Skip to main content

Kesalahan Berpikir Perayaan Tahun Baru Masehi; Pendekatan Sejarah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 31, 2011

Usia semakin bertambah, Jatah umur semakin berkurang, Rambut semakin beruban, dan badan kitapun akan semakin berkurang seluruh jasmaninya. Semuanya dikarenakan adanya pengurangan kemampuan pada lahiriah kita.
Sejatinya arti usia berbeda dengan umur, usia adalah waktu yang dilalui seseorang dalam hidup di dunia ini walaupun tidak ada aktifitas dan produktifitas sama sekali. Sedangkankan umur adalah asas manfaat diciptakan oleh seseorang dalam manggunakan usianya, maka bisa saja usianya sampai ratusan tahun tapi umurnya hanya beberapa saat, karena minimnya produktifitas hidupnya. 

Sebaliknya ada yang usianya sangat pendek, hanya puluhan tahun tapi umurnya tidak ada batas ruang dan waktu karena karya-karyanya yang bermanfaat sehingga sepanjang masa walaupun dia sudah mati tetap mendapatkan aliran pahala dari karya ilmu dan amal yang ia lakukan. Dan disinilah makna pergantian tahun adakah produktifitas umur yang dapat kita harapkan memberikan ketenangan hati bahwa hidup ini bermanfaat bagi alam semesta.
Dalam menyambut tahun baru kaum muslimin melakukan beberapa kesalahan yang perlu diluruskan. Pertama, ikut merayakan tahun baru miladiyah padahal tahun baru miladiyah ada keterkaitan dengan idiologi non Islam, Rasulullah saw mengatakan "Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari mereka" Umar Bin Khattab ra satu dari khulafa' Rasyidin yang kita dianjurkan mengikutinya telah menjadikan untuk kaum muslimin tahun baru sendiri yaitu tahun baru hijriyah. Tahun masehi waktu Umar ra sudah ada, tapi beliau menghendaki perhitungan tahun sendiri bagi kaum muslimin agar Muslimun memiliki jati diri dan tidak ikut ikutan. Maka semestinya kaum muslimin memulai tahun baru dengan satu Muharram, dan dengan perhitungan hijrahnya Nabi saw.
Kedua, melakukan perayaan tahun baru dengan acara yang tidak ada manfaatnya, bahkan dengan berbagai maksiat hal itu sangat jelas terlihat pada waktu mereka berkumpul laki laki perempuan untuk menyambut detik-detik pergantian tahun baru pada jam nol nol malam hari dengan kebingaran maksiat.
Ketiga, adanya keyakinan dan ritual syirik besar ketika keraton (salah satu tradisi di Jawa) melakukan arak kerbau kyai Slamet dengan perangkat keraton. Mengelilingi beberapa ruas jalan dan masyarakat berebut mendapat kesempatan mengusap benda benda kraton atau kotoran kerbau yang dikeramatkan. Dan ditampat lain tidak sedikit dari masyarakat yang berjalan kaki dari rumah mereka yang jauh untuk menuju ke keraton dan melakukan thawaf mengelilingi tembok Pura Mangkunegara tanpa bicara (tapa bisu) dengan tujuan mencari keberkahan dan keselamatan. Sungguh ini merupakan bentuk pembodohan dan kebodohan dalam mengawali tahun baru dengan kemaksiatan kepada Allah.
Sebenarnya, apasih yang gnjil, aneh, atau bahasa halusnya “unik” dari tahun baru Masehi. Kami persilahkan untuk membaca rentetan sejarah di bawah ini yang admin kutip dari berbagai sumber;
Romawi, 63 Sebelum Masehi (SM). Bumi berputar. Kiblat kalender Masehi dari sana. Cleopatra, “dewi penakluk” anak Auletes, raja Mesir, merubah Romawi. Kemolekan dan kehangatan tubuh Cleo-Cleopatra-menjerat alur pikir Julius Caesar, pendiri imperium Romawi. Perselingkuhan “tradisonal” terbangun. Rapi, tak tampak. Selembut kain sutra. Halus, seperti tubuh Cleo. Berbirahi.
Usia 12 tahun, Cleo simbol hubungan terlarang. Terusir dari benteng istana, enam tahun setelahnya. Tryphaena, kakak tertua, merebut tahta. Berenice, sang adik tengah, sama. Cemburu. Rakus. Membunuh Tryphaena, menduduki tahta. Mereka serakah. Mestinya Cleo berkuasa di Mesir sepeninggal Ptolemy XII (gelar ayahnya), pada 51 SM. Ptolemy berhutang 10.000 talen dua kali lipat APBN Mesir kepada Roma.
Pra Masehi, Caesar terbakar cinta Cleo. Romawi takluk. Hutang Mesir terhapus. Kini, Caesar sudah mati, Cleo juga. Caesar dibunuh Brutus, Cleo bunuh diri. Mark Anthony, sahabat Caesar, sama. Terjerat asmara Cleo. Kalah perang dengan Octavian. Bunuh diri. Mereka icon kehidupan. Mereka dikenang, dijadikan berjuta-juta cerita. Sisi gelap sejarah Cleo dicatat Plutarch, penulis biografi asal Yunani. Hidup di abad pertama.
Tahun Masehi adalah Caesar. Bunga api, harapan, impian, terbakar di kaki langit. Muslim, Nasrani, Budha, Hindu, Kristen, dan Jahudi, larut. Mereka bangga. Makna bukan musuh. Euforia, glamour, kasta-kasta bergumul. Caesar sudah mati, Cleo juga. Kita, tetap ria.
Islam punya penanggalan. Simbol peradaban Islam. Hijrah. Tidak sekular. Kristen (Katholik) punya liturgi, tahun berawal pada hari Minggu, Adven-I. Menanti kedatangan sang penyelamat Yesus Kristus ke dunia.
China tak kalah. Punya Imlek. Warisan budaya tinggi. Lebih tua dari Masehi. Dua setengah millennium usia penanggalan tahun China. Salah satu bangsa tertua di dunia. Kaya khazanah peradaban. “Tuntutlah ilmu walau ke Negeri China,” Nabi Muhammad saw pernah bersabda. Dan lain sebagainya.
Pemaknaan tahun baru Masehi, sering bias. Perenungan berubah menjadi hura-hura. Ingin dibilang keren. Gaul. Ngetrend. Remaja muslim tak mau kalah. Kalau nggak ikutan, hidup belum hidup. Tak jelas!
Tahun baru bukan Cleo. Tidak juga Caesar. KBBI, Balai Pustaka, hlm 562, menyebut tahun baru Masehi, hari raya Nasrani. Sekali lagi, milik Nasrani! Islam tidak antipati. Islam demokratis, pluralistik. Islam bukan sekular, tapi pembaruan hakiki. Moderat, tidak ortodok. Damai, bukan militan.
Cleo, Caesar, terlalu jauh berpisah waktu dengan kita. Tapi, auranya terus hidup. Kemolekan dan keindahan lekuk tubuh Cleo fenomena bagi wanita, bagi dunia. Dio Cassius, sejarawan Yunani, menulis garis tubuh Cleo dengan kata. “Dia wanita terindah dan memiliki kekuatan untuk menaklukkan siapapun.”
Di mata wanita dan pria, Cleo legenda. Dewi asmara ini tahu bersolek, merawat keindahan tubuh dengan ramuan unik. Tikus bakar, nama resep kecantikan Cleo, bikin kita geli. Untuk secuil keindahan, arwah Cleo, juga Caesar, barangkali tak marah jika mau mencoba mencicipi.
Islam tidak mengajari ritual tertentu untuk memperingati tahun baru, jadi suatu bid'ah kalau ada ibadah ritual tahun baru. Namun kalau untuk melakukan refleksi muhasabah dengan mengevaluasi kwalitas amal dan iman setahun yang telah lewat, mengambil pelajaran dari berbagai cobaan dan musibah yang melanda, untuk mengamalkan firman Allah : " Hai orang orang beriman takwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diusahan untuk hari esok, dan bertaqwalah kepada Allah sesungguh Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan" (QS Al-Hasyar ayat : 18). Wallahu A’lam
Referensi Makalah®
*Refleksi Admin/ Dikutip dari berbagai sumber
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar