Skip to main content

Sejarah Sawerigading; Ingin Mengawini Saudara Sendiri

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: January 02, 2012

Datu Luwu pertama yang bernama La Togellangi, atau Batara Guru, kawin dengan putri Guru Selleng yang bernama We Nyilitimo. Dari perkawinannya itu, lahirlah La Tiuleng, atau Batara Lattu. Ketika Batara Guru akan kembali ke kayangan, ia mengangkat puteranya, Batara Lattu sebagai penggantinya.
Batara Lattu, Datu kedua Luwu, ketika naik tahta, ia kawin dengan saudara sepupunya, We Datu Sengngeng, putri dari Kerajaan Tompo’tikka (Luwuk-Banggai). Dari perkawinannya itu, lahirlah anaknya yang kembar, seorang putera dan seorang puteri. Yang putera bernama Sawerigading, sedangkan yang puteri bernama We Tenri Abeng.
Dari silisilah di atas, dapat disimpulkan bahwa Sawerigading adalah cucu dari To Manurung, Raja Luwu pertama yang bergelar Batara Guru dan anak dari Raja Luwu kedua yang bernama Batara Lattu. Karenanya, sebagian dari masyarakat Luwu beranggapan bahwa Sawerigading adalah keturunan Dewa yang sederajat dengan Jin, yang dijelmakan oleh Yang Maha Kuasa di kayangan.
Mengenai masa hidup Sawerigading, terdapat berbagai versi di kalangan ahli sejarah. Menurut versi Towani-Tolotang di Sidenreng, Sawerigading lahir pada tahun 564 M. Jika versi ini dihadapkan dengan beberapa versi lain, maka data ini tidak terlalu jauh perbedaanya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dikemukakan tiga versi mengenai masa hidup Sawerigading, yaitu :
a. Versi Sulawesi Tenggara ……….…… abad V;
b. Versi Gorontalo …… 900 dikurangi 50 = 850;
c. Versi Kelantan-Trengganu ……… tahun 710.
Agaknya, versi Sulawesi Tenggara lebih dekat dengan versi yang dikemukakan oleh masyarakat Towani-Tolotang. Mereka menetapkan versi ini, sebab menurut kepercayaan mereka bahwa Sawrigading sezaman dengan Nabi Muhammad, bahkan pernah bertemu dan mengadakan adu kesaktian.
Sawerigading Ingin Mengawini Saudaranya
Ketika Sawerigading lahir bersama saudara kembarnya We Tenri Abeng, mereka dibesarkan pada tempat yang terpisah dalam istana kerajaan. We Tenri Abeng bertempat tinggal di istana tingkat atas, sedangkan Sawerigading ditempatkan di istana tingkat bawah. Karenanya, mereka tidak pernah bertemu dan tidak saling mengenal satu sama lain.
Pada suatu hari, setelah keduanya menjadi dewasa, orang tuanya mengadakan pesta “menginjak tanah” untuk keduanya, tiba-tiba keduanya bertemu di istana ayah kandungnya. Karena tertarik melihat kecantikan We Tenri Abeng tiada tara, maka pada saat itu Sawerigading jatuh cinta dan bermaksud akan mengwini saudara kembarnya.
Mendengar keinginan Sawerigading tersebut, ayahnya, Batara Lattu, mencegahnya dan berkata bahwa mengawini saudara sendiri adalah ruttung langi, sebbo tana. Dengan kata lain, perbuatan semacam itu merupakan pantangan keras bagi adat kerajaan. Mendengar kata ayahnya, Sawerigading bersedih dan merasa kecewa. Akibatnya, selama 9 hari dan 9 malam ia membungkus diri, mulai dari kepala sampai kaki tertutup rapat, sanbil mencucurkan air mata memikirkan nasibnya.
Meski dicegah oleh ayahnya, Sawerigading tetap pada pendiriannya, dan ia berkata: Mateppe’to Leluwie, massajatito kelolengenge, torosia najajimoa keminasaka. Artinya “biarlah orang-orang Luwu punah, kerajaan hancur lebur, asalkan keinginanku tercapai”. Mendengar kata itu, We Tenri Abeng berkata : Makkataeko linge’ o datu ri patotoe, lenasekko jaju dukkelleng, sompana lagi maufu liputangga, pangara kira-kirai tamara rampu, mufatadangi rihamanana, ufotegae awanangi maena tana. Artinya : “engkau telah menemui Datu Patotoe, engkau telah berlayar berkeliling, mengunjungi berbagai kerajaan untuk mempelajari adat kebiasaan sesama datu, kakak Dukkeleng, barulah engkau meletakkan pada pikiranmu hal-hal yang tidak disenangi di seluruh dunia”. Mendengar jawaban tersebut, Sawerigading berkata : lanro alemu anri We Abeng kucinnai, turunfammu tudang mahkafu pangganua ininawakele. Artinya : “raut tubuhmu adik We Abeng kuingini, roman kecantikanmu senantriasa bersemayan di menarakalbuku”.
Untuk menghibur hati Sawerigading yang kacau tersebut, maka saudaranya bersama ayahnya membujuknya untuk berlayar ke Cina dan meminang We Cudai, seorang puteri yang terkenal kecantikannya di seluruh wilayah Cina, sama kecantikannya dengan We Tenri Abeng. Untuk meyakinkannya, diberikanlah cincing, gelang, kuku dan rambut saudaranya itu sebagai tanda pengenal untuk dicocokkan dengan We Cudai. Mendengar bujukan tersebut, Sawerigading membuat alasan bahwa puteri yang dimaksud sangat jauh, sedangkan perahunya sudah rapuh. Untuk menggantikan perahunya itu, maka dibuatkanlah perahu khusus dari pohon welenreng yang tumbuh di Mangkuttu, Cerekang.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Muhammad Sanusi Dg. Mattata, Luwu dalam Revolusi, Makassar : Yayasan Pembangunan Asrama IPMIL, 1967. B.Burhanuddin, Jejak To Manurung, Palopo : Seksi Kebudayaan Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Luwu, tth. Harun Kadir, et al., Sejarah Daerah Sulawesi Selatan, Ujungpadang : Proyek Bappeda-UNHAS, 1978. A.J.Toymbee, A Study of History, London : Macmillan Education LTD, 1975. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Luwu, Cerita Mitos Sawerigading, Palopo: Seksi Kebudayaan Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Luwu, tth. Sumange Alam Tjahra, Beberapa Pandangan tentang Isi Sure’ I La Galigo, Ujungpandang : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1987.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar