Skip to main content

Biografi Imam Nawawi

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: October 29, 2012

Imam Nawawi bernama lengkap Muhyiddin Abu Zakariya Yahya ibn Sharaf al-Hizaami an-Nawawi. Ia dilahirkan pada pertengahan bulan Muharam 631 H atau bertepatan dengan bulan Oktober 1233 M di Desa Nawa, sebuah daerah di bumi Hauran, yang terletak kurang lebih sekitar 70 Km di bagian selatan kota Damascus, Syria.
Imam Nawawi termasuk salah satu ulama yang membujang hingga akhir hayatnya. Ia mendapat gelar “Muhyiddin” (orang yang menghidupkan agama), padahal ia tidak menyukai gelar tersebut. Ia tidak memperbolehkan orang memberikan gelar Muhyiddin kepada dirinya.
Imam Nawawi tidaklah berasal dari suatu keluarga terkenal, hanya bapaknya merupakan seorang yang sangat dikenal sholeh dan taat di desa kelahirannya tersebut. Dalam rumah tangga yang sholeh dan taat itulah Imam Nawawi dibesarkan. Diriwayatkan bahwa Imam Nawawi yang terkenal pintar itu, di masa kecilnya, selalu menyendiri dari teman-temannya, ia tidaklah tertarik pada olahraga atau bermain sebagaimana anak-anak lainnya. Dari masih kecilnya ia sangat memperhatikan studinya. Ia membenci segala aktivitas yang dapat menghalangi usahanya dalam menghafalkan al-Quran, hingga tidaklah mengejutkan kalau kemudian ia sudah hafal al-Quran pada saat masih muda.
Pada mulanya Imam Nawawi mempelajari ilmu pengetahuan dari ulama-ulama terkemuka di dusun tempat kelahirannya. Kemudian setelah umumrnya menginjak dewasa, ayahnya merasa tidak cukup kalau anaknya hanya belajar di dusun tempat kelahirannya tersebut, maka pada tahun 649 H, bersama ayahnya, Imam Nawawi berangkat ke Damaskus.
Begitu Imam Nawawi sampai di Damaskus, ia langsung berhubungan dengan orang-orang alim yang terkenal seperti Syekh Abdul Kafi Ibn Abdul Malik ar-Rabi’ (W. 698 H) dan Syekh Abdurrahman Ibn Ibrahim Ibnu al-Farhah (W. 690 H). Beberapa waktu kemudian, pada usia 19 tahun, ia dikirim gurunya tersebut untuk belajar di sebuah lembaga pendidikan “ar-Rawahiyah”. Di lembaga pendidikan tersebut Imam Nawawi tergolong sebagai pemuda yang sangat tekun dalam mencari ilmu, karena ketekunannya itulah ia mampu mengusai beberapa disiplin ilmu agama seperti hadis dan ilmu hadis, fiqh dan ushul fiqh serta bahasa.
Guru-guru Imam Nawawi antara lain: Rida bin Burhan, Az-Zaid Khalid, Abdul Aziz bin Muhammad al-Ansori, Zainuddin bin Abdul Daim, Imaduddin Abdul Karim al-Harasani, Zainuddin Khalaf bin Yusuf, Taqiudin bin Abi al-Yasar, Jamaluddin bin As-Sirafi, dan Syamsudin bin Amr.
Khusus dalam pelajaran fikih dan ushul fikih, Imam Nawawi belajar pada ulama-ulama terkemuka dari madzhab Syafi’i. Dianatara gurunya adalah Syekh Abu Hasan Sallar Ibn al-Hasan al-Dimasyqi, al-Kamal Ishaq al-Mari dan Syamsuddin al-Ma’mari. Sedangkan dalam disiplin ilmu hadis ia belajar dari ulama hadis Abu Ishaq Ibrahim bin Isa al-Muradi.
Dengan kecerdasan dan ketekunannya, kitab-kitab hadis seperti al-Kuttub as-Sittah, al-Musnad (karya Imam Syafi’i dan Ahmad Ibn Hanbal) dan al-Muwaththa’ (karya Imam Malik) pun segera dikuasainya. Sedangkan kitab yang Imam Nawawi tekuni adalah kitab Shahih Muslim, yang pada akhirnya kitab tersebut berhasil ia syarahi dalam beberapa jilid. Imam Nawawi mempelajarinya di sekolah Darul al-Asyarafiyah, yakni sebuah lembaga pendidikan dimana ia mulai mengajar pada umur 24 tahun dan hingga akhirnya ia pimpin sampai akhir hayatnya.
Dalam kesehariannya, Imam Nawawi memiliki kebiasaan hidup sederhana, setiap harinya ia hanya makan dan minum setelah shalat isya’. Menurut Alauddin bin Attar, salah seorang muridnya, Imam an-Nawawi adalah orang yang selalu meluangkan waktunya untuk menekuni atau mempelajari 12 pelajaran dari berbagai disiplin ilmu tiap harinya.
Imam Nawawi merupakan ulama bermadzhab Syafi’i yang terkenal akan ketekunan dan ketelitiannya dalam menuntut ilmu. Selain itu, Imam Nawawi juga tergolong sebagai ulama yang kritis dan mempunyai perhatian besar terhadap kondisi sosial. Ia sangat menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar, membimbing para pemimpin dan orang-orang dzalim serta munkar kepada agama. Ulama yang terkenal kuat hafalannya tersebut melarang masyarakat Syam (kini Suriah) memakan buah-buahan yang nilainya syubhat atau hukumnya masih diragukan dan perselisihkan para ulama.
Di antara murid-murid yang pernah Imam Nawawi ajar adalah, Al-Khatib Sadar Sulaiman al-Ja’fari, Syihabuddin Ahmad bin Ja’wan, Syihabuddin al-Arbadi, Alanuddin bin Attar, Ibn Abi al-Fath dan Al-Mizzi.
Setelah berdomosili di Damaskus selama kurang lebih 19 tahun, Imam Nawawi kembali ke desa kelahirannya. Setelah sebelumnya jatuh sakit akhirnya Imam Nawawi meninggal pada tanggal 24 Rajab 676 H atau bertepatan pada tanggal 22 Desember 1277 M, dalam usia 45 tahun dan dimakamkan di Nawa.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Imam Nawawi, Riyadh as-Shalihin, (Pekalongan: Raja Murah, t.th). Dewan Redaksi, “Tokoh Besar Yang Membujang”, dalam Nabila, (Edisi Khusus, I, Oktober-Nopember, 2004). Abdul Aziz Dahlan (ed.), Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996). Imam Nawawi, Shahih Muslim bi Syahri an-Nawawi, Juz I, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, t.th).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar