Skip to main content

Definisi Mahar Menurut Ulama Fikih

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 15, 2012

Sebelum mendefinisikan mahar, terlebih akan disebutkan istilah mahar dalam al-Quran dan hadis Nabi saw. Diantaranya : صداق ,او صدقة ,فريضة ,علائق ,نحلة ,حباء طول ,اجر عقر ,نكاح
Ulama Fikih berbeda pendapat mengenai definisi mahar :

  1. Defenisi Malikiah: Mahar itu untuk isteri sebagai ganti bersenang-senang dengannya.
  2. Defenisi Hanabilah: Mahar itu adalah balas jasa (pengganti) dalam nikah, sama saja disebutkan ketika akad atau sesudahnya dengan kerelaan kedua bela pihak atau pihak kejaksaan.
  3. Defenisi Wahbah Zuhaili dalam kitabya : Mahar adalah harta yang berhak didapatkan oleh seorang isteri sesudah mengadakan akad atau sesudah digauli.
  4. Di dalam Kitab al-Inayah : Mahar adalah harta yang wajib bagi suami karena adanya akad nikah atau sebagai ganti keperawanan, baik disebutkan maupun lewat akad.
  5. Sebagian pengikut Imam Abu Hanifah mendefenisikan bahwa mahar adalah hak bagi seorang isteri dikarenakan adanya akad nikah atau berhubungan.
Di antara defenisi menyebutkan bahwa mahar adalah sebagai ganti bersenang-senang dengan isteri atau sebagai ganti keperawanan wanita. Definisi ini merupakan defenisi yang bertentangan dengan ayat al-Quran “وأتوا النساء صدقاتهن نحلة”. Tafsiranya, berikan kepada perempuan maharnya sebagai pemberian (hadiah) fardhu yang tidak dihitung sebagai ganti (balas jasa). Mahar (dikatakan shahibu di kitab fikih sunnah) bertujuan sebagai motivasi, mendeskripsikan tanggung jawab seorang laki terhadap wanita, menguatkan hubungan dan memunculkan dalam hati seorang wanita rasa kasih sayang.
Mahar adalah pemberian yang diberikan oleh laki-laki kepada wanita saat mengadakan akad nikah atau sesudah dukhul, dan bertujuan sebagai motifasi, menguatkan hubungan suami isteri dan memunculkan rasa kasih sayang.
Oleh sebab itu, tidak boleh memahalkan mahar dan tidak boleh memberikan batasan jumlah pada mahar, karena mahar adalah semata pemberian karena Allah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Louis Ma’luf, al-Munjid fi al-Lugah (Bairūt: Dār al-Masyriq, 1977). Abdul Mun’im Idries, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik (Jakarta: Binapura Aksara, 2000). Muhammad Fu’ad ‘Abd. al-Baqy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Qur’ān al-Karim (Bairut: Dar al-Fikr, 1992).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar