Skip to main content

Dasar dan Jenis Hukum Talak

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: June 15, 2013

Dasar hukum talak itu terdapat dalam al-Quran yaitu firman Allah swt yang artinya:
Wanita-wanita yang di talak hendaklah menahan (menunggu) tiga kali quru. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan oleh Allah swt dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah swt dan hari akhir. Dan suami-suami yang berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika merasa (para suami) itu menghendaki islah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari pada istrinya. Dan Allah swt Maha Perkasa dan Bijaksana. Talak (yang dapat dirujuk) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma ’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengam bil sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir bahwa keduanya (suami istri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah swt, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus darinya, itulah hukum-hukum Allah SWT, maka janganlah kamu melanggarnya. Barang siapa yang hukum-hukum Allah swt, maka mereka itulah orang yang zalim” (QS. al-Baqarah: 228-229).
Adapun hukum talak, Pertama; ada kalanya wajib, seperti talak yang dilakukan oleh orang yang bersumpah ila’ (tidak akan menggauli istrinya), sedangkan dia memang tidak menginginkan untuk menyetubuhinya.
Kedua; hukum talak menjadi sunnah hal ini juga dijelaskan dalam kitab Fathul Mu’in seperti di bawah ini: dan ketiga; hukum talak adalakalanya sunah, umpamanya seorang suami tidak mampu menunaikan hak-hak istri karena memang dia tidak mencintai atau istri tidak menjaga kehormatannya selagi tidak dikawatirkan si suami akan ikut terbawa kepada kedurhakaan istrinya, (jika dikhawatirkan si suami akan ikut terbawa kepada kebejatan akhlaq istrinya, maka hukum menceraikan nya bukan sun at lagi melainkan wajib). Atau si istri berakhlaq buruk, dengan kata lain si suami tidak dapat tahan hidup bersama dengan wanita seperti itu.
Keempat; Hukum talak menjadi haram, seperti talak bid’ah, yaitu menjatuhkan talak kepada istri yang telah digauli, tepat dimasa haidnya, tanpa tebusan dari pihak istri (khulu) atau diwaktu suci, sedangkan dia telah menggaulinya, contoh lain dari talak bid’ah adalah menjatuhkan talak kepada istri yang belum memenuhi bagian gilirannya juga sep erti menjatuhkan talak di saat di suami sedang sakit keras, dengan maksud agar si istri terhalang dari mewarisi hartanya.
Adapun wanita yang ditalak, menurut kesepakatan para ulama madzhab, disyaratkan harus seorang istri, sementara itu, Imamiyah memberi syarat khusus bagi sahnya talak terhadap wanita yang telah dicampuri, serta bukan wanita yang telah mengalami menopause dan tidak pula sedang hamil, hendaknya di dalam keadaan suci (tidak haid) dan tidak pernah dicampuri pada masa sucinya itu (antara dua haid). Kalau wanita tersebut ditalak dalam keadaan haid, nifas, atau pernah dicampuri pada masa sucinya, maka talaknya tidak sah.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fanni, Fathul Mu’in, Terjemah: KH. Moch Anwar, (Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 1994). Badan Penyuluhan Hukum, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta, Departemen Agama RI Direktorat Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1999). Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang, Alwaah, 1989).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar