Skip to main content

Pengertian Istihsan Ditinjau dari Berbagai Pendapat

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 30, 2012

Kata istihsan berasal dari bahasa Arab yang berarti “baik” atau “yang baik”. Secara etimologi, kata حسن yang kemudian menjadi استحسن berarti “menganggap sesuatu itu baik”. Dengan demikian, menurut pengertian ini, istihsan berarti “menyatakan dan mengakui baiknya sesuatu”.
Adapun secara terminologi, terjadi perbedaan pendapat ulama dalam mendefinisikan istihsan;
Ulama ushul menyatakan bahwa istihsan adalah “meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasarkan dalil syarak, menuju hukum lain dari perisriwa itu juga, karena ada suatu dalil syarak yang mengharuskan untuk meninggalkannya.
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa istihsan adalah “berpalingnya seorang mujtahid dari suatu hukum pada suatu masalah yang sebanding kepada hukum yang lain, karena ada suatu pertimbangan yang lebih utama menghendaki berpaling. Bukan sekedar menafikan makna tanpa ada dalil yang mendasarinya”.
Muhammad Abu Zahrah mengatakan bahwa istihsan adalah “penetapan hukum yang berbeda dengan kaidah umum, sehingga dalam hal ini istihsan lebih kuat daripada kias (al-qiyas)”.
Menurut mazhab Malikiy, istihsan adalah “berpegang kepada kemaslahatan khusus dalam berhadapan dengan dalil umum”.
Mazhab Hanbali mengatakan bahwa istihsan adalah “menyimpang dari ketentuan suatu masalah yang bersifat khusus”.
Sedangkan mazhab al-Syafi’iy mengatakan bahwa istihsan adalah cara istinbat hukum dengan hawa nafsu dan mencari enaknya.
Bertitik tolak dari beberapa pengertian yang disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa istihsan adalah “meninggalkan hukum suatu masalah yang sama, untuk mengambil hukum yang bersifat khusus, demi tercapainya kemaslahatan yang merupakan tujuan syariat, karena ada dalil yang menghendakinya.
Kepustakaan:
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penerjemah/ Penafsir al-Qur'an, 1973. Luis Ma’l­f, al-Munjid fi al-Lugah wa al-A’lam, Beirut: Dar al-Masyriq, 1984). Haroen, Ushul Fiqh, Jakarta: Fublishing House, 1996. Moh. Tolchah Mansoer, et al., Ushul Fiqh, Jakarta: Proyek Pembinaan Perantren dan Sarana Perguruan Tinggi Agama IAIN, 1986. Muhammad al-Khudary Bik, Ushul al-Fiqh, Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabiy, 1981. Muhammad Ab­ Zahra, Ushul al-Fiqh, Kairo: Dar al-Fikr al-Arabi, t.th. Sya¯ibiy, al-Muwafaqat fi Ushul al-Syara’ah, Juz IV, Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabiy, t.th. Abd al-Wahab Khallaf, Ma¡adir al-Tasyra’ al-Islam fiy ma la Nafah, Kuwait: Dar al-Kalam, 1972. Abd al-Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, Kairo: Maktabat Da’wah al-Islamiyah, 1986.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar