Skip to main content

Ghaib menurut Sufi

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 24, 2012

Ghaib menurut sufi berasal dari kata Ghaibah, yang berarti lenyap dari kepentingan (perasaan) dirinya karena adanya wujud yang lain yang ada bersama dirinya. Dan lawan katanya yaitu Tajalli (nampak secara nyata) dan Syuhud (terlihat ada) tajalli artinya terbuka selubung yang menutupi dirinya, dimana ketika hati seseorang menyaksikan Allah di dunia ini.
Ghaibah juga berarti lenyap dari kefanaan dan yang fana, dengan di saksikan yang kekal dan yang maha kekal. Kadangkala juga Ghaibahberarti lenyapnya hal-hal yang bermanfaat dan berbahaya (Mudharat) dari diri seeorang, tetapi bukan lenyap tersembunyi dan terhalang.
Sebagain dari para sufi mengatakan bahwa alam ghaib dinisbatkan dengan alam Malakut yaitu alam yang kasat mata (Alamul Hiss Was­syahadah) atau Batiniah. Dalam alam ini terdapat keajaiban-keajaiban yang amat mempesonakan yang akan membuat remehnya alam syahadah (alam lahiriah) di sampingnya. Alam malakut disebut juaga alam atas, alam ruhani, dan alam nurani (alam cahyani).
Dalam tasawuf dikenal dengan kata mukasyafah yaitu terbukanya tirai segala raharia-rahasia alam yang tersembunyi. Mukasyafah dapat dibagi menjadi dua yaitu: mukasyafahrububuiyah yaitu: terbukanaya tirai­tirai ke-Tuhanan. Dan mukasyafahghaibiyah yaitu terbukanya tirai-tirai rahasia selain Allah, yaitu segala sesuatu yang tidak bisa dijamah dan dijangkau oleh indra dzohir manusia. Maksud dari tirai disini adalah tabir yang menghalangi hubungan seorang hamba kepada Tuhannya.
Untuk sampai pada mukasyafah maka manusia harus melakukan pembersihan yaitu dengan Ma’rifatullah diantaranya ma’rifat kepada asma’-asma’-Nya, sifat-sifat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rosul-rosul­Nya.
Mukasyafah ghaibah dalam tasawuf sering disebut dengan ilmu firasat artinya ilmu tentang tanda atau alamat. Orang yang bisa mendapatkan ilmu firasat hanya orang yang memiliki sikap selalu jujur kepada diri, kepada orang lain dan jujur kepada Allah. Firasat diartikan terbukanya tirai atas dasar keyakinan (Mukasyafatul Yaqin) dan nyatanya hal-hal yang ghaib (Mu’ayanatul Ghaib).
Seorang sufi lain berkata: “Terlihat nampak nyatalah Allah adalah dikala hilangnya hisab (penutup) yang menyelubungi diri manusia dari melihat-nya, dan tidaklah Allah itu akan berganti rupa, sungguh Maha Suci Allah dari sifat-sifat mahluk-Nya.
Tabir penghalang disini artinya suatu penghalang yang menyelubungi diri manusia untuk menyaksikan Maha Ghaib (Allah). Dan arti tersingkapnya tabir penghalang yang ada pada diri manusia ialah Allah berada (mendekati) hamba-Nya dengan tidak terlihat oleh diri manusia, karena manusia tidak sampai kepada yang ghaib. Seperti syair seorang sufi: “rahaisa-rahasia Allah tidaklah akan tampak bagi orang yang terselubung (tertutup). Allah menyembunyikan diri-nya dari dirimu, rahasi-rahasia Allah tidak akan diperlihatkan kepada orang yang disembunyikan-Nya. Jangan engkau paksa dirimu dengan apa yang tidak engkau ketahui, sehingga engkau nyata-nyata menemukan yang hakikat dan menetapkan dalam dirirmu”.
Shahw (ghaibah) adalah kesadaran hamba kepada rasa setelah mengalami keghaiban. Ghaibah terkadang datang kepada para hamba karena adanya sesuatu yang mengalahkan kalbunya, disebabkan disiplin cinta, suka cita, khauf dan raja’.
Asy-syirazi berkata: ”Dan manakala ada isyarat Allah dan rosul-Nya yang sulit anda pahami, maka analogikanlah ia dengan pengertian lahiriyah.
Hal-hal yang termasuk ghaib adalah Allah, malaikat, kitab-kitab, rosul, setan, hari akhir, surga dan neraka, hari perjumpaan dengan-nya, kehidupan setelah mati, dan hari kebangkitan, roh, manusia, hidayah, dan hubungan manusia
Hal-hal yang ghaib dapat terbagi dalam dua bagian yaitu: pertama, hal ghaib yang tidak mempunyai bukti, seperti firman Allah: “Dan pada sisi Allah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri (al-An’am: 59). Kedua, hal ghaib yang mempunyai bukti, yaitu sebagaimana Allah sebagai pencipta dan segala sifat-sifat-nya dan bukti kenabian. Juga bukti yang berhubungan dengannya seperti hukum, hari akhir, kebangkitan setelah meniunggal, hari perhitungan, dan hari pembalasan.
Ghaibah berarti keghaiban kalbu dari segala apa yang diketahui, berkaitan dengan apa yang berlaku pada tingkah laku mahluk, karena adanya faktor yang datang padanya, sehingga perasaannya tersibahkan oleh keghaiban yang tiba itu. Kemudian rasa itu dengan sendirinya dan yang lainnya, menjadi ghaib karena faktor yang tiba, akibat mengingat pahala atau memikirkn ancaman siksa.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Yahya Saleh Basalamah, Manuisia Dan Alam Gaib, terj. Ahmad Rais Sinan, Pustaka Firdaus, Jakarta, 1993).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar