Skip to main content

Pengertian dan Bentuk Lelang

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 07, 2013

Lelang termasuk salah satu bentuk jual beli, akan tetapi ada perbedaan secara umum. Jual beli ada hak memilih, boleh tukar menukar di muka umum dan sebaliknya, sedangkan lelang tidak ada hak memilih, tidak boleh tukar menukar di depan umum, dan pelaksanaannya dilakukan khusus di muka umum.
Jual beli menurut bahasa artinya menukarkan sesuatu. Jual beli dalam al-Quran merupakan bagian dari ungkapan perdagangan atau dapat juga disamakan dengan perdagangan. Pengungkapan perdagangan ini ditemui dalam tiga bentuk. Jual beli secara etimologis berarti pertukaran mutlak.
Jual beli adalah suatu bentuk perjanjian. Begitu pula dengan cara jual beli dengan sistem lelang yang dalam penjualan tersebut ada bentuk perjanjian yang akan menghasilkan kata sepakat antara pemilik barang maupun orang yang akan membeli barang tersebut, baik berupa harga yang ditentukan maupun kondisi barang yang diperdagangkan.
Secara Umum Lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan dengan harga yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat. Lebih jelasnya lelang menurut pengertian diatas adalah suatu bentuk penjualan barang didepan umum kepada penawar tertinggi. Namun akhirnya penjual akan menentukan, yang berhak membeli adalah yang mengajukan harga tertinggi. Lalu terjadi akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual.
Jual beli model lelang dalam hukum Islam adalah boleh mubah. Di dalam kitab Subulus salam disebutkan, ”Sesungguhnya tidak haram menjual barang kepada orang dengan adanya penambahan harga (lelang), dengan kesepakatan di antara semua pihak.
Menurut Ibnu Qudamah Ibnu Abdi Dar meriwayatkan adanya ijma’ kesepakatan ulama tentang bolehnya jual-beli secara lelang bahkan telah menjadi kebiasaan yang berlaku di pasar umat Islam pada masa lalu. Sebagaimana Umar bin Khathab juga pernah melakukannya demikian pula karena umat membutuhkan praktik lelang sebagai salah satu cara dalam jual beli.
Jual beli secara lelang tidak termasuk praktik riba meskipun ia dinamakan baiat muzayyadah dari kata ziyadah yang bermakna tambahan sebagaimana makna ri ba, namun pengertian tambahan di sini berbeda. Dalam muzayyadah yang bertambah adalah penawaran harga lebih dalam akad jual beli yang dilakukan oleh penjual atau bila lelang dilakukan oleh pembeli maka yang bertambah adalah penurunan tawaran. Sedangkan dalam praktik riba tambahan haram yang dimaksud adalah tambahan yang tidak diperjanjikan dimuka dalam akad pinjam-meminjam uang atau barang ribawi lainnya.
Lebih jelasnya, praktik penawaran sesuatu yang sudah ditawar orang lain dapat diklasifikasi menjadi tiga kategori: Pertama; Bila terdapat pernyataan eksplisit dari penjual persetujuan harga dari salah satu penawar, maka tidak diperkenankan bagi orang lain untuk menawarnya tanpa seizin penawar yang disetujui tawarannya. Kedua; Bila tidak ada indikasi persetujuan maupun penolakan tawaran dari penjual, maka tidak ada larangan syariat bagi orang lain untuk menawarnya maupun menaikkan tawaran pertama. Ketiga; Bila ada indikasi persetujuan dari penjual terhadap suatu penawaran meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, maka menurut Ibnu Qudamah tetap tidak diperkenankan untuk ditawar orang lain.
Syari’at tidak melarang segala jenis penawaran selagi tidak ada penawaran di atas penawaran orang lain ataupun menjual atas barang yang telah dijualkan pada orang lain.
Pada umumya lelang hanya ada dua macam yaitu lelang turun dan lelang naik. keduanya dapat dijelaskan sebagai berikut:
Lelang Turun
Lelang turun adalah suatu penawaran yang pada mulanya membuka lelang dengan harga tinggi, kemudian semakin turun sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan tawaran tertinggi yang disepakati penjual melalui juru lelang (auctioneer) sebagai kuasa si penjual untuk melakukan lelang, dan biasanya ditandai dengan ketukan.
Lelang Naik
Sedangkan penawaran barang tertentu kepada penawar yang pada mulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudian semakin naik sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan harga tertinggi, sebagaimana lelang ala Belanda (Dutch Auction) dan disebut dengan lelang naik.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Aiyub Ahmad, Fikih Lelang Perspektif Hukum Islam Dan Hukum Positif, Jakarta: (Kiswah, 2004). Mohd. Rifai, Ilmu Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: CV. Toha Putra, t.th). Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid IV, (Bandung, 2006). Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, (Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995). Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia. No. 304/KM K.01/2002). Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, (Beirut Libanon,1992).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar