Skip to main content

Perbedaan Kodifikasi Al-Quran pada masa Abu Bakar dan Usman ra.

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: September 14, 2011

Rasulullah saw berpulang ke rahmatullah, setelah beliau selesai menyampaikan risalah dan menyampaikan amanat serta memberi petunjuk kepada umatnya untuk menjalankan agama yang lurus. Setelah beliau wafat, kepemimpinan di pegang oleh Abu Bakar ra. Pada masa pemerintahannya, banyak menghadapi malapetaka, berbagai kesulitan dan problem yang rumit, di antaranya memerangi orang-orang yang murtad yang ada di kalangan orang-orang Islam serta memerangi pengikut Musailamah al-Kadzdzab.
Abu Bakar as Shadiq ra memodifikasi al-Quran seusai perang Yamamah, tahun ke-2 H, perang antara muslimin dan kaum murtad (pengikut Musailamatul-Kadzdzab) dimana 70 orang huffaz ternama yang gugur. Melihat kenyataan itu Umar bin Khattab ra. Merasa sangat khawatir, lalu mengusulkan supaya diambil langkah untuk kodefikasi al-Quran. Pada awalnya, Abu Bakar ramerasa ragu, namun setelah dijelaskan oleh Umar bin Khattab ra. tentang Nilai-nilai positifnya, ia menerima usul tersebut. Dan Allah melapangkan dada Abu Bakar rauntuk melaksanakan  tugas yang muliah itu. Ia mengutus Zaid bin Tsabit dan menyuruhnya agar segera menangani dan mengumpulkan al-Quran dalam satu mushaf. Mula-mula Zaid pun merasa ragu, kemudian ia pun dilapangkan Allah sebagaimana halnya Abu Bakar ra dan Umar bin Khattab ra.
Bukhari telah meriwayatkan dalam sahih-nya tentang kisa pengumpulan al-Quran ini:
“Demi Zaid bin Tsabit ra. Bahwa ia berkata,”Abu Bakar ra mengirimkan berita kepadaku tentang korban pertempuran Yamamah, yang di antaranya adalah 70 orang penghapal al-Quran. Pada saat itu Umar bin Khattab ra. berada di samping Abu Bakar ra. Kemudian Abu Bakar ra mengatakan, sesungguhnya pertumpahan darah pada pertempuran Yamamah banyak merenggut  nyawa para penghapal al-Quran. Aku khawatir gugurnya para penghapal al-Quran akan menghilangkan al-Quran yang terkumpul di dada mereka. Aku berpendapat agar Engkau memerintahkan seseorang untuk mengumpulkan al-Quran. Aku (Abu Bakar ra) menjawab, bagaimana aku harus melaksanakan suatu perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasul saw. Umar bin Khattab ra. menjawab, “Demi Allah, perbuatan tersebut adalah baik, ia berulang kali mengucapkannya sehingga Allah melapangkan dadaku sebagaimana Ia melapangkan dada Umar bin Khattab ra.. Dalam hal itu aku sependapat dengan  Umar bin Khattab ra. Kemudian, Abu Bakar ra berkata kepada Zaid, “Engkau adalah seorang pemuda yang tangkas, aku tidak meragukan kemampuanmu. Engkau adalah Penulis Wahyu dari Rasulullah saw. Oleh karena itu, telitilah al-Quran dan kumpulkanlah…! Zaid menjawab, “Demi Allah andaikata aku dibebani tugas untuk memindahkan gunung, tidaklah akan berat bagiku jika dibandingkan dengan tugas yang dibebankan kepadaku ini…”Aku mengatakan, “Bagaimana anda berdua akan melakukan pekerjaan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw?”Abu Bakar r.a menjawab, “Demi Allah, hal ini adalah baik.” Dan ia mengulanginya berulang kali sampai aku dilapangkan  dada Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab ra.. Selanjutnyan, aku meneliti dan mengumpulkan al-Quran dari kepingan batu, pelepah kurma dan dari sahabat-sahabat yang hafal al-Quran, sampai akhirnya aku mendapatkan akhir surat at-Taubah dari Abu Khuzaimah Al-Anshari yang tidak terdapat pada yang lainya.
Perintah kodifiksi al-Quran oleh Abu Bakar r.a selesai di laksankan  dalam waktu satu tahun. Zaid menerima  perintah beberapa saat setelah berakhirnya perang Yamamah dan rampung beberapa waktu menjelang wafatnya Abu Bakar ra. Kalau direnungkan betapa cepat Zaid menghimpun ayat-ayat  dari berbagai macam lembaran, dari pelepah kurma dan lain sebagainya, dan hasil kodifikasi Zaid berada di tangan Abu Bakar ra  sampai beliau wafat. Kemudian pindah ke tangan Umar bin Khattab ra. sampai khalifah ke tiga. Dan setelah Umar bin Khattab ra. wafat mushaf disimpan Hafhsah binti Umar. Dan bukan berpindah ke tangan Khalifah Usman  bin Affan ra.
Tentang penamaan al-Quran dengan mushaf timbul pada masa khalifah Abu Bakar r.a., Ibnu Asytahdi dalam al-mashahifmengetengahkan sebuah hadis berasal dari Musa bin Uqbah dan Musa menerimanya dari Ibnu Syihab yang mengatakan sebagai berikut: “Setelah al-Quran di kodifikasikan dan ditulis pada kertas, Abu Bakar ra berkata kepada para sahabat” carikanlah nama baginya’. Ketika itu ada yang mengusul nama as-sifr, tetapi Abu Bakar r.a menjawab: itu nama yang biasa dipakai orang-orang Yahudi’. Mereka tidak menyukai nama itu. Ada lagi yang mengusulkan nama al-Mushaf  karena orang-orang Habasyah menamai hal yang serupa dengan mushaf. Akhirnya semua sepakat menamai al-Quran dengan mushaf.
Lembaran-lembaran yang dikumpulkan pada masa Abu Bakar ra memiliki beberapa keistimewaan yang terpenting:
1. Diperoleh dari hasil penelitian yang sangat mendatail dan kemantapan yang sempurna .
2. Yang tercatat dalam mushaf hanyalah bacaan yang pasti, tidak ada nasakh bacaanya.
3. Ijma umat terhadap mushaf tersebut secara mutawatir
4. Mushaf mencakup qiraat sab’ah yang dinukil berdasarkan riwayat yang  sahih.
Kodifikasi al-Quran pada masa Usman ra
Ketika Utsman ra memegang kekhalifahan, dan para sahabat berpencar di berbagai Negara dan masing-masing membawa bacaan (al-qira’ah) yang di dengarnya dari rasulullah saw, serta di antara mereka ada yang memiliki bacaan yang tidak dimikliki oleh lainya, orang-orang berbeda pendapat dalam bacaan. Setiap pembaca (qari) mengunggulkan bacaan (qiraat)-nya dan menyalahkan bacaan qari lainya sehingga permasalahan tersebut menjadi besar, dan perselisihan pun semakin memuncak. Kenyataan ini mengejutkan Usman ra, dan dia merasa khawatir  bahwa akibat dari perslisihan yang memburuk ini akan mengurangi keyakinan terhadap al-Quran al-Karim dan bacaanya yang telah pasti, dan merupakan dasar pegangan kaum muslimin, serta simbol kesatuan mereka yang agung.  Ibnu Abi Daud telah meriwayatkan dalam kitab al-Mashahifdari jalur Abu Qilabah, dia berkata, “Ketika Usman memegang kekhalifahan, seseorang yang mengetahui bacaan mengajarkannya kepada orang lain, dan orang yang diajaripun mengajarkan bacaanya kepada orang yang mengajarinya tadi. Kemudian terjadilah perselisihan bacaan di antara umat. Peristiwa tersebut diajukan kepada para pengajarnya sehingga sebagian mereka mengafirkan sebagian yang lainya. Berita tersebut sampai kepada Usman, dia pun berkata:
Sesudah beberapa tahun berlalu pemerintahan Usman timbullah beberapa penggerak yang menggerakkan para sahabat supaya meninjau kembali shuhuf-shuhuf yang telah di tulis oleh Zaid bin Tsabit. Dan semakin meluasnya daerah kekuasaan islam pada masa Usman membuat perbedaan yang cukup mendasar dibandingkan dengan pada masa Abu Bakar ra, latar belakang pengumpulan al-Quran di masa Usman ra. Adalah karena beberapa hal yang berbeda dengan factor yang ada pad masa Abu Bakar ra.
Perkataan Usman tersebut menjadi kenyataan tatkala Hudzaifah ibnu al-Yaman datang mengabarinya mengenai perselisihan bacaan yang terjadi antara penduduk syam dan penduduk irak dalam perang Armenia. Peristiwa ini mengejutkannya. Lalu dia bermusyawarah dengan para sahabat mengenai apa yang seharusnya dilakukan. Kemudian Usman dan para sahabat bersepakat untuk menyatukan manusia pada satu mushaf agar tidak terjadi perselisihan dan pertentangan  dalam masalah bacaan tersebut. Kemudian Usman menulis surat kepada Hafshah ra. agar dia mengirimkan lembaran yang telah di tulis pada masa Abu Bakar ra, yang setelah kematianya berpindah ke tangan Umar bin Khattab ra., kemudian ke tangan  Hafshah untuk dijadikan pijakan dalam mengumpulkan al-Quran. Hal ini di harapkan dapat mengurangi perslisihan dan perbedaan paham. Kemudian Usman  menugaskan Zaid ibn Tsabit, Abbdullah Ibn Zubair, Sa’id ibn Al ‘Ash dan ‘Abd Ar-Rahman ibn, Al-Harits ibn Hisyam untuk menulis atau menyalin lembaran tersebut ke dalam mushaf-mushaf.
Penduduk syam membaca al-Quran mengikuti bacaan Ubay ibn ka’ab, penduduk kufah megikuti bacaan Abdullah ibn mas’ud, Penduduk Bashrah memegang teguh qiraat yang mereka terima dari  Abu musa Al-Asy’ari. Mushafnya dinamai Lubabul Qulub. Perselisihan-perselisihan itulah yang disampaikan kepada Usman yang menyebabkan beliau menyuruh menyalin mushaf al-Imam dan mengirim ke Mekkah, Kufah, Bashrah dan Syam (Suria) sedangkan aslinya di tangan Usman sendiri.
Naskhah-naskhah yang dikirim Usman itu umat Islam menyalin al-Quran untuk mereka masing-masing  dengan sangat hati-hati, hemat dan cermat. Abdul Aziz ibn Marwan Gubernur Mesir, setelah menulis mushafnya, menyuru orang memeriksa seraya berkata: “Barang siapa dapat menunjukan barang sesuatu kesalahan dalam salinan ini, diberikan kepadanya seekor Kuda dan 30 dinar”. Di antara yang memeriksa itu ada seorang Qori yang dapat menunjukkan suatu kesalahan, yaitu perkataan Naj’ah, pada hal yang sebenarnya na’jah.
Pengumpulan al-Quran pada masa Usman memiliki kelebihan sebagai berikut:
Di dalam pengumpulan tersebut ada pembatasan pada satu huruf (bahasa), yaitu bahasa quraisy. Di dalam pengumpulan tersebut ada pembatasan pada bacaan yang didasarkan pada riwayat-riwayat yang mutawatir dan bacaan yang telah dianggap tetap (settle) dalam penyajian yang terakhir, dan bukan ayat yang mereka tulis berdasarkan riwayat ahad, dan tidak pula ayat yang telah dihapus bacaan-nya; Tertib (susunan) ayat-ayat dan surat-suratnya sebagaimana tertib yang dikenal sekarang. Di dalam pengumpulan tersebut terjadi penanggalan titik dan syakal dan sesuatu yang bukan termasuk al-Quran, berbeda dengan tulisan yang dimiliki oleh sebagian sahabat yang memuat  sebagian penakwilan dan penafsiran-penafsiran terhadap sebagian lafazhnya.
Perbedaan antara mushaf Abu Bakar ra dan Mushaf Usman
Pengumpulan Mushaf pada masa Abu Bakar ra adalah bentuk pemindahan dan penulisannya al-Quran ke dalam satu Mushaf yang ayat-ayatnya sudah tersusun, berasal dari tulisan yang terkumpul dari kepingan-kepingan  batu, pelepah kurma dan  kulit-kulit binatang. Adapun latar belakangnya karena banyak Huffaz yang gugur.
Pengumpulan Mushaf pada masa Usman bin Affan adalah menyalin kembali Mushaf yang telah tersusun pada masa Abu Bakar ra, dengan tujuan untuk di kirimkan ke seluruh Negara islam. Latar belakangnya  adalah perbedaan dalam hal membaca al-Quran.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
As-Shalih, Subhi, Mabahits Fi Ulumil-Quran, diterjemahkan oleh: Tim Pustaka Firdaus dengan Judul: Membahas Ilmu-ilmu al-Quran, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995. Abu Syuhbah, Muhammad bin Muhammad. Al-Madkhal Li Dirasah Al-Quran Al-Karim, Mesir: Kairo; Maktabah As-Sunnah, 1992, penerjemah oleh Taufiqurrahman dengan judul; Studi Ulumul Quran Telaah Atas Mushaf Utsmani. Bandung: CV Pustaka Setia, 2003. Ali-Ash-Shabuni, Muhammad. At-tibyaan Fii Uluumil Quran, Demaskus:Maktabah Al-Ghazali, 1991 Penerjemah, Aminuddin, H. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999. Ash, Shiddieqy, Hasbi M. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Quran/ Tafsir. 14. Jakarta: Bulan bintang 1992. Ash Shiddieqy, Muhammad,Teungku. Ilmu-ilmu Al-Quran Ilmu-ilmu Pokok Dalam Menafsirkan Al-Quran, Semarang: Pustaka Rizki Putra) 2002. Al-Suyuthi, Abdul-Rahman Jalaluddin, al-Itqan Fi  Ulum al-Quran, Kairo: Dar  al-Gad al-jadid. Hasanuddin. Anatomi al-Qur’an  Perbedaan Qira’at dan Pengaruhnya terhadap Istimbath Hukum dalam al-Quran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada), 1995. Ahmad Rofi’i, Syadali Ahmad.  Ulumul Quran II, Bandung;  CV Pustaka Setia, 1997. Al-Qattan, Mnna’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran, Jakarta:Pustaka Litera Antar Nusa, 2004. Ahmad Warson, Munawir, Kamus Al-Munawwir, Yogyakarta: t.tp), 1954. Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya (Transileterasi Model perbaris) Al-Bayan, Semarang: CV Asy Syifah’, 2001. Nur Kholif Hazim, Kamus Lengkap Bahasa Indonseia Super Baru, .Surabaya: Penerbit Terbit terang. 1994.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar