Skip to main content

Pengertian Qath'i al-Dalalah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 03, 2012

Secara etimologi, kata qath’i berasal dari kata : قطع – يقطع – قطعا yang berarti, memotong, terpisahkan dari sesuatu yang lain, pasti. Sedangkan kata al-dalalah berasal dari kata : دلّ – بدلّ – دلالة yang berarti, petinjuk. Dari pengertian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa, qath’i al-dalalah, adalah petunjuk yang pasti, petunjuk yang sudah jelas.
Sedangkan dari segi istilah, menurut Abdul Wahab Khallaf, qath’i al-dalalah :
Nash yang menunjukkan kepada makna yang pemahaman makna itu terdiri dari segi nash teresbut telah tentu dan tidak mengandung takwil serta tidak ada peluang untuk memahami makna lain dari nashh itu.
Menurut Abu ‘Ainaim Badran Abu Ainain: Qath’i al-dalalah adalah: sesuatu yang mengandung hukum dan tidak mengandung kemungkinan makna selainnya.
Bertolak dari kedua definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa qath’i al-dalalah adalah suatu petunjuk hukum atau nash yang dapat dipahami dengan jelas tanpa adanya peluang mengartikan lain atau interprestasi yang lain. Sebagai contoh dalam :
Q.S. al-Nisa’ : 12 sebagai berikut :
ولكم نصف ماترك أزواجكم إن لم يكن لهن ولد …
Dan bagimu (suami isteri) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri, jika mereka tidak mempunyai anak…
Q.S. al-Nur : 2 sebagai berikut :
الزانية والزاني فاجلدوا كل واحد منهما مائة جلدة …
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka derahlah tiap-tiap dari keduanya seratus kali dera…
Kedua dalil tersebut di atas qath’i, karena pengertian yang di maksud cukup jelas, yakni bahwa bahagian suami jika ditinggal mati oleh isteri adalah seperdua, di mana dalam hal ini tidak bisa diberikan pemahaman yang lain kecuali yang seperdua itu. Demikian pula bahwa, bagi pezina harus didera seratus kali, dan ini tidak boleh lebih ataupun kurang.
Dari keterangan di atas dapat dipahami bahwa, ayat atau dalil qath’i al-dalalah adalah ayat yang dari pengertian dan maknanya sudah memberikan pemahaman yang jelas, dengan tidak memberi peluang lagi berijtihad untuk memberi interprestasi yang lain.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Abi al-Husain Ahmad ibn Faris al-Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lugah (Beirut; Dar al-Fikr, 1991). Ahmad Warson al-Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta; Unit Pengadaan Buku-buku Ilmiyah, PT. Al-Munawwir. 1984). Abd al-Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqhi, diterjamahkan oleh Drs. H.Moh. Zuhri, Dipl.TAFL dan Drs. Ahmad Qarib, MA, (Cet. I; Semarang; Toha Putra Group, 1994). Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjamahannya (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1985).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar