Skip to main content

Sejarah Perkembangan Islam di Amerika Serikat dari Masa ke Masa

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: October 25, 2011

Menurut Ajid Thohir, sejarah perkembangan Islam di Amerika dewasa ini terus mengalami peningkatan dengan adanya tiga faktor. Pertama, arus datangnya kaum imigran muslim semakin bertambah, dan keturunan mereka juga bertambah. Kedua, konversi agama di kalangan penduduk Amerika berkulit hitam. Ketiga, konversi agama di kalangan kulit putih.
Di tahun 1997, Amerika Serikat mengalami persoalan sosial yang serius. Ahmed Husosen Deedat mengatakan, persoalan yang dihadapi oleh Amerika Serikat adalah para gay, pemabuk, surplus kaum wanita, pemerkosaan dan pembunuhan. Tidak ada orang Amerika yang dapat menjadi Walikota di New York, Los Angles atau San Fransisco tanpa dukungan kaum gay di kota-kota tersebut. Amerika juga memiliki 11 juta pemabuk (problem drinkers) ditambah lagi 40 juta peminum berat. Lalu kemudian orang-orang Amerika mencari jalan keluar dari persoalan-persoalan tersebut, di antaranya dengan terbentuknya sekte-sekte keagamaan, seperti Sun Meong Mouse (pemuda Korea yang mengaku menjadi Kristus kedua), Father Devine (seorang Negro Amerika yang mengaku dirinya Tuhan), Riv Jim Jones (yang mempraktekkan cara memuja dengan bunuh diri), Klu Kluks Klan (gerakan Here Krishna, kelompok pemuja setan). Kemudian Ahmed Deedat menjelaskan bahwa Islam dapat memberikan jalan keluar kepada orang-orang Amerika, akan tetapi siapa yang cocok melakukan Islamisasi di Amerika adalah Afro-Amerika karena tekanan yang mereka alami selama lebih kurang tiga abad, telah menjadikan mereka sebagai komunitas muslim paling militan di dunia. Allah telah memilih the black man untuk tugas mulia ini, yakni mengubah masyarakat Barat.
Di samping dakwah yang dilakukan oleh masyarakat muslim Afro-Amerika, usaha lain yang dilakukan oleh masyarakat muslim yang diperkenalkan Islam di California adalah mendirikan perpustakaan dengan nama Muslim Public Library. Perpustakaan ini dimaksudkan untuk studi keagamaan, penyesuaian kebudayaan Amerika bagi keluarga muslim, dan memperkenalkan non-muslim pada Islam yang sering digambarkan sebagai agama teroris karena seringnya terjadi distorsi, itulah terjadi pembakaran mesjid di Yuba City sebelah utara California, dan mesjid di New York sekitar tahun 1994.
Di samping itu, di Washington sendiri terdapat Islamic Centre, pusat kegiatan Islam yang selama ini menjadi pusat pedoman penting untuk berbagai persoalan penting bagi masyarakat muslim Amerika Serikat, seperti penentuan awal Ramadhan, jatuhnya Idul Fitri, dan jadwal shalat sehari-hari.
Kaum muslim yang tinggal di Amerika Serikat saat ini mewakili banyak pergerakan besar dan identitas dari kalangan imigran dan pribumi, Sunni dan Syiah, konservatif dan liberal. Muslim Arab kini terus mengisi proporsi dalam jumlah besar dari komunitas Islam di Amerika Serikat. Banyak dari mereka yang berpendidikan tinggi dan para profesional yang sukses berperan sebagai pemimpin dalam pengembangan Islam Amerika yang lintas kebangsaan dan lintas etnis. Belum ditemukan data akurat tentang jumlah Muslim Amerika Serikat. Namun, ada yang memperkirakan jumlah Muslim di Amerika Serikat saat ini telah mencapai 6 juta jiwa. Sarana peribadatan berupa mesjid di Amerika Serikat terdapat pada hampir seluruh, kalau tidak semua negara bagian di Amerika Serikat. Jumlah mesjid menurut data yang diperoleh sebanyak 1.209 buah. Sekolah-sekolah Islam terdapat di Ohio dengan nama Sekolah Islam Oasis, di New Jersey terdapat SD Muslim al-Gazali.
Dibalik perkembangan Islam di Amerika serikat, para penentu kebijakan Amerika, tampaknya ragu-ragu dalam mengambil posisi yang pasti terhadap kebangkitan Islam di Amerika Serikat dewasa ini. Keraguan tersebut berakar dari ketidakmampuan Washington dalam memprediksi dan mengukur dampak-dampak kebijakan luar negeri pada negara-negara Islam pada saat mereka memegang kekuasaan. Oleh karena itu, setidaknya ada tiga hal yang mendasari posisi Amerika terhadap Islam politik.
Pertama, Amerika tidak ingin terlihat tidak bersahabat bagi negara-negara Islam, karena hal tersebut dikhawatirkan akan memperparah sikap mereka terhadap Amerika. Para pejabat pemerintah Amerika tidak mau mengulangi kesalahan yang dibuat saat menghadapi revolusi Islam di Iran.
Kedua, keraguan secara terbuka mendukung kelompok Islam manapun yang kepentingan regional dan sekutunya. Ketiga, para pembuat kebijakan luar negeri Amerika terdapat sebentuk ketidakyakinan tentang kemungkinan terjadinya hubungan antara negara Islam dan demokrasi. Kebijakan luar negeri Amerika Serikat sering dibicarakan dalam lingkup ketegangan dialektika antara dua pola yang berlawanan
Ketiga, para pembuat kebijakan luar negeri Amerika terdapat sebentuk ketidakyakinan tentang kemungkinan terjadinya hubungan antara negara Islam dan demokrasi.
Terlepas dari objektivitas petinggi Amerika Serikat, yang jelasnya bahwa mereka mempunyai kepentingan besar yaitu, menjaga status quo budaya Barat yang telah menguasai dunia dengan membuat opini publik bahwa kebudayaan yang paling unggul adalah kebudayaan Barat di Amerika. Kaitannya dengan ini, pada era 90-an, Huntingtong melontarkan pernyataan tentang akan terjadi benturan antar peradaban. Pernyataan ini menjadi topik pembicaraan yang hangat, karena hipotesis tersebut dilontarkan pada saat Perang Dingin telah berlalu, dengan runtuhnya kolonialisme-sosialisme yang menjelma dalam bentuk negara Uni Soviet dan negara-negara sekutunya di Eropa Timur.
Saat ini yang tinggal adalah kekuatan raksasa tunggal, yaitu Amerika Serikat dan sekutunya. Terpecah belahnya Uni Soviet menjadi sebuah republik yang merdeka disambut dengan antusias dan sekaligus kekhawatiran. Antusias karena bubarnya Uni Soviet sebagai lambang runtuhnya ideologi komunisme dan kemenangan ideologi kapitalisme atau liberalisme Barat. Kekhawatiran pertama adalah soal keamanan, senjata nuklir yang semula hanya dimiliki satu negara (Soviet) kini menyebar menjadi milik beberapa negara (khususnya Rusia, Ukraina, Irak dan lain-lain), menyebabkan sulit untuk mengontrolnya. Kedua, faktor ideologis yaitu memberikan peluang bagi kebangkitan Islam di republik-republik (bekas Soviet) berpenduduk mayoritas muslim, terutama di Asia Tengah dan Azerbaijan.
Hipotesis Huntingtong tersebut, tidak memiliki alasan yang jelas, kecuali alasan ekonomi dan perdagangan, orang tidak melihat alasan kultural yang signifikan. Amerika Serikat berusaha memberi citra tentang Islam sebagai suatu ancaman dan mencoba menggambarkan Islam sesuai dengan perspektif budaya dan peradaban Barat. Pencitraan Islam oleh media massa Barat bahwa Islam adalah agama yang mengancam, menakutkan, teror, ekstrim dan kata-kata lain semacamnya.
Amerika Serikat tampil sebagai satu-satunya negara adikuasa. Struktur politik internasional berpola ‘anarki piramida’ menggantikan pola “bipolar”. Dalam pola baru ini Amerika tetap bermukim di puncak piramida dunia lewat kepemimpinan politik, ekonomi, dan tekhnologi militernya. Di bawahnya bertengger multipolonisme Eropa yang beranggotakan Inggris, Perancis, Jerman dan Rusia.
Presiden George. W Bush, sebagai pendukung partisan Israil, pada akhir Agustus 2001, sebelas hari sebelum meletusnya serangan terhadap gedung World Trade Centre (WTC) dan Pentagon pada 11 September 2001, Amerika dan sekutu-sekutunya telah memainkan manuver yang sangat menjengkelkan umat Islam dan dunia Arab dengan memboikot konfrensi tentang rasisme di Durbai Afrika Selatan, karena sejumlah kalangan mengusulkan resolusi yang menyamakan zionisme dengan rasialisme.
Demikian juga para politisi Amerika Serikat dengan mudah mengunakan sentimen ‘anti Islam” yang sudah berurat berakar pada masyarakat Kristen Barat. Direktur CIA, George Tenet mengumumkan bahwa musuh utama Amerika adalah teroris besar Osama bin Laden. Pernyataan ini memperkeruh hubungan Barat dan Islam. Apalagi dengan Hancur leburnya menara kembar World Trade Centre (WTC) di New York Amerika pada Selasa, 11 September 2001, merupakan tragedi dan atau peristiwa terdahsyat dunia di awal abad ke 21. Osama bin Laden dan jaringan al-Qaedahnya yang tertuduh sebagai pelaku utama atas kehancuran WTC, kelihatannya membawa dampak yang sangat buruk terhadap dunia Islam. Dikatakan demikian, karena Presiden Amerika George Bush, secara tiba-tiba mengeluarkan statemen “miring” bahwa “Islam adalah Teroris”. Dalam hal ini, G. Bush mengumumkan kepada dunia bahwa:
Amerika diserang teroris biadab. Teroris itu adalah Osama bin Laden. Teroris itu adalah Islam. Amerika tidak akan tinggal Diam. Amerika akan membalas. Amerika tidak akan kalah. Amerika sudah terbiasa berperang …. Ikut Amerika atau ikut teroris. Tidak ada pilihan ketiga, apalagi pilihan keempat. Siapa yang tidak mau ikut Amerika akan digebuk. Rezim yang tidak mau memusuhi terorisme akan dicap sebagai rezim jahat.
Dua poin penting yang perlu digarisbawahi dari statemen G. Bush tersebut, yakni ; “Teroris itu adalah Islam” dan “Amerika akan membalas”. Menurut penulis, statemen poin pertama, belum ada bukti yang akurat. Sedangkan statemen point kedua, buktinya sudah sangat banyak.
Menurut Ulil Abshar Abdallah bahwa kekerasan dan diskriminasi yang menimpa umat Islam, terutama yang ada di Amerika semenjak peristiwa WTC telah mencapai 1717 kasus, dan kasus yang terbanyak (372 kasus) adalah pelecehan seksual terhadap para muslimah yang berjilbab di Amerika. Jilbab adalah salah satu identitas Islam, dan karena itu mereka menganggap bahwa setiap wanita berjilbab berpotensi memiliki hubungan yang erat dengan terorisme.
Perlakukan Amerika terhadap dunia Islam pasca tragedi 11 September 2001, tidak saja dalam bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum muslim secara individu dan berkelompok di negara-negara seperti yang telah disebutkan, tetapi Amerika juga dengan statemen (balas demdam)-nya telah menyerang negara-negara Islam. Hal ini, terbukti dengan adanya penyerangan Amerika terhadap Afganistan, dan ambisi busuk operasi penyerangan Irak dan penggulingan terhadap rezim Saddam Husein dengan kekuatan senjata semakin mengemuka dan semakin kuat pasca 11 Septembar 2001.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Fawaz A. Gerges, American and Political Islam diterjemahkan oleh oleh Kili Prionggodgigo dan Hamid basyaib (Cet. I; jakarta: Alfavet, 2002. Ahmad Muhib bin Zukri, “Islam dan Demokrasi Islam Pasca Pundamentalisme” dalam Ahmad Jaunuri, et. all, Terorisme dan Fundamentalisme Agama; Sebuah Tafsir Sosial, Malang : Bayumedia Publishing, 2003. Analisis Teuku Rezasyah, di dalam Harian Media Indonesia, 2 Maret 1992. Adian Husaini, Jihad Osama versus Amerika, Jakarta; Gema Insani Press, 2001. Ulil Abshar Abdallah “Hasil Wawancara” dalam Kajian Islam Utan Kayu, dimuat oleh Studi Kantor Berita Radio 68H, Jakarta, Kamis 11 Oktober 2001. Dennis J. Kucinich, “Menggugat Sang Presiden” dalam Majalah Sabili, No. 25 Juli 2003. Perkins “Bongkar Kejahatan Amerika Serikat” dalam Tribun Timur, Edisi 2 Mei 2005.
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar