Skip to main content

Aliran dan Metodologi Tafsir

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: November 30, 2010

Setiap manusia pada abad ke-20 ini serta generasi berikutnya dituntut pula untuk memahami al-Quran sebagaimana tuntutan yang pernah ditujukan kepada masyarakat yang menyaksikan turunnya al-Quran. Dan kunci gudang penyimpanan yang terkandung dalam al-Quran adalah tafsir. Tanpa tafsir kita tidak mungkin sampai kepada gudang penyimpanan yang penuh mutiara dan permata itu, tapi hanya sampai pada bentuk lahirnya lafadz-lafadz al-Quran yang dibaca ayat-ayatnya setiap pagi dan sore.
Usaha memahami dan menemukan serta menjelaskan kandungan al-Quran itulah yang disebut tafsir. Jadi, tafsir merupakan hasil interpretasi dari pemikiran manusia Oleh karena itu, dikatakan bahwa tafsir itu termasuk budaya. Dan hasil pemikiran setiap manusia dapat dipengaruhi bukan saja oleh disiplin ilmu yang ditekuninya, oleh pengalaman, penemuan-penemuan ilmiah, kondisi sosial, politik, budaya, kecenderungan, interest, motivasi mufassir, missi yang diemban dan lain-lain sebagainya, yang tentunya hasil pemikiran itu akan berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Perbedaan-perbedaan inilah yang menimbulkan berbagai corak penafsiran yang kemudian berkembang menjadi suatu aliran tafsir yang bermacam-macam.
Terminologi Aliran Tafsir
Aliran atau corak tafsir dalam istilah tafsir biasa dikenal dengan istilah madarasah al-tafsir, alwân al-tafsir, manhaj al-tafsir, dan madzâhib al-tafsir. Madrasah tafsir berarti aliran tafsir atau kajian yang ditempuh yang dilihatnya sebagai suatu alat atau jalan memahami al-Quran. Hal ini melahirkan istilah pembagian tafsir riwayah, tafsir ra’yi, dan tafsir isyari. Alwan al-tafsir berarti warna atau corak tafsir atau aliran yang kajian pembahasannya melihat dari segi obyek dan pendekatannya yang dilakukan. Hal ini melahirkan tafsir kalam atau teologi, fiqhi (hukum/yuridis), tasawwuf (mistik), falsafi, sastra dan semantik, dan lain-lain. Manhaj al-tafsir adalah keseluruhan jalan yang ditempuh dalam meahami al-Quran, baik dilihat dari segi sebagai alat atau sebagai obyek bahasannya. Hasil dari cara manhaj al-tafsir inilah yang kemudian disebut sebagai madzhab tafsir.
Dilihat dari segi data atau sumber penafsiran, salah satu aliran tafsir yaiut Aliran tafsir ma`tsur, yaitu tafsir yang dalam penafsirannya mendasarkan pada ayat al-Quran itu sendiri, hadis-hadis Nabi saw. dan pendapat para sahabat, serta pendapat para ulama tabiin. Riwayat yang dikutip dari tabiin itu hingga kini masih kontroversial di kalangan ulama tafsir, ada yang memasukkannya sebagai tafsir ma`tsur dan ada juga meamsukkannya sebagai tafsir ra’yi. Para ulama tabiin dalam memberi penafsiran terhadap ayat-ayat al-Qur’an tidak hanya berdasarkan riwayat yang mereka kutip dari Nabi saw. melalui para sahabat, namun juga memasukkan ide-ide dan hasil pemikiran mereka. Dengan kata lain, mereka terkadang melakukan ijtihad dalam memberi interpretasi terhadap ayat-ayat al-Quran, sehingga dengan demikian, ia digolongkan sebagai tafsir ra’yi. Akan tetapi, ada juga yang menggolongkan penafsiran tabiin itu sebagai tafsir ma`tsur dengan alasan bahwa mereka banyak menerima dan mendapatkan riwayat tafsir dari para sahabat yang banyak bergaul dengan Nabi SAW. serta menyaksikan peristiwa turunnya ayat al-Quran.
Nilai Tafsir Ma’tsur
Di antara kelebihan tafsir al-ma’tsur ini adalah:
  1. Membatasi interpretasi intelektual rasional dan ide penafsir itu sendiri.
  2. Memudahkan untuk mengetahui maksud suatu ayat al-Quran secara praktis dan tekstual.
  3. Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami al-Quran.
  4. Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesan al-Quran. 
  5. Mengikat penafsir itu dalam lingkaran tekstualitas ayat-ayat sehingga menghindarkannya untuk tidak terjerumus ke dalam subjektivitas berlebihan.
Di sisi lain, kelemahan yang terlihat yang terlihat dalam tafsir al-ma’tsur ini antara lain:
  1. Membuka peluang untuk terjerumusnya penafsir itu ke dalam uraian kebahasaan dan kesusasteraan yang bertele-tele sehingga menyebabkan pesan pokok al-Quran menjadi kabur.
  2. Seringkali konteks turunnya ayat (uraian asbab al-nuzul atau sisi kronologis turunnya ayat-ayat ahkam yang dipahami dari uraian nasikh-mansukh) hampir dapat dikatakan terabaikan sama sekali sehingga ayat-ayat tersebut bagaikan turun bukan dalam dalam satu masa atau berada di tengah-tengah masyarakat tanpa budaya budaya.
  3. Terbatasnya stock riwayat masa lalu yang benar-benar sahih sehingga kurang memadai untuk diharapkan dapat menjawab berbagai problem dalam perkembangan dan transformasi sosial kultural yang kompleks dari masa ke masa.
Dilihat dari segi kualitas periwayatan dalam tafsir al-ma’tsur ini juga mempunyai sejumlah kelemahan, yaitu:
  1. Banyaknya pemalsuan hadis, paling tidak adanya percampuran antara hadis sahih dengan hadis yang tidak sahih.
  2. Masuknya cerita-cerita Israiliyat.
  3. Hilangnya sanad-sanad riwayatnya.
Sebagian para pendukung madzhab memutarbalikkan pendapat-pendapat para sahabat dengan menyandarkan kepadanya.
Referensi Makalah®
*Berbagai Sumber
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar