Skip to main content

Kaidah Nahy dalam Ushul Fikih

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: August 30, 2012

kaidah Nahy. Kaidah Nahy yang dimaksud adalah;
Dalam memahami suatu lafazh, diperlukan pemahaman mendasar yang bersifat ushuliy. Ada beberapa kaidah ushul dalam fikih, salah satunya adalah

Kaidah Nahy pertama. Pada dasarnya larangan itu adalah pengharaman الأصل فى النهي للتحريم Jumhur ulama menetapkan hukum asal larangan itu adalah haram, sebab setiap larangan mengakibatkan kerusakan., seperti larangan untuk membuat kerusakan di muka bumi, لا تفسدوا فى الأرض

Selain sighat nahy mengandung keharaman, ia juga dapat mengandung makna lain, bila ada qarinah yang menunjukkannya. Seperti:
  1. Nahy bermakna makruh
  2. Nahy bermakna harapan (doa), seperti pada QS. al-Baqarah (2):286
  3. Nahy bermakna petunjuk (irsyad), seperti pada QS. al-Maidah (5):101
  4. Nahy bermakna penjelasan akibat (bayan al-Aqibah), seperti pada QS. Ali Imran (3): 169
  5. Nahy bermakna keabadian (dawam), seperti pada QS. Ibrahim (14):42
  6. Nahy bermakna memberikan keputusasaan ( ta’yis), seperti pada QS. al-Tahrim (66): 7
  7. Nahy bermakna menghibur ( I’tinas), seperti pada QS. al-Taubah (9): 51
Kaidah nahyu kedua; Nahy pada sesuatu, perintah atas kebalikannya النهي عن شيء أمر بضده Jika pada kaidah amr dijelaskan bahwa perintah pada sesuatu berarti larangan atas kebalikannya, maka tinjauan mafhum mukhalafah-nya adalah sebagaimana kaidah tersebut di atas. Sebagai contoh: larangan berzina berarti perintah meninggalkannya.

Kaidah Nahy ketiga; Nahy secara mutlak menghendaki pengulangan sepanjang zaman الأصل فى النهي المطلق يقتضى التكرار فى جميع الأزمنة

Dalam kaitan pengulangan, ketentuan nahy berbeda dengan ketentuan amr , nahy menghendakiadanya pengulangan setiap larangan, sebab larangan itu menimbulkan kerusakan.

Kaidah Nahy keempat; Nahy menuntut kesegerahan الأصل فى النهى يقتضى الفور Kesegerahan untuk menghindarkan kerusakan dan bencana adalah sesuatu yang sangat dikehendaki oleh syara’. Atas dasar itulah, maka setiap larangan dituntut untuk dapat ditinggalkan sesegera mungkin tanpa harus mengulurkan waktu lebih lama.

Referensi Makalah®  
Kepustakaan: M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an. (Cet. I; Bandung: Mizan, 1412 H./1992 M). Al-Suyuthi, Al-Itqan fi `Ulum al-Qur’an. (Beirut: `Ilam al-Kutub, t.th.) al-Zarkasyi. al-Burhan fi `Ulum al-Qur’an. Juz. II. (Beirut: Dar al-Fikr, 1408 H.1988 M). Al-Zarqni. Manahil al-`Urfan fi `Ulum al-Qur’an. Juz. II. (Beirut: Dar al-Fikr, 1988 M/1408 H).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar