Mengenal Metode Tafsir Birra'yi
Pada: September 14, 2011
Berdasarkan etimologi, Ra’yi berarti keyakinan (I'tiqad), dan Ijtihad. Ra’yi dalam terminologi tafsir adalah Ijtihad. Sedangkan menurut terminologi sebagaimana didefinisikan oleh Manna Qathan, ialah:
التفسير بالرأى هو ما يعتمد فيه المفسر فى بيان المعنى على فهمه الخاص واستنباطه بالرأي المجرد-وليس منه الفهم الذى يتفق مع روح الشريعة“Tafsir Birra’yi ialah tafsir yang didalam menjelaskan maknanya mufassir hanya berpegang pada pemahaman sendiri dan penyimpulan (istinbath) yang didasarkan pada ra’yu semata yakni bukan pemahaman yang sesuai dengan ruh syari’ah.”
Dengan demikian, tafsir birra’yi sebagaimana didefinisikan Husen Adz-dzahabi adalah tafsir yang penjelasannya diambil berdasarkan ijtihad dan pemikiran mufassir yang telah mengetahui bahasa arab dan metodenya, dalil hukum yang ditunjukkan, serta problema penafsiran seperti asbab an-nuzul, nasakh-mansukh, dan sebagainya.
Al-farmawi mendefinisikan tafsir birra’yi sebagai penafsiran al-Qur’an dengan ijtihad setelah mufassir yang bersangkutan mengetahui metode yang digunakan orang-orang arab ketika berbicara dan ia pun mengetahui kosakata Arab beserta muatan artinya.
Sebab Munculnya Tafsir Birra’yi
Tafsir birra’yi muncul sebagai corak penafsiran setelah tafsir bilma’tsur muncul, walaupun sebelum itu ra’yu dalam pengertian akal sudah digunakan para sahabat ketika menafsirkan al-Qur’an. Apalagi kalau kita menilik bahwa salah satu sumber penafsiran pada masa sahabat adalah ijtihad.
Di antara sebab yang memicu kemunculan corak tafsir birra’yi adalah semakin majunya ilmu-ilmu keislaman yang diwarnai dengan kemunculan ragam disiplin ilmu, karya-karya para ulama, berbagai metode penafsiran, dan pakar-pakar di bidangnya masing-masing. Akibatnya, karya tafsir seorang mufassir sangat diwarnai oleh latar belakang ilmu yang dikuasainya. Di antara mereka, ada yang lebih menekankan telaah balaghah seperti az-Zamakhsyari, telaah hukum-hukum syara’ seperti al-Qurthubi, telaah keistimewaan bahasa, seperti as-Su’ud, atau qira’ah, seperti an-Naisaburi dan an-Nasafi, telaah madzhab-madzhab kalam dan filsafat, seperti ar-Razi dan telaah lainnya.
Hal tersebut dapat dipahami sebab disamping sebagai seorang mufassir, seseorang dapat saja ahli dalam bidang fiqh, bahasa filsafat, astronomi, kedokteran, atau kalam.
Kemunculan tafsir birra’yi dipicu pula oleh hasil interaksi ummat Islam dengan peradaban Yunani yang banyak menggunakan akal. Oleh karena itu, dalam tafsir birra’yi, peranan akal sangat dominan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, CV. Pustaka Setia: Bandung, 2004. Manna Khalil Qathan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, Mansyuratul Ishril Hadist, Riyadl, 1973. Al-Farmawy, Abd Al-Hayy, Al-Bidayah fi a-Tafsir al-Maudhu’i, Maktabah al-Jumhuriyyah, Mesir, tt.