Skip to main content

Sejarah Ekonomi Kerakyatan di Indonesia

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 05, 2012

Untuk memahami sejarah ekonomi kerakyatan di Indonesia harus mengetahui, bahwa penjajahan Belanda di Indonesia saat itu dan penjajahan bentuk apapun dibidang ekonomi berintikan modal kolonial (Kolonial Kapital) yang bermula dari kolonial VOC, Cultur Stelsel dan pelaksanaan undang-undang agraria yang diskriminatif sampai beroperasinya investasi swasta asing lainnya dari benua barat harus dihindarkan.
Sejarah munculnya ekonomi kerakyatan di Indonesia, diawali ketika Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada tahun 1799 gulung tikar semua kegiatannya, kemudian diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda dan sejak itu usahanya ditekankan pada eksploitasi ekonomi yang dibarengi penetrasi politik. Sampai dengan tahun 1930 pemerintah mencoba-coba jenis eksploitasi mana yang sesuai dan banyak menghasilkan keuntungan.
Hal ini berakibat diperkenalkan sistem administrasi dan birokrasi guna menunjang pemasukan uang melalui sistem sewa tanah, akan tetapi usaha ini mengalami kegagalan dan keuangan pemerintah habis untuk membiayai perang Diponegoro (1825-1830). Pada tahun tersebut pemerintah melaksanakan tanam paksa (Cultur Stelsel) dengan mengintensifkan sistem tradisional yang terdapat dalam ikatan feodal. Seiring dengan perubahan­perubahan yang terjadi setelah pertengahan abad XIX mendorong pemerintah untuk menyesuaikan perkembangan zaman, perluasan kepentingan ekonomi yang harus diiringi tambahan tenaga administrasi, pemerintahan militer dan lain-lain.
Namun dengan adanya perbedaan kondisi ekonomi negara-negara Eropa menyebabkan perbedaan pandangan terhadap fungsi koloni, bagi Inggris yang sudah berkembang industrinya memerlukan daerah jajahan untuk memasarkan barang industrinya, sebaliknya Belanda yang tidak mempunyai industri akan memanfaatkan daerah jajahan untuk dieksploitasi. Pada saat ini pemerintah mengusahakan beberapa jenis perkebunan yang hasilnya laku di pasar Eropa. Maka pada awal abad XX pemerintah menggantikannya dengan cara baru, yaitu politik balas budi (Politik Etis).
Sehingga untuk memahami ekonomi politik kolonial Belanda, hubungan Indonesia-Belanda pada saat itu perlu dijadikan dasar konsepnya, terutama mengenai perkembangan dan situasi ekonomi serta pasar Eropa, maka dari sini akan diperoleh kegiatan mengenai pola dan kecendrungan ekonomi politik kolonial Belanda.
Liberalisme yang berkembang di Eropa pada abad XIX yang kemudian dari ketekunan usaha itu mereka menghasilkan akumulasi kapital, selanjutnya kapitalisme itulah yang menimbulkan kolonialisme dan imprialisme yang ditentang kemudian oleh lahirnya sosialisme, aliran ini yang kemudian mengutuk semua bentuk politik imprialisme, karena dianggap sebagai alat kapitalisme.
Seiring dengan perjalanan sejarah tersebut, ratusan tahun sebelum masehi para cerdik pandai sudah mulai membahas berbagai masalah ekonomi. Namun demikian, cara pembahasan masalah-masalah ekonomi itu masih dilakukan secara insidentil dan lagi pula terlepas satu sama lain. Sebab ajaran­ajaran dalam bidang ekonomi pada waktu belum dapat merupakan suatu ilmu, pandangan orang atas masalah-masalah ekonomi yang dianggap penting dan prinsipil pada umumnya bersifat sosial etis pada permulaanya, untuk kemudian mengarah pada pandangan yang lebih bersifat ekonomis.
Penulisan masalah ekonomi yang bersifat ilmiah akhirnya memunculkan pembagian periodesasi dalam sejarah perekonomian, sebagaiman diuraikan oleh Sumitro Djojohadikusumo, membaginya atas zaman pra-klasik, zaman klasik dan madzab neo-klasik.
Usaha untuk mengubah landasan-landasan pokok sebagai soko guru dari ilmu ekonomi lama atau klasik itu sesungguhnya sudah dimulai sejak tahun 1920. Tetapi mulai tampak pada tahun 1930-an dan baru mencapai hasilnya pada sekitar tahun 1936, yakni pada saat Jhon Maynard Keynes mengeluarkan bukunya yang berjudul “The General Theory of Employment, Interest and Money”. Pada saat ini orang baru mengatakan ekonomi modern sebagai lawan ekonomi klasik telah dilahirkan dan sebagai bapak adalah Jhon Maynard Keynes (1883-1946) guru besar Cambridge Inggris.
Di Indonesia salah satu tokoh pelopor dan pembarunya adalah Bung Hatta, sebagaimana pada tahun 1933 ia sebagai salah seorang pendiri republik Indonesia menulis dengan judul “Ekonomi Rakyat dalam Bahaya”. Tulisan ini telah menjadi dasar konsep ekonomi kerakyatan sebagai tandingan untuk mengenyahkan sistem ekonomi kolonial Belanda yang didukung, dibantu oleh kaum aristokrat dalam sistem feodalisme didalam negeri dan pihak-pihak swasta asing tertentu sebagai komprador pihak kolonial Belanda, sehingga usaha untuk mengenyahkan sistem kolonial ini adalah landasan utama perjuangan Indonesia saat itu.
Maka agaknya tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa sistem ekonomi (yang berjiwa kerakyatan) tidak lahir dalam era reformasi akhir-akhir ini, apalagi di era rezim transisi sebelumnya, tetapi sudah sejak gerakan kemerdekaan dan kebangkitan nasional 1908 dan 1928, melalui pidato Bung Karno dan Bung Hatta pada saat memimpin perjuangan nasional melawan penjajah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Didin Hafifudin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press, 2002). Sritua Arief, Ekonomi Kerakyatan Indonesia (Mengenang Bung Hatta Bapak Ekonomi Kerakyatan Indonesia), (Surakarta: Muhammadiyah University Press. tt).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar