Skip to main content

Mufaraqah; Pengertian dan Pendapat Ulama

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 08, 2012

Secara bahasa kata mufaraqah berarti menceraikan, meninggalkan. Dengan demikian pengertian mufaraqah dalam shalat adalah perbuatan makmum yang keluar dari shalat jamaah dan berniat berpisah, baik karena udzur maupun tidak.
Imam bin Abdul Aziz al-­Malibary menggunakan kata mufaraqah untuk menyebutkan tindakan seseorang yang keluar dari jamaah, seperti yang dituliskan: “Boleh mufaraqah tanpa udzur”
Menurut Imam Syafi’iy, makruh hukumnya mufaraqah tanpa adanya udzur. Makmum seharusnya mengulang kembali shalatnya, dengan tujuan untuk berjaga-jaga. Apabila ia menyambung shalatnya dengan melakukan shalat sendirian, maka tidak ada dalil yang menjelaskannya.
Sedangkan menurut Muhammad Hasbi ash-Shieddieqy, orang yang shalat berjamaah, imam dibolehkan mufaraqah dari jamaah dan berniat memisahkan diri lalu menyempurnakan sendiri, dengan alasan sakit, takut kehilangan harta dan mengantuk.
Menurut Sayid Sabiq, dalam kitab fiqh sunnah, boleh mufaraqah dari imam lalu menyempurnakan sendiri apa-apa yang yang ketinggalan, misalnya bila imam terlampau panjang bacaannya. Dalam hal ini termasuk seseorang yang diwaktu sedang melaksanakan sholat tiba-tiba merasa sakit, takut hilang atau rusaknya sesuatu yang dimiliki, terlambat dari rombongan, terasa mengantuk dan sebab-sebab lain yang memaksa.
Pendapat tentang mufaraqah ini didasarkan atas hadis yang diriwayatkan oleh Jam’ah dari Jabir :
“Mu’adz biasanya bersembahyang isa dengan Rasulullah saw, lalu kembali kepada kaumnya untuk mengimami mereka. Pada suatu malam Nabi saw mengundurkan shalat isa, tetapi Muadz tetap bersembahyang bersama beliau. Setelah itu Muadz kembali kepada kaumnya, lalu sholat bersama mereka dengan membaca surat al-Ba qarah. Tiba-tiba ada seseorang yang mundur dan sembahyang sendirian. Setelah orang-orang selesai, diantara mereka ada yang berkata kepada orang yang memisahkan diri tadi,: hai anu, engkau ini seorang munafik! Tapi hal ini akan saya laporkan kepada Rasulullah saw. Dan benarlah iapun melaporkan kepada Rasulullah saw, maka beliaupun bersabda: “Apakah engkau untuk tukang buat fitnah, hai Muadz, apakah engkau ini tukang berbuat fitnah? Bacalah saja surat ini atau itu.
Dari pendapat para ulama fikih tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya mereka sepakat membolehkan adanya mufaraqah dengan syarat adanya udzur. Udzur mufaraqah yang dimaksud adalah :
  1. Imam mengalami sesuatu yang membatalkan shalatnya, dan makmum mengetahuinya.
  2. Makmum jatuh sakit saat shalat
  3. Imam terlalu lama dalam bacaannya, takut dan khawatir akan terjadinya bahaya dan kehancuran pada jiwa dan harta benda
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawar, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1994). Imam Syafi’i, Ringkasan kitab al-Umm, (Jakarta: Pustaka az-Zama, 2004). Teungku Muhammad Hasbi ash-Shieddieqy, Pedoman Sholat, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2000). Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 2, (Bandung: Al-MA’arif, t.th). Imam Abi Husain Muslim Ibn Hajjaj, Shohih Muslim, (Bairut-Libanon t.th). Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari, Terjemahan Fatkhul Mu ’in, Juz I, (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, t.th.).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar