Skip to main content

Penelitian Agama

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 30, 2010

Penelitian Agama dengan Pendekatan Sosiologi
Agama disamping sebagai sebuah keyakinan (belief), juga sebuah gejala sosial. Artinya, agama yang dianut melahirkan berbagai perilaku sosial, yakni perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah kehidupan bersama. Kadang-kadang perilaku tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Norma-norma dan niali-nilai agama diduga sangat berpengaruh terhadap perilaku sosial.
Selain itu para ilmuan beranggapan bahwa agama juga merupakan objek kajian atau penelitian agama, karena agama merupakan bagian dari kehidupan sosial cultural. Jadi, penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti wahyu, melainkan meneliti manusia yang menghayati, meyakini dan memperoleh pengaruh dari agama.
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara membentuknya dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup ini serta pula kepercayaannya, keyakinan yang member sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.
Sementara itu Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan yang membatasi dirri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyengkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Di dalam ilmu ini juga dibahas tentang proses-proses sosial, mengingat bahwa pengetahuan perihal struktur masyarakat saja belum cukup untuk memperoleh gambaran yang nyata mengenai terjadinya proses tersebut.
Sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian dapat dimengerti, karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat apabila menggunkan jasa bantuan dari ilmu sosiologi. Dalam agama Islam dapat dijumpai peritiwa Nabi Yusuf yang dahulu budak lalu akhirnya bisa menjadi penguasa di Mesir. Mengapa dalam melaksanakan tugasnya Nabi Musa harus dibantu oleh nabi Harun, dan masih banyak contoh lain. Beberapa perstiwa tersebut baru dapat dijawab dan sekaligus dapat ditemukan hikmahnya dengan bantuan ilmu social. Tanpa ilmu sosial peristiwa-peristiwa tersebut sulit dijelaskan dan sulit dipahami maksudnya. Disinilah letak sosiologi sebagai salah satu alat dalam memahami ajaran agama.
Penelitian Agama dengan Pendekatan Antropologi
Para ahli-ahli ilmu sosial, khususnya sosiologi dan antropologi, telah mencoba untuk mengkaji agama sesuai dengan pendekatan masing-masing. Kajian-kajian tersebut dilakukan dengan upaya memahami makna dan hakikat agama itu sendiri bagi kehidupan manusia. Diantara usaha yang dilakukan oleh ahli antropologi untuk dapat memahami hakikat agama bagi kehidupan manusia sejumlah tulisan telah diterbitkan diantaranya Geertz (1966), Lessa dan Vogt (1972), dan Roberston (1972). Kajian-kajian mereka dapat digunakan sebagai acuan bgi pendekatan dalam penelitian agama yang bercorak empiris.
Pendekatan yang digunaka oleh ahli antopologi dalam meneliti wacana keagamaan adalah pendekatan budaya. Yaitu melihat agama sebagai inti kebudayaan. Nilai-nilai keagamaan tersebut terwujud dalam kehidupan manusia. Kajian Geertz mengenai agama abangan, santri dan priyayi adalah mengenai variasi-variasi keyakinan-keyakinan agama dalam kehidupan masyarakat jawa dengan konsep lingkungan hidup dan kebudayaan masing-masing, bukannya kajian mengenai teori agama.
Yang menjadi fokus penelitian dengan pendekatan antropologi agama secara umum adalah menkaji agama sebagai ungkapan kebutuhan makhluk budaya yang meliputi: (1) pola-pola keberagamaan manusia, dari perilaku bentuk-bentuk agama primitive yang mengedepankan magic, mitos, animism, totemisme, paganisme pemujaan terhadap roh, dan polyteisme, sampai pola keberagamaan masyarakat industry yang mengedepankan rasionalitas dan keyakinan monoteisme; (2) agama dan pengungkapannya dalam bentuk mitos, simbol-simbol, ritus, tarian ritual, upacara pengorbanan, semedi, selamatan; (3) pengalaman religius, yang meliputi meditasi, doa, mistisme, sufisme.
Penelitian Agama dengan Pendekatan Psikologis
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, bahwa perilaku seseorang yang Nampak lahiriyah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling mengucapkan salam, hormat kepada orang tua, kepada guru, menutup aurat dan rela berkorban untuk benaran dan sebagainya merupkan gejala-gejala keagamaan yang dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama. Ilmu jiwa agama sebagaimana dikemukkan oleh Zakiah Daradjat tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
Dalam ajaran agama banyak kita jumpai istilah-istilah yang menggambarkan sikap batin seseorang. Misalnya sikap beriman dan bertaqwa kepada Allah, sebagai orang yang shaleh, orang berbuat baik, orang yang sidik (jujur) dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan agama.
Paul E. Johnson secara lebih rinci mengemukakan focus penelitian psikologi aagama meliputi aspek kejiwaan tentang (1) pengalaman kegamaan, yaitu kondisi jiwa (pikiran, perasaan, emosi ketika berdoa, beribadat, upacara-upacara keagamaan meditasi, tasawuf kaum sufi, berkorban dan lain-lain; (2) pertumbuhan beragama, kondisi jiwa keberagamaan pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa; (3) konversi agama, yaitu factor-faktor kejiwaan seseorang tatkala memutuskan untuk pindah agama, kondisi kejiwaan dalam kehidupan keagamaan yang baru, psikologi para muallaf, krisis dan konflik kejiwaan, pertentangan dan kelangsungannya; (4) doa dan kebaktian, yaitu bagaimana kondisi kejiwaan seseorang yang mengharuskan ia melakukan doa dan kebaktian serta bagaimana yang bersangkutan memaknai kegiatan tersebut; (5) upacara keagamaan; (6) situasi jiwa orang beriman dan orang yang ragu-ragu; (7) perilaku beragama, misalnya apakah seseorang beragama itu secara instrinsik dan ekstrinsik, atau atas dasar kesadaran syariah atau kesadaran spiritual; (8) agama dan kesehatan jiwa yang meliputi kondisi kejiwaan pada umumnya, fgaktor emosi, penyembuhan spiritual, terapi agama; (9) panggilan beragama dan (10) komunitas agama.
Penelitian Agama dengan Pendekatan Filsafat
Berfikir secara filosofis tersebut selanjutnya dapat digunakan dalam memahami ajaran agama, dengan maksud agar hikmah, hakikat atau inti dari ajaran agama dapat dimengerti dan dapat dipahami secara saksama. Pendekatan filosofis semacam ini sebenarnya sudah banyak dilakukan oleh ahli. Kita misalnya membaca buku Hikmah al-Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhammad al-Jurjawi. Dalam buku tersebut berupaya mengungkap hikmah yang terdapat dibalik ajaran-ajaran agama islam. Ajaran agama misalnya mengajarkan agar melaksanakan shalat berjama’ah. Tujuanya antara lain agar seseorang merasakan hikmahnya hidup secara berdampingan dengan orang lain. Dengan mengajarkan puasa agar seseorang dapat merasakan lapar yang selanjutnya menimbulkan rasa iba kepada sesame yang hidup serba kekuarangan.
Karena pentingnya pendekatan filosofis ini, maka kita menjumpai bahwa filsafat telah digunakan untuk memahami berbagai bidang lainnya selain agama. Kita misalnya membaca adanya filsafat hukum islam, filsafat sejarah, filsafat kebudayaan, filsafat ekonomi dan lain sebagainya.
Pendekatan filosofis yang bercorak perennialis ini, walaupun secara teoritis memberikan harapam dan kesejukan, namun belum secara luas dipahami dan diterima kecuali oleh sekelompok kecil saja. Menurut Nasr, mengapa hanya oleh segelintir orang, jawabannya bisa dicari dalam hakikat filsafat perennial itu sendiri. Untuk mengetahui aliran ini, seorang sarjana tidak cukup hanya mengabdikan pikirannya saja, melainkan seluruh hidupnya. Ia menuntut suatu penghayatan total, bukan sebatas studi akademis terhadap persoalan agama. Bagi aliran ini studi agama dan agama-agama adalah aktivitas keagamaan itu sendiri, dan mempunyai makna keagamaan. Semua studi agama hanya bermakna kalau ia memiliki makna keagamaan.
Islam sebagai agama yang banyak penganutnya mempergunakan akal pikiran sudah dapat dipastikan sangat memerlukan pendekatan filosofis dalam memahami ajaran agamanya. Namun demikian pendekatan seperti ini masih belum diterima secara merata terutama oleh kaum tradisionalis formalistis yang cenderung memahami agama terbatas pada ketetapan melaksanakan aturan-aturan formalistic dari pengalaman agama.
Referensi Makalah®
*Berbagai sumber
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar