Skip to main content

Biografi Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: May 09, 2012

Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah al Banjari lahir pada 13 Safar 1122 H tepatnya 1703 M, di Martapura Kalimantan Selatan.1 Ia adalah anak dari pasangan Sitti Aminah dan Abdullah.2
Muhammad Arsyad mendapatkan pendidikan dasar kegamaan di desanya sendiri, dari ayahnya dan para guru setempat, sebab tidak ada bukti bahwa surau atau pesantren telah berdiri pada masa itu di wilayah tersebut.
Pada masa kecilnya Arsyad telah menampakkan ciri-ciri kecerdasannya bahkan termasyhur hingga ke kalangan istana, misalnya dengan kemampuannya dalam menghafal ayat-ayat al Qur’an secara sempurna pada usia 7 atau 8 tahun. Maka tidak heran jika sultan Banjar meminta kepada kedua orang tuanya untuk mengasuhnya di istana bersama dengan cucu-cucu keluarga kerajaan. Dan setelah dewasa ia kemudian dikawinkan dengan seorang perempuan yang bernama Bajut. Tetapi ketika istrinya mengandung atas permintaannya sendiri Muhammad Arsyad meminta kepada sultan untuk dikirim ke Mekkah guna menuntut ilmu. Permintaannya ini dikabulkan oleh sultan bahkan ia dibiayai oleh pihak istana. Sewaktu belajar di Mekkah Muhammad Arsyad dapat membeli sebuah rumah di daerah Syamiyah, yang masih dipertahankan dan dipelihara oleh para syekh dan imigran Banjar sampai waktu belakangan ini.3
Muhammad Arsyad belajar di Haramain selama 35 tahun yaitu 30 tahun di Mekkah dan sempat 5 tahun di Madinah. Di Mekkah ia mempelajari agama bersama-sama dengan beberapa tokoh di abad ke 18 seperti Abdussamad al Palimbani, Abdul Wahab Bugis dan ulama Betawi yang masyhur Abdurrahman Masriy.
Di antara guru-gurunya yaitu Syekh Abdul Karim al Sammani (dari namanya diambil nama tarekat Sammaniyah), al Damanhuri, Sulaiman al Kurdi dan ‘Atha’ Allah al Mashri. Ada kemungkinan dia belajar dengan guru lain terutama dengan Ibrahim al Rais al Zamzani yang darinya Muhammad Arsyad boleh jadi mempelajari ‘ilmu al Falak (astronomi), bidang yang kemudian menjadikannya salah seorang ahli paling menonjol diantara para ulama Melayu-Indonesia.
Selesai masa studinya di Mekkah, mulanya Muhammad Arsyad beserta ketiga sahabatnya bermaksud melanjutkannya ke Mesir, tetapi para gurunya di Mekkah menasehatinya agar mengurungkan niatnya dan menganjurkannya untuk kembali ke tanah air guna menyebar luaskan ilmu yang telah diperolehnya. Bagaimanapun mereka tetap memutuskan berangkat ke Kairo, tetapi hanya untuk berkunjung dan bukan untuk belajar. Bahkan pada riwayat lain dikatakan bahwa mereka kemudian bersepakat untuk berguru kepada Syekh Abdul Karim Sammani Madani yang mengajarkan mengenai ilmu hakikat untuk melengkapi ilmu syari’at yang telah diselami selama ini.4
Pada tanggal 6 Syawal 1227 H bertepatan dengan 1812 M dalam usia 105,5 Syekh Maulana Muhammad Arsyad wafat. Jenazahnya dimakamkan di kampung Kalampayan kurang lebih 7 km dari tempatnya membangun pesantren.6
Kepustakaan:
[1]Departemen Agama, Ensiklopedi Islam Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 27
[2]Saifuddin Zuhri, Sejarah Kebangkitan Islam dan Perkembangannya di Indonesia (Bandung: P.T. Al Ma’arif, 1979), h. 403
[3]Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia abad XIX (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 92. Lihat juga Azyumardi Azra, loc. cit.
[4]Ilmu hakikat dalam hal ini meliputi ilmu Tashawuf, Suluk dan Khalwat sebagai pelengkap kesempurnaan seorang ulama. Lihat Saifuddin Zuhri, op. cit., h. 406
[5]Departemen Agama, loc. cit.
[6]Muh. Saperi Kadir,”Syekh Muhammad Arsyad al Banjari Pelopor Dakwah Islam di Kalimantan Selatan” dalam Mimbar Ulama No. 6 tahun I (Jakarta: MUI, 1976), h. 70
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar