Skip to main content

Puasa dalam Tradisi Berbagai Agama

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: June 27, 2013

Puasa adalah suatu tindakan menghindari makan, minum, serta segala hal yang dapat memuaskan hasrat fisik maupun non fisik, yang dilakukan pada masa tertentu. Puasa dilakukan berdasarkan ajaran agama dan keyakinan yang dianut oleh orang yang melaksanakannya. Puasa tidak hanya ada dalam syariat Islam saja. Makna dan tujuan puasa secara umum adalah untuk menahan diri dari segala hawa nafsu, dapat merenung dan mawas diri, serta mampu meningkatkan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi ada juga orang berpuasa dengan maksud yang lain.
Kitab Injil menyebutkan bahwa puasa adalah ibadah yang besar. Hal itu terbukti dimana Nabi terdahulu yaitu, Nabi Isa as telah berpuasa bersama-sama para Hawari (penolongnya). Sementara dalam kitab Taurat menyebutkan kewajibkan berpuasa selama beberapa hari. Diantaranya menyebutkan Nabi Mus as telah berpuasa selama 40 hari, bahkan penyembah-penyembah berhalapun juga melakukan puasa.
Agama Yahudi ada jenis puasa, seperti untuk memperingati kejadian-kejadian bersejarah yang mereka sebut “puasa kecil”,atau juga yang disebut “puasa sembilan hari” atau puasa berduka cita: yaitu puasa tidak boleh minum anggur dan makan daging. Dan ada juga yang disebut “Puasa tiga minggu” yaitu waktu berpuasa itu tidak boleh melaksanakan pesta perkawinan.
Dalam agama Nasrani tercatat bahwa Yesus Kristus bukan saja menjalankan puasa empat puluh hari, tetapi juga menjalankan puasa pada hari¬hari penebusan. Puasa tersebut dimulai dari hari rabu sampai hari jumat suci (peringatan meninggalnya Yesus Kristus). Bentuk puasanya adalah mengurangi makan, yaitu hanya boleh makan kenyang tetapi hanya sekali dalam waktu satu hari. Orang yang melakukan puasa boleh, memilih pantang makan garam, pantang makan daging, pantang merokok dan sebagainya, sesuai dengan kegemarannya.
Dalam puasa tersebut Yesus menekankan bahwa puasa harus dilakukan demi kemuliaan Tuhan semata dan bukan untuk dilihat dan mengharap mendapat pujian atau perhatian manusia. Maka puasa keagamaan harus dilakukan secara diam-diam supaya hanya Tuhan yang tahu dan membalasnya. Hal itu sesuai dengan yang tercantum dalam Kitab Perjanjian Baru dalam Surat Matius. 6. 16-18.
Namun pada kaum Gereja reformasi umumnya dulu tidak melakukan puasa, namun belakangan ini, ada gerakan yang ingin menekankan untuk melakukan puasa lagi. Sementara pada pemeluk agama lain yaitu pada agama Budha Theravada juga mengenal puasa dalam bentuk pantangan, terutama para biksunya. Di mana semakin tinggi tingkatan seorang biksu, maka semakin banyak pula pantangan yang harus dihadapinya baik dalam hal makanan maupun tingkah laku.
Puasa dilakukan karena dianggap sebagai jalan yang intensif untuk dapat mencapai kelepasan, dan itu sebagai cara untuk dapat memasuki Sanggha (penyatuan dengan Tuhan). Pada masyarakat Bhiksu (dapat disamakan dengan kasta Brahmana dalam agama Hindu, dengan perbedaan Budhisme hanya mengenal persamaan manusia, tidak ada pembagian dalam kasta-kasta). Kehidupan Bhiksu atau pendeta Budha itu mempunyai 10 macam larangan untuk dapat mencapai Sanggha (penyatuan dengan Tuhan) yaitu:
  1. Dilarang menyakiti sesama mahluk hidup.
  2. Dilarang mengambil barang apa saja yang tidak diberikan kepadanya.
  3. Dilarang menjalankan nikah yang tidak teratur (madon atau main perempuan).
  4. Dilarang mengeluarkan perkataan yang tidak benar (kotor).
  5. Dilarang minum-minuman keras.
  6. Dilarang makan yang tidak tertentu.
  7. Dilarang melihat tontonan kesenangan seperti: tari-tarian, sandirawa, nyanyian-nyanyian dan lain-lain.
  8. Dilarang berpakaian dan berhias diluar batas.
  9. Dilarang tidur diatas tempat tidur yang mewah.
  10. Dilarang menerima imbalan berupa uang.
Puasa menurut orang Hindu adalah jalan untuk melepaskan diri dari kehidupan dunia serta melebur dan manunggal dengan Brahma (Tuhan umat Hindu), yang merupakan cita-cita tertinggi bagi pandangan umat Hindu. Tapi jalan itulah yang mereka anggap terbaik dalam penyatuan dengan Tuhannya.
Dalam berpuasa mereka harus dapat menjauhi tidur malam. Menyiksa diri merupakan cara untuk melepaskan diri dari kehidupan dunia yang mereka anggap semu belaka. Ajaran Hinduisme mengajarkan yaitu dengan jalan pantang membunuh mahluk hidup, bahkan hama yang kecil sekalipun. Bila berjalan orang tersebut harus selalu berhati-hati, jangan sampai menginjak seekor serangga sekalipun, apalagi sampai membunuhnya. Dalam hal makan, mereka tidak mau menelan makanan apa saja yang berasal dari mahluk yang bernyawa. Dan dalam hal minum, air yang mau diminum harus dapat dipastikan bahwa air tersebut tidak terdapat mahluk hidup.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Husain Bahraeisj, Himpunan fatwa, (Al-Ihklas; Surabaya, 1987). Yusuf Qardawy, Fiqh Puasa, (Era Inter Media; Surakarta, 2000). S. Saiful Rahim, Puasa Yang Boleh Meninggalkannya, (Antar Kota; Jakarta 1998). Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, (Raja Grafindo Persada; Jakarta,1996). E. Nugroho, Ensiklopedi Nasional Indonesia, (Cipta Adi Pustaka; Jakarta 1990). Adolf Heuken Sj, Ensiklopedi Gereja, (Yayasan Cipta Loka Caraka; Jakarta 1994). The Indonesian Bible Society, Kitab Perjanjian Baru, (The Indonesian Bible Society; Jakarta 1981). Kamil Kargapradja, Aliran Kebatinan & Kepercayaan di Indonesia, (Yayasan Masagung; Jakarata 1985). Ahmad Syalaby, Islam dan Timbangan, terj Abu Laila & Muhammad Tohir, (Al-Maarif; Bandung 1982).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar