Skip to main content

Pengertian Tafakkur dalam Pandangan Tasawuf dan Filsafat

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 14, 2012

Secara umum, tafakkur diartikan bagaimana memikirkan, merenungkan atau meditasi terhadap sesuatu ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa Islam hanya menyuruh manusia untuk memikirkan dan merenungkan makhlu Allah swt serta alam semesta ini dengan segala fenomenanya dan melarang untuk memikirkan Zat Allah swt, kecuali orang yang memiliki kemampuan tafakkur secara khusus, seperti filosof dan sufi.
Dalam konsep tasawuf, tafakkur tidak hanya sekedar untuk mengetahui dan menetapkan adanya Tuhan, tetapi lebih dari itu untuk mencari nilai dan rahasia dari suatu objek yang sedang dipikirkan dan direnungkannya sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan tanpa sia-sia. Dengan demikian, kosmologi sufi bertalian aspek-aspek kualitatif dan simbolik benda-benda, bukan dengan aspek-aspek kuantitatif benda-benda. Ia menangkap cahaya di atasa benda-benda, sehingga benda-benda itu menjadi objek perenungan (tafakkur) yang bernilai, mudah dimengerti serta jernih, dan hilang kekaburan serta kegelapannya. Tafakkur baginya adalah untuk memperoleh pengetahuan Tuhan dalam artian yang hakiki.
Menurut para sufi, tafakkur merupakan kunci segala kebaikan karena akan membentuk segala kegiatan kognitif seorang mukmin dengan zikir kepada Allah, berkenalan dengan keagunganNya, bertafakkur dan memahami hikmah-hikmah yang terkandung dalam keajaiban segala ciptaanNya dari segala sisi-sisinya. Tafakkurmerupakan faktor pemantap keimanan dan pembeda keimanan para muttaqin. Allah swt menciptakan akal, melengkapi perjalanannya dengan wahyu, kemudian memerintahkan pemiliknya untuk melihat segala ciptaanNya melalui tafakkur, mengambil pelajaran dari segala keajaiban yang terdapat dalam ciptaanNya itu.
Sedangkan tafakkur dalam konsep filosof, diartikan sebagai pemikiran yang sungguh-sungguh. Yaitu suatu cara berfikir yang berdisiplin, di mana seseorang yang berfikir sungguh-sungguh takkan membiarkan idea dan konsep yang sedang dipikirkannya berkelana tanpa arah, namun kesemuanya itu akan diarahkannya pada suatu tujuan tertentu. Tujuan tertentu itu, dalam hal ini, adalah pengetahuan. Berfikir keilmuan atau berfikir sungguh-sungguh, adalah cara berfikir yang diarahkan kepada pengetahuan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Dewan Redaksi Ensilopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Juz V (cet. III; Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve, 1994). al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din (Beirut: Dar al-Qalam, t..t). Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan Karangan Tentang Hakekat Ilmu, (cet. XIII; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar