Pengertian Pembuktian dalam Hukum
Pada: January 03, 2013
Menurut bahasa, pembuktian berasal dari kata “bukti”, yang berarti usaha menunjukkan benar atau salahnya terdakwa pada sidang pengadilan.
Dalam hukum positif, R. Subekti menjelaskan bahwa pembuktian adalah suatu daya upaya para pihak yang berperkara untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakannya di dalam suatu perkara yang sedang dipersengketakan di muka pengadilan atau yang diperiksa oleh hakim.
Sedangkan menurut R. Soepomo, pembuktian dalam arti yang luas yaitu membenarkan hubungan hukum atau memperkuat kesimpulan hakim dengan syarat-syarat bukti yang sah. Dalam arti yang terbatas pembuktian hanya diperlukan apabila apa yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah oleh tergugat. Apa yang tidak dibantah, tidak perlu diselidiki.
Pendapat-pendapat itu memberikan pengertian bahwa pembuktian merupakan usaha yang dilakukan oleh masing-masing pihak untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran suatu perkara yang diajukan dalam suatu sidang. Dengan demikian masing-masing pihak mempunyai hak yang sama dalam melaksanakan dan mencari kebenaran di muka hakim.
Pembuktian bertujuan untuk mendapatkan kebenaran suatu peristiwa atau hak yang diajukan kepada hakim. Para praktisi hukum membedakan tentang kebenaran yang dicari dalam hukum perdata dan hukum pidana. Dalam hukum perdata, kebenaran yang dicari oleh hakim adalah kebenaran formil, sedangkan dalam hukum pidana, kebenaran yang dicari oleh hakim adalah kebenaran materiil.
Dalam praktek peradilan, sebenarnya seorang hakim dituntut mencari kebenaran materiil terhadap perkara yang sedang diperiksanya, kerena tujuan pembuktian itu adalah untuk meyakinkan hakim atau memberikan kepastian kepada hakim tentang adanya peristiwa-peristiwa tertentu, sehingga hakim dalam mengkonstatir, mengkualifisir dan mengkonstituir serta mengambil keputusan berdasarkan kepada pembuktian tersebut. Kebenaran formil yang dicari oleh hakim dalam arti bahwa hakim tidak boleh melampaui batas-batas yang diajukan oleh pihak yang berperkara.
Sedang pembuktian menurut bahasa arab dan terkait dengan hukum islam, pembuktian disebut dengan al-bayyinah (hujah dan bukti). Sebagaimana firman Allah swt. dalam surat al-Hadid: 25
“Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul dengan membawa bukti-bukti.”
Juga hadis Rasulullah saw:
“Bukti itu bagi penggugat (penuntut) dan sumpah bagi yang mengingkari.”
Dari bunyi ayat al-Quran dan hadis tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa al-bayyinah pada dasarnya merupakan ungkapan bagi setiap apa dan siapa yang menerangkan hak (kebenaran). Oleh karena itu, pengertiannya lebih umum dari istilah fuqaha’ yang lebih menekankan maksud al-bayyinah sebagai saksi atau sumpah, seperti yang diungkapkan oleh Syekh Muhammad Sarbini al-Khatib dalam kitabnya Mughni al-Muhtaj.
Sedang Hasbi Ash Shiddieqy dalam bukunya Peradilan dan Hukum Acara Islam, mengartikan pembuktian dengan memberikan keterangan dan dalil hingga dapat meyakinkan. Di dalam bukunya yang lain, ia mengartikan pembuktian dengan segala apa yang dapat menampakkan kebenaran, baik berupa saksi atau yang lainnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989). Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir, (Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiah Keagamaan Ponpes al-Munawir, 1984). Imam Muhammad bin Ismail al-Amiri al-Yamaniy al-Shina’aniy, Subulus Salam Sarh Bulughul Maram min Jam’i Adilati al-Ahkam, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, t.th). Muhammad Sarbini al-Khatib, Mughni al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978). Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, al-Thuruq al-Hukmiyah fi al-Siyasah al-Syar’iah, (Kairo: al-Muassasah al-Arabiyah, 1975). Hasbi Ash-Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997). Hasbi Ash-Shiddieqy, Filsafat Hukum Islam, (Jakarta: CV. Bulan Bintang, 1975). R. Subekti, Hukum Pembuktian, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1995). R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1994).