Skip to main content

Macam-macam Khiyar

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: April 17, 2013

Khiyar sebagai permasalahan menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi dimaksud, dibagi dalam beberapa macam. Macam khiyar, antara lain :
Pertama: Khiyar Ru'yah
Salah satu barang yang ditransaksikan harus jelas (sifat atau kualitasnya), demkian juga harganya, maka tentulah pihak calon pembeli berhak melihat barang yang akan dibelinya. Hak melihat dan memilih barang yang dibeli itu disebut khiyar ru'yah. Khiyar ru'yah merupakan masa memperhatikan barang, menimbang, rentang dan berfikir sebelum mengambil keputusan melakukan transaksi atau aqad.
Mengingat kemungkinan timbulnya akibat-akibat buruk jika dilakukan transaksi bagi barang yang ghaib (tidak dilihat), maka segolongan Fuqaha mensyaratkan dilihatnya (diru'yahnya) barang bagi sahnya jual beli.
Namun kenyataannya banyak barang yang tidak mungkin diketahui kualitasnya secara langsung, sebab jika dibuka menimbulkan kerusakan barang, misalnya isi telur, obat-obatan dalam botol, makanan dan minuman kaleng, dan sebagainya yang kesemuanya hanya bias dilihat isinya pada waktu akan digunakan. Dalam keadaan tersebut boleh tidak diru'yah secara langsung, dengan catatan ada hak khiyar bila ternyata barangnya rusak atau kualitasnya buruk.
Kedua: Khiyar Majlis
Apabila aqad Jual beli telah dilakukan, maka kedua belah pihak masih mempunyai hak khiyar, selama keduanya belum terpisah dari majlis aqad. Khiyar tersebut disebut khiyar majlis.
Hak membatalkan transaksi masih tetap ada selama kedua belah pihak masih ada dalam satu majlis.
Dalil yang menunjukkan adanya khiyar majlis bukan merupakan ijtihad, melainkan nash yang terang, maka kukuhlah kedudukan khiyar majlis tersebut.
Ketiga: Khiyar Syarat.
Salah satu bentuk khiyar yang dibenarkan syara' adalah khiyar syarat. Yang dimaksudkan di sini ialah apabila pihak pembeli mensyaratkan adanya khiyar untuk jangka waktu tertentu. Demikian juga dibolehkan kedua belah pihak sepakat menetapkan syarat khiyar itu. Dalam tenggang waktu yang disyaratkan itu, dapat dilakukan pembatalan jual beli yang dengan sendirinya masing-masing pihak mengembalikan barang dan uang yang pernah diterimanya. Dan apabila tenggang waktu itu telah habis, maka dengan sendirinya hilanglah hak khiyar.
Jumhur ulama sepakat mengakui kebolehan mengadakan syarat khiyar dalam jual beli, tetapi mereka berselisih pendapat dalam menetapkan batas waktu khiyar syarat itu paling lama tiga hari. Imam Malik menetapkan jangka waktu dalam berbagai kategori, untuk barang yang tidak bergerak, seperti tanah dan pohon selama 36-38 hari. Kesempatan khiyar untuk barang-barang dagangan biasa, dari tiga hari sampai lima hari, dan kalau lebih dari itu rusaklah aqad jual beli, sedangkan hamba sahaya, tenggangnya 8-10 hari.
Adapun menurut Imam Ahmad, yang terpenting ialah jangka waktu itu harus jelas dan tidak ada pembatasan. Boleh saja menentukan sebulan atau setahun, yang tidak sah adalah apabila tenggang waktu itu tidak dinyatakan dengan terang.
Memperhatikan beberapa pendapat para ulama mengenai tenggang waktu khiyar tergantung kesepakatan kedua belah pihak (penjual dan pembeli), selama waktu khiyar berlangsung kedua belah pihak terikat dengan syarat itu, maka seyogyanya tenggang waktu khiyar tidak terlalu lama.
Keempat: Khiyar Aib (Cacat)
Pihak penjual diwajibkan menerangkan keadaan barang dan tidak boleh menyembunyikannya cacatnya kepada calon pembeli. Nabi saw. bersabda :
Dari Abdillah Ibn Harits berkata: “Saya mendengar Hakim Ibn Hazm ra. Nabi saw bersabda: “Kedua oarang yang berjual beli boleh khiyar selama keduanya benar dan menyatakan keadaan barang, keduanya diberikan keberkahan. Dan kalau keduanya menyembunyikan dan berdusta, dihapuskan keberkahan jual belinya.” (HR. Bukhari).
Adakalanya seorang membeli barang yang cacatnya baru diketahui setelah beberapa waktu kemudian setalah akad jual beli itu berlangsung. Apabila terjadi hal semacam itu, maka pihak pembeli berhak mengembalikan barang dan menerima kembali uang dari pihak penjual. Itulah yang disebut khiyar aib yakni mengembalikan barang cacat. Apabila barang itu cacat dan sudah diterangkan oleh penjual sebelum transaksi terjadi lalu pembeli ridha dan menerimanya, maka dengan sendirinya hak khiyar aib itu terhapus.
Referensi Makalah
Kepustakaan:
Al-Mawardi, Al-Ahkam As-Sulthaniyah, (Beirut: Dar al Fikr, 1960).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar