Skip to main content

Dimensi Heuristik Tasawwuf dan Filsafat Syiah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: October 21, 2011

Diskursus pemikiran Syi`ah tentang tasawuf dan filsafat, ditelaah dan dikemas materialnya dari sisi heuristik, maka penulisan akan menguraikan secara singkat sebagai berikut:
Dalam dunia Syi`ah, sebagaimana dikemukakan pada awal bahwa, perkembangannya lebih mengacun pada masa kekuasaan Safawi. Kekuasaan ini mengalami perkembangan ilmu pengetahuan yang didasarkan pada doktrin Syi`ah. Realitas historis kehadiran rasawuf dalam dunia Islam umumnya, relatif progresif oleh karena secara normatif isyarat Al-Qur`an sangat jlas. Hanya tentu yang menimbulkan perbedaan adalah cara pandang orang terhadap term wahyu. Hal ini harus diakui sebagai sebuah kenyataan, untuk dijadikan indikasi bagi proyeksi intensitas tasawuf dalam Islam. Bahkan dari dimensi tasawuf Islam ini pula hadir analisis kritis dari orientalis seperti Louis Masignon, Nicholson, dan Henry Corbin, yang relatif intensif mengkaji tasawuf Islam.
Khususnya di dunia Syi`ah. Tasawuf lebih diperhadapkan dengan kepribadian Nabi, berikut menjadi guru para sufi kalangan Syi`ah adalah Imam Ali. Eksitensi Imam Ali menjadi spektrum tasawuf Syi`ah yang menurut Henry Corbin, sebagaimana dikutip Wahid Akhtar, “doktrin esoteris Syi`ah lebih menacu pada konsepsi imamah”. Doktrin tasawuf Syi`ah yang dipahami dari refleksi kema`shuman Imam Ali bin Abi Thalib, relatif sinergis oleh karena dimensi esoterisme Syi`ah juga berdasar pada konsepsi imamah tadi. Tidak untuk melakukan pembelaan terhadap Syi`ah, kaum Sunni juga tentu memahami aspek tasawuf Islam berdasarkan introdusir dari guru, yang tentu menjadi bagian dari kualitas keshalikan.
Selanutnya dalam konteks tasawuf juga di kalangan Syi`ah dikenal konsepsi `Irfan yang bermakna sofistikasi pada tingkat ma`rifat sosial. Artinya, dalam konteks pengamalan tasawufnya, kalangan Syi`ah tidak hanya terlena dengan aspek esoteris-metaphisik yang jump of visit to God. Indikasi `irfan dalam konteks tasawuf Syi`ah lebih diarahkan kepada salik untuk memperhatikan dimensi eksoterisnya, oleh karena refleksinya yang lebi bersifat sosiologis dari ekspresi akhlak. Artinya, `irfan merupakan akhlak praktis yang berdimensi sosial untuk dimanifestasikan dalam bentuk yang riil. Hal ini dalam dinamika kehidupan kelompok Syi`ah asimilatif denan kinerja sosial kemanusiaan yang pada akhirnya membantu seorang salik menuju Tuhannya.
Dimensi tasawuf dalam dunia Syi`ah lebih dikenal dalam konteks ekspresi sikap batin dalam bentuk yang praktis-asimilatif. Konsekuensinya, tasawuf dalam pemahaman Syi`ah lebih berfungsi untuk memberikan deskripsi eskatologis terhadap dimensi imamah yang di sebut niyabat al-imam. Konsepsi imam pengganti itu menjadi suatu bentuk dialektis dari proses pencapaian tingkat tetentu dalam maqam tasawuf Syi`ah. Bahkan melalui prinsip tasawuf yang relatif sama di kalangan Sunni, kelompok Syi`ah cukup memperhatikan aspek sosial yang hubungannnya dengan proses mendeskripsi kehidupan sosial dalam wacana religius.
Konsepsi tasawuf Syi`ah selalu terpusat pada stabilitas jiwa. Yang secara fungsional dapat menjadi garansi ketenangan batin, kemampuan melihat masa depan baik yang bersifat eskatologis, maupun yang bersifat nisbi keduniawian. Bahkan dalam konsepsi tasawuf Syi`ah, juga dikenal pengetahuan yang berasumsi pada kenikmatan duniawi dan kesenangan inderawi sebagai cara, dan bukan tujuan. Konsekuensi tujuannya adalah pencapaian moralitas dan perilaku Ilahiyah.
Deskripsi yang logis justru menempatkan fungsi tasawuf positif, sebagai konsekuensi logis dari memperoleh wajah Ilahi. Dan, karena tasawuf sebagai wacana menemui jalan kesenangan dan kenikmatan yang tidak hanya bersifat nisbi, akan tetapi bersifat perenis-escatology. Demikian pula pengalaman tasawuf bagi pengikut Syi`ah lebih berdimensi pembersihan jiwa, berikut petikan kesadaran dan kesungguhan yang sempurna dari Imam Khomeini:
"Saya mendengar ada beberapa orang yang disebut sebagai ahli ma`rifah (sufi) yang, setelah menjalani beberapa latihan (riyadhah), disesatkan oleh pemikiran yang salah tentang konsep-konsep mistik. Hati mereka menjadi tercemar, diri batin mereka diselimuti kegelapan, dan mereka menjadi lebih mementingkan diri-sendiri; dan karenanya, tiba-tiba mngeluarkan pernyataan-pernyataan yang aneh  dan tak wajar. Juga ada beberapa orang yang menjalani usaha-usaha untuk menjauhkan diri dari segala kebutuhan (asketisme), atau bergabung dengan suatu kelompok mistik untuk tujuan pensucian diri, namun hatinya mejadi lebih suram dan gelap. Kesalahan-kesalahan ini terjadi karena mereka tidak secara sungguh-sungguh dan cermat mengarahkan dirinya pada perjalanan suci menuju Allah, sehingga ma`rifat dan zuhd mereka diisi oleh Iblis dan ego mreka sendiri, yang mengakibatkan merka menjadi para pencari (sufi) yang bergerak menuju Iblis-iblis itu".
Sesungguhnya perkembangan tasawuf bagi kalangan Syi`ah relatif dianalisis berdasarkan logika formal mreka terhadap konteks. Indikasinya, dari deskripsi Khomeini tersebut, jelas memberikan pemahaman bahwa tasawuf yang direfleksikan secara personal sangat dipecundangi oleh iblis dan ego. Lebih dari itu, pernyataan yang aneh dari para sufi sangat dipengaruhi kondisi bathin yang diseliputi kegelapan dan lebih dipengaruhi oleh pengalaman batin yang subjektif.
Konsekuensi lain dari konsepsi tasawuf Syi`ah ini lebih mengacu kepada kesadaran dan kesungguhan paripurna, yang berimplikasi variatif terhadap praksis kehidupan. Pembelaan terhadap mustad`afin tidaklah kemudian dijadikan pedang legitimasi dan senjata apologi. Indikasi dasarnya dari konteks pemikiran yang diwarnai oleh kerangka filsafat, dan yang disebut inilah melahirkan konsepsi tasawuf falsafi.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
G.E. von Grunembaum, Classical Islam A Historys 600-1258AD, Chicago:  Aldine Publishing Company. Fazlur Rahman, Islam, Chicago: The University of Chicago Press, 1979.  W.M. Watt, Islamic Philosophy and Theology, Edinburgh: University of Edinburgh Press, 1972. Wahid Akhtar, Tashawwuf: the Meeting Point of Tasyayyu` and Tasannum, dimuat dalam Al-Tawhid,Vol.V No. 3 &4, Rajab-Dzulhijjah 1408 Maret-April 1988. Abdullah Hasan. Tasawuf: Titik Temu Sunnah Syi`ah, Jurnal Al-Hikmah No.2  Dzulhijjah 1410-Rabi`ul Awal 1411/Juli-Oktober 1990, Suwardjo Muthary, dari judul berbahasa Inggris, “An Introduction to `Irfan”, dalam Jurnal Al-Hikmah, No.5 Ramadhan-Dzulqa`idah 1412/Maret-Juni 1992. Riza Sihbudi, Dinamika Revolusi Iran, Bandung: Mizan, 1994. M.T. Ja`fari, Positive Mysticism,  Yuliani Liputo dan Zainal Abidin, dalam Jurnal Al-Hikmah No. 5 Ramadhan-Dzulqa`idah 1412H/Maret-Juni 1992. Muthahhari, Al-`Adalah Al-Ilahiy,a.b. Agus Efendi, Keadilan Ilahi atas Pandangan Dunia Islam, Bandung: Mizan, 1992. Imam Khomeini, Flight in The Heaven  diterbitkan oleh Organisasi Wanita Muslimah, Teheran, 1359/1980. S.H. Nasr, Knowledge and the Sacred, a.b. Suharsono.et.al, Pengetahuan dan Kesucian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar