Skip to main content

Pendapat Pakar tentang Dunia menurut Budha

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 09, 2013

Definisi dunia menurut Budha, berbeda dengan definisi dunia menurut Islam. Penulis kemukakan dari beberapa pendapat para ahli diantaranya :
Bhikkhu Budhadasa mendefinisikan dunia menurut Budha, yaitu;
Dalam agama Budha kata dunia mempunyai konotasi yang lebih luas dibandingkan dengan yang ada dalam penggunaan dalam bahasa sehari-hari. Kata dunia ini menunjukkan semua benda secara keseluruhan yaitu yang mengacu pada manusia, makhluk surgawi, dewa, hewan, penghuni neraka, dan alam kehidupan tertentu.
M. Masyhur Amin mendefinisikan dunia menurut budha, yaitu;
Ajaran sejati Budha menganjurkan orang agar membebaskan diri dari segala ikatan dan pengaruh duniawi serta kehidupan karena dunia dan segala macam kehidupan bagi jasmani maupun rohani adalah dukha atau penderitaan yang penuh dengan nafsu-nafsu duniawi seperti loba, marah, ketololan, kesalahpahaman, dan mementingkan diri sendiri.
Robert Bogoda mendefinisikan dunia menurut budha, yaitu;
Nilai duniawi yang keliru membawa orang tersesat dan membuat mereka menderita. Seorang Budha mengajarkan nilai-nilai otentik, nilai-nilai yang didasarkan pada kebenaran abadi. Nilai apapun yang menyimpang dari prinsip Dhamma sebagai norma umum adalah tidak berharga dan menyesatkan. Sementara orang yang diliputi pandangan salah akan tertipu oleh dunia, tetapi orang dengan pandangan benar akan segera menyadari kehampaan nilai-nilai duniawi.
Narada Mahathera mendefinisikan dunia menurut budha, yaitu;
Bagi seorang optimis dunia adalah benar-benar penuh mawar, sedangkan bagi seorang pesimistis dunia ini benar-benar penuh duri. Tetapi bagi seorang realis dunia ini tidak mutlak penuh duri. Hidup di dunia ini serba pincang. Ia tidak mutlak diliputi mawar, juga tidak seluruhnya berduri. Jadi dunia ini diliputi oleh mawar-mawar indah dan duri-duri tajam.
Phra. Acariya Thoon Khippanno mendefinisikan dunia menurut Budha, yaitu;
Semua keadaaan duniawi tidak kekal adanya. Setiap orang yang ada di dunia harus menanggung penderitaan. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang merupakan milik kita. Kita hanya bisa menggunakannya untuk sementara, dan kemudian meninggalkan harta kekayaan itu di dunia ketika kita pergi. Jika pikiran dipenuhi kebodohan batin dan melekat pada sensasi duniawi yang menyenangkan ia pasti menderita. Maka kita harus berusaha mencabut akar penderitaan dan kemelakatan terhadap kesenangan dari pikiran-pikiran kita.
Menurut ajaran Budha hidup di dunia selalu dalam keadaan dukha, dimana pengertian dukha dibedakan menjadi tiga macam:
Dukha sebagai derita biasa (dukha-dukha) yaitu segala macam derita yang dialami dalam hidup di dunia seperti dilahirkan, usia tua, berpisah dengan benda atau orang yang dikasihi.
Dukha sebagai akibat dari perubahan-perubahan (viparinamadukha) yaitu dukha yang terjadi akibat adanya perubahan baik yang bersifat fisik maupun mental. Pada hakikatnya, perubahan selalu terjadi akan dialami oleh manusia sehingga akan selalu mengalami dukha.
Dukha sebagai keadaan yang saling bergantung (sankaradukha) yaitu dukha yang terjadi akibat adanya hal-hal yang saling bergantungan.
K. Sri Dhammananda mendefinisikan dunia menurut budha, yaitu;
"Dunia sebagai sesuatu yang tidak memuaskan dan bersifat sementara, bukannya sesuatu yang buruk, sebagai suatu ketidaktahuan, dan bukannya sebagai sesuatu pemberontakan."
Dengan menggunakan beberapa pengertian tentang dunia maka penulis menarik suatu kesimpulan bahwa pengertian dunia menurut Budha, berkaitan erat dengan kehidupan manusia sehari-hari yang mengacu pada manusia, dewa, hewan, dan alam kehidupan tertentu. Oleh karena itu dunia dan segala macam kehidupan bagi jasmani maupun rohani adalah dukha atau penderitaan. Maka hanya dengan mengikuti ajaran Budha serta berusaha meninggalkan akar penderitaan dan kemelakatan terhadap kesenangan dari pikiran kita sehingga semua karma yang jahat bisa dibersihkan sehingga hidup di dunia yang penuh derita bisa diakhiri. Jadi semua nafsu duniawi tidak hanya menghanguskan diri manusia tetapi juga menjadi penyebab penderitaan lainnya yang membawa ke arah perbuatan jasmani yang salah, dan menimbulkan pemikiran yang keliru.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Bhikkhu Budhadasa, Buku Petunjuk bagi Umat Manusia, (Yayasan Penerbit Karaniya, t.tp, 2002). Masyhur Amin, Moralitas Pembangunan Perspektif Agama-agama di Indonesia, (LKPSM NU DIY, Yogyakarta, 1994). Robert Bogoda, Hidup Sederhana Hidup Bahagia, (Yayasan Penerbit Karaniya, t.tp, 2003). Narada Mahathera, Fakta Kehidupan, (Lembaran Khusus Agama Budha, Jakarta, 1989). Phra. Acariya Thoon Khippanno, Masuk ke Arus Dhamma, (Wisma Sambhodi, Klaten, 1992). Mukti Ali, Agama-agama di Dunia, (IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988). K. Sri Dhammananda, Ajaran Budha di Mata Cendekiawan, (Yayasan Penerbit Karaniya, ttpn, 2003).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar