Tokoh dalam Penyebaran Ajaran Sivaisme
Pada: June 29, 2013
Referensi berikut ini akan dikemukakan beberapa tokoh yang mempunyai peranan penting dalam penyebaran ajaran Sivaisme.
Pertama: Rsi Agastya. Rsi Agastya didalam penyebaran Agama Hindu sangat terkenal jasa-jasanya. Menurut Pustaka Purana dan Mahabarata, beliau lahir di Kasi (Benares) sebagai penganut Siva yang taat. Beliau sebagai pemegang obor dan memberi penerangan suci keseluruh pelosok.
Beliau meninggalkan kotas kasi menuju selatan sebagai Dharmaduta menyebarkan Agama Hindu. Di India Selatan dia dapat menaklukan para Asura dan oleh karena ajaran-ajaran Dharmanya dapat berkembang. Kemudiaan namanya menyebar luas sampai India belakang dan Indonesia sebagai penyebar agama Hindu. Di India belakang namanya disebut dalam Prasasti-prasasti. Di Indonesia dengan jelas disebut dalam prasasti Dinaya.
Pada abad ke-VIII dibuatkan pelinggih untuknya, oleh karena kebesaran dan kesucian Maha Rsi Agastya, maka disebut Bhatara Guru sebagai perwujudan siva di dunia dengan mengajarkan dharma. Maha Rsi Agatha dalam sejarah agama Hindu di Indonesia namanya disucikan di dalam prasasti-prasasti kuno. Prasasti tersebut adalah Dinaya di Jawa Timur tahun saka 682 dimana seorang raja bernama Gajahmada membuat pura suci yang sangat indah untuk maha Rsi Agastya dengan maksud untuk memohon kekuatan suci untuk mengatasi kekuatan yang gelap.
Juga di Porong (Jawa Tengah). Prasasti tahun saka 785 menyebutkan bahwa “Selama matahari dan bulan ada di Cakrawala dan selama dunia ini dikelilingi oleh empat samudra; selama dunia ini dipenuhi oleh hawa, selama itu ada kepercayaan kepada Maha Rsi Agastya. Di Bali didapatkan pemuliaan nama Rsi Agastya sebagai saksi dan penguat sumpah-sumpah (Harichandana). Pemuliaan terhadap Bhatara guru yaitu Maha Rsi Agastya tidak hanya terbatas pada Bali, Jawa dan Lombok saja tetapi juga di Sulawesi bagi selatan dan Kalimantan.
Mengingat usaha-usahanya dalam Dharmayatra ini maka banyak istilah-istilah yang diberikan kepada Maha Rsi Agastya di antaranya; Agastra Yatra; artinya perjalanan suci yang tak muncul kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma, dan Pita-Sagara; artinya Bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan yang luas demi untuk darma.
Kedua: Empu Tantular. Selain Rsi Agastya, ada lagi yang mempunyai banyak jasa yaitu Empu Tantular, beliau adalah seorang Rsi yang tinggi kepribadiannya, seorang pujangga besar. Hasil karyanya berupa syair atau kekawin (wirama) adalah suta-soma. Digambarkannya bahwa Sang Hyang widhi adalah satu bukan dua, sekalipun ada yang mengatakan Siva atau Budha.
Ketiga: Mpu Kulturan. Mpu Kulturan hidup di zaman kerajaan Erlangga. Beliau ini saudara kandung dari Empu Bharadah. Kedua empu ini adalah penasehat Prabu Erlangga. Ketika kerajaan Erlangga mulai terjadi pertentangan-pertentangan, dimana nasehat Mpu Kulturan tiada didengarkan oleh para kesatria, maka beliau mengadakan Dharma yatra mengembara demi untuk kebenaran dan akhirnya sampai ke Bali dengan melalui pesisir utara sampai ujung timur pulau Bali yakni Padang Bai. Dekat Padang Bai ditemukan sebuah pura Sulayukti namanya.
Empu Kulturan akhirnya menetap di Bali dan di pura Sulayukti beliau meneruskan melakukan yoga. Ajaran Dharma yang beliau telah miliki lalu disebarkan di Bali. Beliau menciptakan adanya yang disebut Kahyangan Tiga yaitu Puseh, desa (Baleagung), dan Dalem, sebagai lambang Brahma, Wisnu dan Durga (Siva).
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Upadeca, Tentang Ajaran-ajaran Agama Hindu, (Jakarta: Parisada Hindu Dharma, 1968). I Gede Bajrayasa. Ida Bagus Arisudhana dan I Gst Gede Goda, Acara, (Jakarta: Teguh Mitra Kencana, 1981).