Skip to main content

Locus Delicti dalam Hukum Pidana

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 15, 2013

Locus Delicti adalah tempat terjadinya suatu tindak pidana atau lokasi tempat kejadian perkara. Dalam istilah hukum Internasional, locus delicti adalah kewenangan yurisdiksi atau wilayah kewenangan peradilan.
Dalam KUHAP, pasal pasal 84 menjelaskan; locus delicti sebagai berikut:
Pasal (1) Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya. Pasal (2) Pengadilan negeri yang di dalam daerah hukumnya terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, di tempat ia diketemukan atau ditahan, hanya berwenang mengadili perkara terdakwa tersebut apabila tempat kediaman sebagian besar saksi yang dipanggil lebih dekat pada tempat pengadilan negeri itu daripada tempat kedudukan pengadilan negeri yang di dalam daerahnya tindak pidana itu dilakukan. (UU no 8 /1981 tentang KUHAP)
Locus Delicti berhubungan dengan Pasal 2-9 KUHP yaitu menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tindak pidana atau tidak. Selain itu, locus delicti juga akan menentukan pengadilan mana yang memiliki wewenang terhadap kasus tersebut dan ini berhubungan dengan kompetensi relative.
Ada beberapa teori untuk menentukan di mana tempat terjadinya perbuatan pidana yaitu teori mengenai tempat di mana perbuatan dilakukan secara personal, kedua adalah teori tentang instrument dan yang terakhir adalah teori tentang akibat.
Teori Perbuatan Dilakukan secara Personal
Yaitu tempat terjadinya perbuatan dalam teori ini adalah tempat di mana perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman dilakukan.
Menurut teori ini, jika seorang pelaku menikam korbannya di Jakarta, setelah terjadi penikaman tersebut si korban pulang ke Bogor dan di sana ia meninggal, maka meskipun akibatnya (matinya korban) terjadi di Bogor, yang dianggap sebagai tempat dilakukannya perbuatan adalah Jakarta.
Teori Instrument yang Digunakan
Yaitu tempat di mana alat atau instrument yang digunakan untuk melakukan kejahatan menimbulkan akibat.
Jika seorang pelaku mengirimkan makanan beracun dari Jakarta ke Bandung untuk seseorang, kemudian orang tersebut (korban) memakan makanan beracun tersebut dan ia mati maka, yang dianggap sebagai tempat terjadinya kejahatan adalah Bandung. Hal ini dikarenakan alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan (makanan beracun) menimbulkan akibat.
Teori Akibat
Menurut teori ini, yang dianggap sebagai tempat dilakukannya tindak pidana adalah tempat di mana suatu kejahatan menimbulkan akibat perbuatan. Dengan demikian, yang dianggap sebagai tempat terjadinya perbuatan dalam contoh pada point (a) adalah Bogor dikarenakan di tempat tersebut akibat dari perbuatan (penikaman) terjadi.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto UNDIP, 1990). Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Putra, 2000). Satochid Kartanegara, Hukum Pidana (t.tp. Balai Lektur Mahasisiwa, t.th).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar