) Imam As-Suyuti berjumlah 150 orang, di dalam riwayat yang lain bahwa jumlah yang paling dekat dengan kebenaran adalah 600 orang seperti yang telah disebutkan di atas.
Imam As-Suyuti adalah orang yang baik budi pekertinya semasa hidupnya, dan juga sebagai guru utama dan terkenal mahir dalam syarah (keterangan) dan pemeliharaan imlak. Dia juga pergi dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk mengajar Bahasa Arab dalam usia yang masih muda. Adapun usia diperbolehkannya mengajar adalah 15 tahun. Waktu tersebut adalah merupakan waktu yang singkat bila dibanding ulama-ulama yang lain.
Imam As-Suyuti mulai menyusun karangan kitab dalam usia yang masih muda, para penterjemah menyebutkan sesungguhnya Imam As-Suyuti mulai menyusun karangannya pada tahun 866 hijriah, atau kira­kira berusia 7 tahun.
As-Suyuti berusaha mengumpulkan hadis yang berkaitan dengan tafsir Al-Quran dalam kitabnya “Turjuman al-Quran Fi Tafsir al­-Musnad” akan tetapi keberadaan kitab tersebut tidak diketahui lagi. Untuk saat ini hanya terjemahannya saja yang masih ada yakni kitab al-Durr Al-Manthur Fi Tafsir al-Ma’thur. Kitab ini juga berupa penafsiran al-Quran dengan menggunakan sumber-sumber riwayat. As-Suyuti juga mencoba untuk mendiskusikan petunjuk al-Quran yang masih samar dalam karyanya Mufahhamat al-Aqran Fi Mubhamad al-Quran.
Imam As-Suyuti juga memperhatikan hadis, dia berusaha mengumpulkan semua hadis yang diucapkan oleh Nabi Muhammad saw. Usaha ini dia tuangkan dalam karyanya Jami’ al-Masanid al-Jami’ al-Kabir, dia juga membuat ringkasan buku tersebut dengan judul al-Jami’ al-­Shoghir Fi al-Hadis, dia juga mengarang kitab yang mencakup pengkajian secara khusus sifat-sifat Nabi Muhammad saw yang berjudul al-Khasais al-Nubuwwah al-Khasais al-Kubra, selain itu dia juga menyarahkan kitab Sunan Abu Dawud yang berjudul Mirqot al-Su’ud Sarah sunan Abu Dawud dan Hawalik Ala Muwatta’ Ibnu Malik.
Salah satu bidang keilmuan yang cukup intens digeluti oleh As-Suyuti adalah dalam bidang bahasa, dia menulis kitab mengenai kitab fiqh lughah dengan judul al-Muzhir Fi Ulum al-Lughah, kitab ini diringkas oleh Ma’ al-Aynayn dengan judul Thamar Al-Lughah. Imam As-Suyuti juga mencoba menerapkan ilmu ushul fiqh dalam bidang bahasa, dia menulis sebuah buku yang berkaitan dengan tema tersebut yang dia beri judul al-Iqtirah Fi Ilmi al-Usul Al-Nahwi Wa jadalih.
Dalam bidang sejarah terdapat beberapa karya utama Imam As-Suyuti pertama: adalah sejarah umum yang dia beri nama Badai’ al-Zuhur Fi Waqa’I al-Zuhur. Kedua adalah Tarikh al-Khulafa’, sebuah karyanya yang cukup terkenal. Ketiga adalah kitab sejarah Mesir yang berjudul Husn Al-Muhadarah Fi Akhbar al-Misra Wa al-Qahirah. Kitab tarikh al-Khulafa’ ini banyak bersandar kepada kitab sejarah karya al­-Marzuqi.
Imam As-Suyuti menolak menggunakan Ra’yu yang berlebihan. Dia mengutib riwayat yang mengecam orang-orang yang mementingkan akal dibandingkan agamanya, dia juga mengutip pendapat Ali Sufyan al-Thawri, Ibnu Sirrin, Ibnu Umar, Urwah, al-Auza’i untuk memperkuat argumentasinya ini.
Imam As-Suyuti juga menerima fatwa sahabat sebagai dasar pemecahan masalah, dengan mengutip pendapat malik dia menyatakan bahwa tidak sepantasnya fatwa sahabat dipertanyakan lagi. Alasannya adalah para sahabat berpegang teguh kepada hadits yang mereka terima dengan perasaan ridho dan mantap.
Imam As-Suyuti sangat menekankan otoritas hadis sebagaimana pendahulunya, Imam Syafi’iy. Dalam konteks ini As­-Suyuti mengutip dua pedoman Syafi'iy;
“Jika aku mendapat sebuah hadis sahih dari Rosulullah yang kemudian tidak aku jadikan pegangan maka aku bersaksi dihadapan anda sekalian bahwa akalku telah hilang” Syafi’iy juga mengatakan, bila kalian dapatkan dalam tulisanku hal berbeda dengan sunnah rosulullah, peganglah olehmu sunnah Rosulullah dan tinggalkanlah pendapatku”.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Imam Abi Zakaria Yahya bin Syarif An-Nawawi Ad-Damsiqy, Roudhotut Tholibin, (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiah, t.th). Jalaluddin Abdurrohman bin Abi Bakar As-Suyuti, Thobaqotul Hufazh, (Beirut: Dar al­-Kutub al-Alamiyah , t.th.). Philip k. Hitty, Histori Of Arabic, (New York: The Macmillan Press, 1974). Yahya Ismail Ahmad, Pengantar Kitab Asbah al-Wurud al-Hadis, (Beirut: Dar Al­Kutub al-Ilmiyyah, 1984). As-Suyuti, Miftah al-Jannah Fi Ihtijaj bi al-Sunnah, Terj, Argumentasi As-Sunnah Kontra atas Penyimpangan Sumber Orisinil, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997). Dahlan Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 1996). As-Suyuti, al-Hawi Li al-Fatwa, (Beirut: Dar al-Kutub Ilmiyyah, 2000).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar