Skip to main content

Pengertian Hakim

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: July 03, 2013

Hakim secara etimologi merupakan kata serapan dari bahasa Arab yaitu hakim, yang berarti orang yang memberi putusan atau diistilahkan juga dengan qadhi. Hakim juga berarti orang yang melaksanakan hukum, karena hakim itu memang bertugas mencegah seseorang dari kedzaliman. Kata hakim dalam pemakaiannya disamakan dengan Qadhi yang berarti orang yang memutus perkara dan menetapkannya.
Menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata hakim berarti orang yang mengadili perkara (di pengadilan atau mahkamah). Sedangkan menurut Undang-Undang Peradilan Agama, Hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim wajib menjaga kemandirian peradilan.
Hakim sebagai tempat pelarian terakhir bagi para pencari keadilan dianggap bijaksana dan tau akan hukum, bahkan menjadi tempat bertanya segala macam persoalan bagi rakyat. Dari padanya diharapkan pertimbangan sebagai orang yang tinggi pengetahuan dan martabatnya serta berwibawa. Diharapkan hakim sebagai orang yang bijaksana, aktif dalam pemecahan masalah.
Kiranya asas hakim aktif itu sesuai dengan aliran pikiran tradisioanal Indonesia, undang-undang No. 4 tahun 2004 mengharuskan hakim aktif karena yang dituju dalam pasal 24 UUD 1945 adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terlaksananya negara hukum Republik Indonesia.
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan bebas dari campur tangan pihak-pihak luar kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan peradilan demi terselenggarakannya negara hukum (pasal 3 ayat 3 UU No. 4 tahun 2004). Pada hakekatnya kebebasan ini merupakan sifat pembawaan dari pada setiap peradilan.
Tugas hakim tidak hanya berhenti dengan menjatuhkan putusan saja, akan tetapi juga menyelesaikan sampai pada pelaksanannya. Dalam perkara perdata, hakim harus membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan (pasal 4 ayat 2 UU no 4 tahun 2004).
Hakim tidak boleh menolak untuk memerikasa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memerikasa dan mengadilinya (pasal 16 ayat 1 UU No.4 tahun 2004). Memang pada hakekatnya dari seorang hakim hanya diharapkan atau diminta untuk mempertimbangkan tentang benar tidaknya suatu peristiwa yang diajukan kepadanya. Oleh karena itu hakim harus memeriksa dan mengadili setiap perkara yang diajukan kepadanya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997). WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993). Pusat Bahasa Departemen Pedidikan Nasional, Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002). Republik Indonesia, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman UU No. 4 Tahun 2004, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar