Skip to main content

Konsep "pemimpin" dalam al-Quran

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 20, 2011

Pemimpin berasal dari kata “pimpin” (dalam bahasa Inggris lead) berarti bimbing dan tuntun. Dengan demikian di dalamnya ada dua pihak yang terlibat yaitu yang "dipimpin" dan yang "memimpin". Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” (dalam bahasa Inggris leader) berarti orang yang menuntun atau yang membimbing.
Secara etimologi pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan pencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok. Kemudian secara terminologis banyak ditemukan definisi tentang pemimpin. Para pakar manajemen biasanya mendefinisikan pemimpin menurut pandangan pribadi mereka, dan aspek-aspek fenomena dari kepentingan yang paling baik bagi pakar yang bersangkutan.
Dalam perspektif al-Quran, terma pemimpin dalam pengertian sebagaimana yang telah diuraikan, dapat merujuk pada term khalīfah, imāmah dan ūlu amr.
Khalīfah
Term khalīfah diungkapkan antara lain dalam QS. al-Baqarah: 2/30 sebagai penegasan Allah swt tentang penciptaan manusia untuk menjadi pemimpin. Bentuk plural (jamak) term khalīfah tersebut adalah khalāif sebagaimana dalam QS. Fāthir: 35/39.
Secara etimologis, kata khalīfah berakar kata dengan huruf-huruf khā, lām, dan fā', mempunyai tiga makna pokok, yaitu mengganti, belakang, dan perubahan. Dengan makna seperti ini, maka kata kerja khalafa-yakhlufu-khalīfah dipergunakan dalam arti bahwa khalifah adalah yang mengganti kedudukan Nabi saw sebagai pemimpin, khalifah adalah pemimpin di belakang (sesudah) Nabi saw, khalifah adalah orang mampu mengadakan perubahan untuk lebih maju dan mensejahterahkan orang yang dipimpinnya.
Menurut Abu al-A'la al-Maududi, khalifah adalah:
Bentuk pemerintahan manusia yang benar, menurut pandangan Al-Quran, ialah adalah pengakuan negara akan kepemimpinan dan kekuasaan Allah dan Rasul-Nya di bidang perundang-undangan, menyerahkan segala kekuasaan legislatif dan kedaulatan hukum tertinggi kepada keduanya dan menyakini bahwa khilafahnya itu mewakili Sang Hakim yang sebenarnya, yaitu Allah swt.
Pengertian lain secara terminologis, khalifah adalah pemimpin tertinggi di dunia Islam yang menggantikan kedudukan Nabi saw dalam mengurus agama dan pemerintahan Islam. Empat khalifah pertama, Abū Bakar, 'Umar, Uśmān, dan 'Ali, masing-masing berperan dalam menyelesaikan berbagai persoalan agama di masanya, dan berperan memperluas wilayah pemerintahan Islam. Mereka juga memiliki peranan spiritual yang tinggi terlihat dari usaha mereka ketika menjabat khalifah. Karenanya mereka menerima gelar penghormatan khalīfah al-rāsyidūn (khalifah yang lurus). Beberapa pemimpin umat Islam sesudah mereka, tetap meng-gunakan gelar khalīfah.
Imāmah
Term imāmah berasal dari kata imām. Dalam Maqāyis al-Lughah dijelaskan bahwa term imām pada mulanya berarti pemimpin shalat. Imām juga berarti orang yang diikuti jejaknya dan didahulukan urusannya, demikian juga khalifah sebagai imam rakyat, dan al-Quran menjadi imam kaum muslimin. Imam juga berarti benang untuk meluruskan bangunan. Batasan yang sama, dikemuka-kan juga oleh al-Asfahāni bahwa الإمام المؤتم به، إنسان كأن يقتدى بقوله أو فعله أو كتابا أو غير ذلك وجمعه :أئمة (al-imām adalah yang diikuti jejaknya, yakni orang yang didahulukan urusannya, atau perkataan-nya atau perbuatannya, imam juga berarti kitab atau semisal-nya. Jamak kata al-imām tersebut adalah a’immah).
Term imāmah dalam konteks Sunnah dan Syiah berbeda pengertiannya. Dalam dunia Sunnī, imāmah tidak dapat dibedakan dengan khilāfah. Sedangkan dalam dunia Syiah, imamah bukan saja dalam konotasi lembaga pemerintahan, tetapi mencakup segala aspek.
Dengan analisis seperti ini di atas, maka konsep imamah (kepemimpinan) secara terminologis dalam Syiah tidak dapat dilepaskan dari peranan dan misi keagamaan. Sebab umat selalu membutuhkan bimbingan, dan karenanya Tuhan menaruh perhatian utama guna memberikan bimbingan yang tidak terputus-putus buat umat manusia, di antaranya dengan menugaskan nabi memilih penerusnya (imām), dan setiap penerus menentukan penggantinya, demikian seterusnya. Dengan konsep imāmah sebagai yang terungkap di sini, praktis bahwa jiwa dan missi keagamaan (Islam) dapat dipertahankan sepanjang masa.
Ūlu al-Amr
Ulu amr merupakan ungkapan frase nominal yang terdiri atas dua suku kata, ulu dan al-amr. Yang pertama bermakna pemilik, dan yang kedua bermakna "perintah, tuntunan melakukan sesuatu, dan keadaan atau urusan". Memperhatikan pola kata kedua, kata tersebut adalah bentuk mashdar dari kata kerja amara-ya'muru (memerintahkan atau menuntut agar sesuatu dikerjakan). Dari sini, maka kata ulu al-amr diterjemahnkan "pemilik urusan" dan "pemilik kekuasaan" atau "hak memberi perintah". Kedua makna ini sejalan, karena siapa yang berhak memberi perintah berarti ia juga mempunyai kekuasaan mengatur sesuatu urusan dalam mengendalikan keadaan. Pengertian seperti inilah, maka ulu al-amr disepadangkan dalam arti "pemimpin".
Pengertian pemimpin dengan term ulu al-mar di atas, lebih luas karena mencakup setiap pribadi yang memegang kendali urusan kehidupan, besar ataupun kecil, seperti pemimpn negara, atau pemimpin keluarga, bahkan pemimpin diri sendiri juga termasuk di dalamnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III Jakarta: Balai Pustaka, 2002. John M. Echols dan Hassan Shadily, An English-Indonesian Dictionary, Jakarta: PT. Gramedia, 2003. Ralph M. Stogdill, Handbook of Leadership, London: Collier Mac Millan Publisher, 1974. Gary A. Yulk, Leaderhip in Organizations Cliffs: Prentice-Hall, 1981. Edwin A. Locke and Associaties, The Essense of Leadership: The Four Keys to Leading Succesfully, diterjamahkan oleh Indonesian Translation dengan judul Esensi Kepemimpinan:Empat Kunci Memmpin dengan Penuh Keberhasilan, Jakarta: Mitra Utama, 2002. Abū Husayn Ahmad bin Fāris bin Zakariyah, Mu’jam Maqāyis al-Lughah, jilid I Mesir: Isā al-Bāb al-Halab wa Awlāduh, 1972. Abu al-A'la al-Maududi, Al-Khilāfah wa al-Mulk diterjemahkan Muhammad al-Baqir dengan judul Khilafah dan Kerajaan, Bandung: Mizan, 1996. al-Al-Raghib al-Asfahāni, Mufradāt Alfāzh al-Qur’ān, Damsyiq: Dār al-Qalam, 1992.
Anda bisa mendownload makalahnya di sini
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar