Skip to main content

Konsep Rububiyyah dalam al-Quran

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 30, 2011

Secara redaksional, term rubūbiyyah tidak ditemukan di dalam ayat-ayat al-Quran. Namun term-term yang sepadan tertulis di dalam banyak ayat. Term-term yang dimaksud adalah misalnya, rabbāniy (yīn-yūn). Term rubūbiyyah dan rabbāni berakar kata dari rabb dan kata rabb itu sendiri dengan segala derivasinya terulang sebanyak 872 kali dalam al-Quran.
Ibn Manzūr mengemukakan bahwa kata al-rabb dapat pula berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, memelihara, menjaga. Hal yang sama, juga dikemukakan oleh Louis Ma’luf bahwa rabb adalah memelihara, memiliki, memperbaiki, menambah, mengumpulkan dan memperindah.
Kata rabb, biasa dipakai sebagai salah satu nama Tuhan, karena Tuhanlah yang secara hakiki sebagai pemelihara, pendidik, pengasuh, pengatur, dan yang menumbuhkan makhluk-Nya. Oleh sebab itu, kata tersebut biasa diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kata “Tuhan”.
Dalam pandagan Harifuddin Cawidu, kalimat Lā Ilāha Illa Allāh tersebut merupakan revolusi terhadap kemapanan akidah syirik dan kufur, juga revolusi terhadap kemapanan akidah anthroporpisme; dan revolusi terhadap bentuk distorsi akidah monoteisme. Karena itu, dapat dipahami bahwa kalimat tersebut sarat dengan muatan tauhid yang membersihkan segala bentuk kesyirikan.
Tauhid yang dimaksud di sini adalah percaya tentang wujud Tuhan Yang Esa, Yang tidak ada sekutu baginya, baik zat, sifat maupun perbuatan-Nya. Bagi Islam dan juga agama samawi lainnya, tauhid yang intinya adalah rubūbiyah merupakan ajaran pokok yang berfungsi sebagai fondasi, sekaligus sebagai acuan dari seluruh sistem kehidupan ummatnya. Karena itu, rubūbiyah dalam arti tauhid merupakan rukun iman pertama dari agama Islam. Rukun iman inilah yang menyebabkan penganut agama ini mempercayai bahwa Tuhan adalah segala-segala..
Sifat Rubūbiyyah Allah Menurut al-Quran
Pembicaraan tauhid yang menekankan tinjauan bahwa hanya Allah yang memberi segala nikmat dan rahmat kepada hamba-hamba-Nya disebut tauhid al-rubūbiyyah. Dalam pengertian ini, Allah swt adalah Zat yang memiliki dan menguasai segala sesuatu. Dia adalah Allah swt yang memberi segala kebutuhan dan kepentingan makhluk-Nya. Dialah yang memelihara manusia dan membimbing hamba-Nya agar mereka beramal shaleh.
Menurut al-Sa’di bahwa dari sejumlah ayat Al-Quran yang meng-informasikan sifat rubūbiyyah Allah, pada dasarnya Al-Quran menjelaskan, sasaran sifat Rubūbiyyah Allah terhadap hamba-hamba-Nya dapat dibagi dua, yaitu umum dan khusus.
Sifat Rubūbiyyah yang Umum
Sasaran sifat rubūbiyyah yang umum, menjangkau semua makhluk-Nya, baik taat maupun maupun jahat dan durhaka. Sifat tersebut bahkan menjangkau juga makhluk yang tidak mukallaf, seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Allah swt pemberi apa pun yang dibutuhkan makhluk untuk mempertahankan hidupnya dan menghasilkan kemanfaatn serta tujuan-tujuannya. Tegasnya, tak satu pun makhluk Allah dikecualikan untuk menerima dan mendapatkan anugerah dari sifat al-Rubūbiyyah yang umum.
Dalam pemahaman teologi Islam, Tuhanlah satu-satunya sebagai pencipta dan Ia menciptakan segala sesuatu di alam raya ini. Keesaan Tuhan dalam penciptaan-Nya, lebih jelas lagi dan dapat dipahami secara akurat, bila kita merujuk dalil, yang antara lain QS. al-Saffāt: 37/4-6
إِنَّ إِلَهَكُمْ لَوَاحِدٌ#رَبُّ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَرَبُّ الْمَشَارِق # إِنَّا زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِزِينَةٍ الْكَوَاكِبِ
(Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Esa. Tuhan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya dan Tuhan tempat-tempat terbit matahari. Sesungguhnya Kami telah menghias langit yang terdekat dengan hiasan, yaitu bintang-bintang.)
Ayat di atas, menegaskan tentang rubūbiyah dalam asrti keesaan-Nya yang secara umum tidak dapat disamai oleh makhluk selain-Nya. Hal ini terinterpretasi dalam klausa awal ayat yakni ‘إِنَّ إِلَهَكُمْ لَوَاحِدٌ , kemudian dari semua makhluk yang berada di alam ini adalah ciptaan-Nya. Bumi dibentangkan bagaikan di atas lantai, langit ditinggikan bagaikan atap, bintang-bintang dipasang bagaikan lampu yang bersinar, mutiara-mutiara tersimpan bagaikan-barang simpanan. Makhluk secara umum yang meliputi keragaman hasil ciptaan itu, merupakan kenyataan absolut, yang tercipta dari Allah swt yang Esa.
Bukti-bukti di atas, juga merupakan dalil wahdaniah yang juga termasuk sifat rubūbiyah, dimana tidak ada bilangan yang menyamai-Nya. Karena, apabila keberadaan Allah itu terbilang, niscaya tidak akan pernah ada makhluk. Akan tetapi, tidak adanya makhluk juga batal karena telah terwujud kenyataan.
Sifat Rubūbiyyah yang Khusus
Adapun sifat Rubūbiyyah Allah yang khusus, hanya diberikan kepada orang-orang yang dipilih dan menjadi wali-wali-Nya. mereka dibimbing Allah dengan wahyu atau ilham, diberi petunjuk untuk beriman dan tawfīq sebagai penyempurnaan iman. Mereka juga dilengkapi oleh Allah dengan bimbingan ke arah akhlak yang terpunji, dijauhkan dari perilaku tercela, dibekali berbagai kemudahan dalam melaksanakan urusan, dan dijauhkan oleh Allah dari berbagai kesulitan
Ayat-ayat al-Quran yang menyebutkan sifat Rubūbiyah Allah secara mutlak, tanpa dikaitkan dengan sesuatu yang diridhai Allah atau tanpa dikaitan dengan doa para nabi dan pengikut mereka, itu adalah sifat Rubūbiyyah dalam pengertian yang umum. Misalnya saja, Rabb al-‘Ālamīn dan atau Wa Huwa Rabb kulli syain, serta yang lainnya. Sebaliknya, jika al-Quran menyebut sifat tersebut dengan cara mengaitkan kepada sesuatu yang diridahi Allah atau kepada permohonan para nabi dan para pengikutnya, itu adalah sifat Rubūbiyyah dalam pengertiannya yang khusus.
Dari sisi lain, dapat pula dirumuskan bahwa al-Rabb merupakan sifat Rubūbiyyah Allah, menunjuk pada perbuatan-perbuatan-Nya sebagai pemilik, penguasa, pemelihara dan pembimbing. Sedangkan al-‘ubūdiyyah adalah sifat-sifat hamba dan perbuatnnya sebagai makhluk yang menerima semua pemberian tersebut.
Kepustakaan:
Muhammad Fu’ad ‘Abd. al-Bāqy, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāzh al-Qur’ān al-Karīm Bairūt: Dār al-Fikr, 1992. Jamāl al-Dīn Ibn Manzūr, Lisān al-‘Arab, jilid I Mesir: Dār al-Mishriyyah, t.th. Louis Ma’lūf, al-Munjid fī al-Lugah wa A’lām, Bairūt: Dār al-Masyriq, 1997. H. Abd. Muin Salim, al-Nahj al-Qawīm wa al-Shirāt al-Mustaqīm min Tafsīr al-Qur’ān al-Karīm; Sūrat al-Fātihah Ujungpandang: Syariah Press, 1995. Fakhr al-dīn al-Rāziy, al-tafsīr al-Kabīr, juz XXI, Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiah, 1990. Al-Rāghib al-Ashfahāni, Mufradāt Alfāzh al-Qur’ān, Damsyiq: Dār al-Qalam, 1992. H. Harifuddin Cawidu, Konsep Tauhid dalam Al-Quran dan Implikasinya terhadap Kehidupan Umat “Makalah” Disampaikan pada Acara Dies Natalis Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur’an Ujungpandang: STIQ, 1989. A. Hanafi, Theologi Islam, Jakarta: al-Husna, 1992. Mahmūd Syaltūth, Islām Aqīdah wa Syarī’ah, Lubnān: Dār Ihyā al-Turāś, t.th. Abd. Rahmān Ibn Nashir al-Sa’di, al-Qawāid al-Hisān li Tafsīr al-Qur’ān diterjemahkan oleh Abd. Rahman Dahlan dengan judul Kaidah-kaidah Penafsiran Al-Quran, Bandung: 1997. Muhammad Imarah, al-Islām wa al-Ta’addudiyah; al-Ikhtilāf wa al-tanawwu’ fi Ithār al-Wihdah, diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Kattanie dengan judul Islam dan Pluralitas; Perbedaan dan Kemajemukan dalam Bingkai Persatuan. Jakarta: Gema Insani Press, 1999. Departeman Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al-Qur’an, 1992.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar