Skip to main content

Pembagian Kaidah Takdim dan Takhir

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: July 14, 2012

Pembagian kaidah taqdim dan takhir yang dapat diketahui sebagai bahan referensi makalah adalah :
Kaidah Pertama :
التقدم في الذكر لا يعني في الوقوع و الحكم
Maksudnya adalah penyebutan suatu kata atau kalimat (baca: ayat), tidak berarti terdahulu dalam realitas ataupun hukumnya. Kaidah ini butuh penjelasan karena bentuk-bentuk taqdim dan takhir dalam al-Quran mempunyai beberapa arti. Kadang redaksi ayat didahulukan karena beberapa alasan, misalnya karena realitanya memang terdahulu, atau didahulukan karena mengandung makna kemuliaan atau terkadang didahulukan karena sulitnya untuk dijelaskan (musykil) dan setelah dikaji dengan pendekatan taqdim dan takhir maka maknanya menjadi jelas.
Sebagai contoh atas kaidah ini, dapat dilihat pada Q.S. al-Baqarah (2): 67 dan 72.
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Musa Berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina." mereka berkata: "Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?" Musa menjawab: "Aku berlindung kepada Allah agar tidak menjadi salah seorang dari orang-orang yang jahil".
Artinya:
Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama Ini kamu sembunyikan.
Ucapan Nabi Musa as. pada ayat diatas diungkapkan setelah terjadinya perselisihan dan saling tuduh menuduh atas peristiwa pembunuhan tersebut. Jika kedua ayat tersebut diatas kita amati, maka akan nampak bagi kita bahwa ayat 72 sebenarnya merupakan sebab atau latar belakang terjadinya perintah penyembelihan sapi betina yang terdapat pada ayat pertama (67), dan pada g|alibnya latar belakang selalu berada di depan akan tetapi pada kedua ayat di atas justru sebaliknya.
Al-Bag|awi berkata bahwa ayat 72 di atas merupakan awal kisah, walaupun pada urutan tilawahnya berada setelah ayat 67. Sebagaimana juga yang dikatakan oleh al-Wahidi’ bahwa perselisihan dan saling tuduh menuduh atas pembunuhan tersebut terjadi sebelum peristiwa penyembelihan.
Kaidah Kedua
العرب لا يقدمون إلا ما يعتنون به غالبا
Maksud kaidah ini adalah orang Arab tidak akan mendahulukan sesuatu kecuali apa yang menjadi perhatiannya (lebih utama).
Bahwa kebiasaan orang-orang ’Arab ahli fushhah bila mengabarkan sesuatu yang berkaitan dengan hukum dan orang lain juga terlibat dalam hukum tersebut atau pada apa yang diberitakan itu, maka dia akan mengathafkan satu sama lainnya dengan wawu yang tanpa menghiraukan tertibnya kalimat. Maka mereka memulai dengan mendahukuan sesuatu yang lebih penting atau yang lebih diprioritaskan.
Penjelasan dari kaidah ini yakni pada ungkapan لا يقدمون إلا ما يعتنون به dipahami bahwa sebab-sebab suatu perkataan didahulukan oleh karena kemuliaan, keagungan atau apa yang menjadi perhatian padanya. Dan kata غالبا menunjukkan batasan yang diperlukan sebagaimana telah diketahui pada kaidah sebelumnya.
Adapun contoh berkenaan dengan kaidah di atas adalah sebagai berikut:
Pada surah al-Baqarah (2): 43 :
Artinya : Dan Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku.
Pada ayat di atas mengandung taqdim dan takhir, dimana kata shalat didahulukan pengucapannya karena lebih diprioritaskan. Imam Fakhr al-Razi menjelaskan bahwa mendahulukan shalat pada ayat ini, karena shalat adalah ibadah badaniyah yang paling mulia, dan zakat merupakan ibadah yang paling mulia pada harta. Quraish Shihab menjelaskan dalam tafsirnya “al-Misbah” bahwa dua kewajiban pokok itu merupakan pertanda hubungan harmonis, dimana shalat merupakan hubungan harmonis secara vertical (antara manusia dengan Allah), dan zakat merupakan hubungan harmonis secara horizontal (hubungan sesama manusia). Keduanya sama pentingnya akan tetapi shalat tentunya lebih didahulukan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Jalal al-Din al-Suyuthi, Al-Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an. Terj. Samudrah Ulumul Qur’an oleh Farikh Marzuki Ammar, LC dan Imam Fauzi Ja’iz LC, Jilid 3. (Cet. I; Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 2007). ‘Abd al-Lah bin Muhammad bin ‘Abd al-Rahman bin Ishaq Ali al-Syaikh, Lubab al-Tafsir min Ibn Ka|ir: Terj. Tafsir Ibn Kas|ir oleh M.Abdul G|affar E.M & Abu Ihsan al-As|ari, Jilid 6. (Cet. V; Bogor: Pustaka Imam al-Syafi’i, 2008). Abu Ja’far Muhammad Ibn abu Jarir al-Thabari,Tafsir al-Thabari: Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil al-Qur’an, dalam Maktabah Syamilah, Ver.2 [CD.ROM]. Fakhr al-Razi, Mafatih al-Gaib, dalam Maktabah Syamilah (CD.ROM). M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, vol. 1 (Cet.I; Ciputat: Lentera Hati, 2000).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar