Skip to main content

Konsekuensi Takwil menurut Ulama

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: April 18, 2013

Banyak ulama dalam membahas tentang konsep takwil, menggambarkan bahwasanya takwil sebagai sebuah pendekatan, memiliki beberapa konsekuensi. Konsekuensi takwil yang dimaksud, yaitu:
Menurut Abu Zahrah takwil adalah mengeluarkan lafadz dari lahir maknanya kepada makna lain yang ada kemungkinan untuk itu. Dengan bahasa lain: Pertama, Lafadz itu tidak lagi difahami menurut arti lahir. Kedua, Arti yang dipahami dari lafadz itu adalah arti lain yang secara umum juga dijangkau oleh arti zahir lafadz itu. Ketiga, Peralihan dari arti zahir kepada arti lain itu menyandarkan kepada petunjuk dalil yang ada.
Takwil akan merubah pemahaman literal terhadap teks ayat al-Quran, yang mana pemahaman literal itu tidak jarang menimbulkan problem atau ganjalan-ganjalan dalam pemikiran, apalagi ketika pemahaman tersebut dihadapkan dengan kenyataan sosial, hakikat ilmiah, atau keagamaan.
Al-Jahiz (w. 225 11/868 M), memperkenalkan makna metaforis pada ayat-ayat al-Quran. Dan, dalam hal ini, harus diakui bahwa dia telah menghasilkan pemikiran-pemikiran yang sangat mengagumkan, sehingga mampu menyelesaikan sekian banyak problem pemahaman keagamaan atau ganjalan-ganjalan yang sebelumnya dihadapi itu. Tokoh lain dalam bidang ini adalah murid al-Jahiz, yakni Ibnu Qutaibah (w. 276 11/ 889 M).
Al-Syathibi mengemukakan dua syarat pokok bagi pen-takwil-an ayat-ayat al-Quran: Pertama, makna yang dipilih sesuai dengan hakikat kebenaran yang diakui oleh mereka yang memiliki otoritas. Kedua, arti yang dipilih dikenal oleh bahasa Arab klasik.
Syarat yang dikemukakan ini, lebih longgar dari syarat kelompok al-Zhahiriyah yang menyatakan bahwa arti yang dipilih tersebut harus telah dikenal secara populer oleh masyarakat Arab pada masa awal.
Dalam syarat al-Syathibi di atas, terbaca bahwa popularitas arti kosakata tidak disinggung lagi. Bahkan lebih jauh al-Syathibi menegaskan bahwa kata-kata yang bersifat ambigus/ musytarak (mempunyai lebih dari satu makna) yang kesemua maknanya dapat digunakan bagi pengertian teks tersebut selama tidak bertentangan satu dengan lainnya.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran, (Bandung, Mizan, 1996). Nasr Hamid Abu Zayd, Mafhum al-Nash: Dirasah fil Ulum al-Qur'an, Terj. LkiS Tekstualitas Al-Qur’an: Kritik Terhadap Ulumul Qur'an, (Yogyakarta: LkiS, 2002).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar