Skip to main content

'Identifikasi Masalah' dalam Pembuatan Rumusan Masalah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 13, 2011

Identifikasi masalah diperlukan agar peneliti benar-benar menemukan masalah ilmiah, bukan akibat dari permasalahan lain. Kerlinger dalam Imam Suprayogo menjelaskan bahwa masalah ilmiah bukanlah masalah moral dan etis. Apakah kawin mut’ah (kawin kontrak) dan kawin sirri (rahasia, tidak resmi, tidak tercatat dalam buku catatan nikah pemerintah) itu buruk (haram) ?, Haruskah pemimpin ormas keagamaan itu seorang ulama ?, metode apa yang terbaik dalam pengajaran agama ? Menurut Kerlinger, model pertanyaan semacam ini bukan masalah dan tidak bisa dijawab oleh ilmu karena menyangkut masalah nilai dan penilaian.
Sebagaimana dikemukakan di muka, masalah penelitian bersifat tidak terbatas. Meskipun demikian, tidak semua masalah yang ada di masyarakat bisa diangkat sebagai masalah penelitian. Untuk mengidentifikasi masalah penelitian, perlu diajukan tiga pertanyaan:
  1. Masalahnya apa (Substansinya) ? 
  2. Bermasalah menurut siapa ? 
  3. Dianggap masalah dalam konteks apa ? 
  4. Dalam perspektif apa?
Kalau keempat pertanyaan di atas dicross-check-kan dengan kerangka analisis permasalahan di atas, dapat dipastikan sebagai sebuah masalah penelitian yang baik. Tetapi, kalau ternyata tidak, belum tentu dapat dianggap sebagai sebuah masalah penelitian. Contoh, seorang kiai termasyhur atau kiai khas yang meninggal dunia mungkin dianggap sebagai masalah oleh keluarga dan para santrinya, tetapi tidak otomatis menjadi masalah penelitian.
Fenomena orang mati, termasuk seorang kiai ternama sekalipun merupakan fenomena biasa; yang tidak biasa adalah, apabila orang tidak akan mati. Kematian seorang kiai baru dianggap masalah penelitian kalau memiliki konteks dengan permasalahan yang lebih luas dan dalam perspektif tertentu. Sebagaimana sering terjadi, matinya seorang kiai diikuti dengan konflik atau hancurnya warisan budaya yang ditinggalkan (pesantren). Fenomena ini dapat diangkat sebagai masalah penelitian, misalnya dalam perspektif kepemimpinan kiai yang kharismatik, polymorphik, mungkin feodalistik.
Setelah mengidentifikasi masalah dari berbagai sumbernya, dan ditemukan lebih dari satu masalah, maka dari masalah-masalah tersebut, dipilih salah satu yang paling layak dan paling sesuai untuk diteliti, yaitu masalah yang akan ditetapkan sebagai penelitian. Sedangkan pokok persoalan yang memerlukan pemecahan melalui penelitian adalah sesuatu yang problematik yang disebut masalah. Jadi topik menonjolkan inti persoalan, juga menegaskan batas-batas masalah dan mengarahkan penentuan judul penelitian.
Selanjutnya, dalam menetapkan masalah yang layak untuk diteliti, dapat digunakan beberapa pertimbangan, antara lain :
  1. Apakah topik tersebut dapat dijangkau dan dikuasai (manageable topic)
  2. Apakah bahan-bahan/data tersedia secukupnya (obtanable data)
  3. Apakah topik tersebut penting untuk diteliti (significance of topic)
  4. Apakah topik tersebut cukup menarik minat untuk diteliti dan dikaji (interested topic).
Selain itu, juga perlu dihindari duplikasi atau jiplakan topik lama, dan resistensi sosial, kultural dan ideologis terhadap sesuatu masalah yang hendak diteliti. Adapun rumusan masalah dalam penelitian, merupakan titik tolak dari perumusan hipotesis, dan dari rumusan masalah ini dapat menghasilkan topik penelitian atau judul penelitian. Oleh karena itu, maka setelah mengidentifikasi dan memilih masalah, langkah berikutnya adalah merumuskan masalah
Muhammad Ali mengemukakan bahwa langkah-langkah yang ditempuh dalam rangka merumuskan masalah adalah; 1) mengenali keberadaan masalah, 2) menganalisis variabel, 3) mendefinisikan variabel dan 4) membuat rumusan masalah.
Dalam membuat rumusan masalah, terdapat beberapa patokan yang perlu dipedomani antara lain:
  1. Masalah hendaknya dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya.
  2. Rumusan itu hendaklah padat dan jelas.
  3. Rumusan itu hendaklah memberi petunjuk tentang kemungkinan mengumpulkan data guna menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkandung dalam rumusan-rumusan itu.
Juga perlu dihindari rumusan masalah yang terlalu umum, terlalu sempit, terlalu bersifat lokal maupun terlalu argumentatif. Mengenai rumusan masalah, pada umumnya dilakukan dalam bentuk pertanyaan yang dapat dibedakan menjadi rumusan secara deskriptif, komparatif dan asosiatif.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Mardalis, Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta; PT. Bumi Aksara, 2006. Wardi Bachtiar, Metodologi Penelitian Dakwah, Jakarta; Logos, 1997. Chalid Norbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Jakarta : Bumi Aksara, 1977. Faisal, Format Penelitian Sosial, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 199. Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, Bandung : Angkasa, 1993. Hananto, Metodologi Pendidikan Surakarta : Universitas Sebelas Maret, 1996.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar