Skip to main content

Asal Mula Kota Semarang

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: March 07, 2013

Kota Semarang adalah Ibukota Propinsi Jawa Tengah. Secara geografis terletak di pesisir utara Pulau Jawa. Secara topografis Kota Semarang terdiri atas dua wilayah, yaitu wilayah atas, dan wilayah bawah. Wilayah atas adalah wilayah perbukitan yang memanjang dari timur ke barat di bagian selatan kota Semarang. Wilayah bawah adalah wilayah bentukan yang muncul karena peristiwa alluvial.
Menurut R.W. Van Bamellen geolog asal Belanda mengatakan, lebih kurang 500 tahun yang lalu keadaan kota Semarang jadi berbeda dengan sekarang. Dikala itu garis pantai masih jauh menjorok ke dalam hingga ke kaki bukit Gajahmungkur, Mugas, Mrican, Gunung Sawo Simongan dan bukit-bukit lain sekitarnya. Seiring dengan berjalannya waktu terjadilah pendangkalan dan endapan lumpur hingga timbullah suatu dataran baru yang kemudian hari dikenal sebagai kota bawah dari kota Semarang. Sebab itulah dikatakan unik dan indah karena terbagi dalam dua bagian yaitu bagian atas dan bagian bawah.
Dengan kondisi geografis yang demikian, ada seorang isteri pejabat VOC, Meur B-P (Nyonya B-P) menyebut Semarang dengan, “een Oosterchs Venetie! Schimmen, glinstering, ... bekoring!” (sebuah Venesia dari negeri Timur yang teduh, berkilauan... indah menawan!).
Ada beberapa pendapat dari para sejarawan mengenai asal-usul nama Semarang, yaitu;
Berdasarkan penyelidikan sejarah yang dilakukan oleh C. Lekkerkerker dari Nederland Java en Bali Instituut, asal mula nama Semarang diambil dari perkataan Asem-Arang. Alasannya banyak nama-nama tempat di Indonesia dinamakan sesuai dengan keadaan dan kondisi daerah yang bersangkutan. Seperti halnya Banyumas berasal dari perkataan Banyu-Amis. Kemudian Salatiga berasal dari perkataan salah tiga.
Merujuk dari keterangan diatas, pada zaman dulu Semarang banyak ditumbuhi pohon asem yang keadaan daunnya jarang-jarang atau tidak nggempiok (rimbun). Maka tempat ini disebut Asem-Arang. Lama kelamaan untuk menggampangkan omongan berubah menjadi Semarang seperti sekarang.
Sejalan dengan pendapat Lekkerkerker, D. Van Hinloopen Labberton juga menunjukkan adanya tempat-tempat yang mempunyai nama dengan menggunkan kata-kata arang dan kerep, seperti Jatinga rang, Pelemkerep, dan Gempolkerep. Menurut Raden Mas Ngabehi Tjokro Hadiwikromo, Semarang berasal dari perkataan Semaran atau Kasemaran. Yakni, nama kediaman resmi Kyai Ageng Kasemaran, nama lain Ki Ageng Pandan Arang. Karena beliau menikah dengan Endang Kasmaran alias Endang Sejanila. Perkataan Kasemaran sendiri kemudian diperpendek menjadi Semaran yang pada akhirnya berubah menjadi Semarang. Dikarenakan, orang-orang Belanda jika melafalkan an selalu berubah menjadi ang. Misalnya, ketika mengucapkan Palimanan menjadi Palimanang, Kopen menjadi Kopeng dan lain sebagainya.
J. Hageman Jcs menuliskan, pada tahun 1207, ada dua orang Pangeran dari Kerajaan Pajajaran, yaitu Raden Tanduran dan Siyung Wanara terlibat peperangan sengit di sebelah Barat Semarang. Tepatnya di Tugu Rejo (dahulu masih masuk dalam wilayah Kendal). Untuk mengenang peristiwa sekaligus mengakhiri Civil War itu, maka dibangunlah sebuah monumen perjanjian yang dinamakan Tugu. Dengan kesepakatan, tanah Jawa sebelah Timur dari tiang batu itu dinamakan Majapahit menjadi milik Raden Tanduran. Sedangkan tanah Jawa sebelah Baratnya dinamakan Pajajaran, yaitu milik penuh dari Siyung Wanara.
Hageman menyimpulkan, nama Semarang berasal dari Ka-Semaran dan Semaran, artinya kediaman Semar. Akan tetapi Hageman juga mempunyai pendapat lain. Menurutnya, Semarang justru berasal dari kata Harang, untuk lebih halus orang menyebut dengan Arang. Yang berarti mahal atau jarang. Dalam bahasa Jawa Krama, nama Semarang disebut Semawis atau Samahawis. Berasal dari perkataan Hawis atau Awis, yang berarti sama mahal atau sama asing.
Dari beberapa pendapat diatas, yang lebih faktual adalah yang menyebutkan nama Semarang berasal dari kata-kata asem dan arang. Alasannya adalah :
Pertama, di kota Semarang dahulu kala banyak tumbuh pohon asam (sekarang pun masih bisa kita lihat meski hanya beberapa gelintir). Kedua, khususnya di tanah Jawa, cukup banyak nama kota yang menggunakan asem sebagai nama awal. Yaitu, Asembagus (pondoknya Alm. Kyai As’ad di Situbondo), Asembawang dan Asemkandang (keduanya berada di Pasuruan), Asemgajah (dekat Juana), Asem Legi (±18 km dari Solo).
Ketiga, pemberian nama tempat dengan menggunakan nama pohon asam telah ada 10 abad yang silam. Berdasarkan prasasti yang dibuat atas perintah Raja Balitung. Berupa piagam tembaga bertahun 827 Saka (905 Masehi), menuturkan adanya sebuah desa Asampanjang. Soekarto menambahkan, desa tersebut sebenarnya masih ada, hanya saja telah berubah nama menjadi desa Sendawa, yang berasal dari kata-kata Asem-Dawa.
Layaknya sebuah kota, minimal harus mempunyai empat unsur utama. Yaitu, wilayahnya, penduduknya, adanya pemerintahan dan kedaulatan (yakni kekuasaan tertinggi untuk mengatur pemerintahannya). Karenanya, lahirnya kota Semarang menjadi polemik tersendiri (berdasar pada saat kapan untuk pertama kalinya sebuah kota mempunyai empat unsur diatas sebagai sebuah totalitas).
Semarang awalnya adalah daerah pegisikan (tempat tinggal Ki Ageng Pandan Arang dan santrinya). Meliputi daerah Bubakan sampai daerah Djurnatan hingga Kauman. Kapan tepatnya kota Semarang lahir masih menjadi perdebatan panjang, meski tanggal 2 Mei 1547 (bertepatan dengan 12 Rabiul Awwal 954 H) ditetapkan Pemkot Semarang sebagai Hari Jadi kota Semarang. Hal ini bertepatan dengan pengangkatan Ki Ageng Pandanaran II menjadi Adipati Semarang oleh kerajaan Demak.
Pusat pemerintahan mengalami beberapa kali perpindahan. Setidaknya mulai tahun 1659 M di bawah pimpinan Bupati Mas Tumenggung Wongsoredjo. Yang dipindahkan ke daerah sekitar desa Gabahan (sekarang Kelurahan Gabahan). Kemudian oleh penggantinya, Bupati Mas Tumenggung Prawiroprodjo ditempatkan di Sekayu (sebelah selatan gedung GRIS). Pada tahun 1670 kembali dipindahkan ke daerah Kandjengan yang bertahan sampai tahun 1942.
Masa pemerintahan Pandan Arang II menunjukkan kemakmuran dan kesejahteraan yang dapat dinikmati penduduknya. Namun masa itu tidak dapat berlangsung lama karena, seusai menerima nasihat Sunan Kalijaga, Bupati Pandan Arang II mengundurkan diri dari keduniawian. la melepaskan jabatannya, meninggalkan Kota Semarang bersama keluarga menuju arah Selatan melewati Salatiga dan Boyolali. Akhirnya sampai ke sebuah bukit bernama Jabalkat di daerah Klaten. Didaerah ini, beliau menjadi seorang penyiar agama Islam dan menyatukan daerah Jawa Tengah bagian Selatan hingga bergelar Sunan Tembayat. Beliau wafat pada tahun 1553 dan dimakamkan di puncak Gunung Jabalkat.
Pada waktu Pemerintahan RIS (Republik Indonesia Serikat), yaitu pada masa Pemerintahan Federal, diangkat Bupati RM.Condronegoro hingga tahun 1949. Sesudah pengakuan kedaulatan dari Belanda, jabatan Bupati diserah terimakan kepada M. Sumardjito. Penggantinya adalah R. Oetoyo Koesoemo (1952-1956). Kedudukannya sebagai Bupati Semarang bukan lagi mengurusi kota, melainkan mengurusi kawasan luar kota Semarang. Hal ini terjadi sebagai akibat berkembangnya Semarang menjadi Kota Praja.
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Pemerintahan daerah Kota Semarang belum dapat menjalankan tugasnya, karena pendudukan Belanda. Tahun 1946, lnggris atas nama sekutu, menyerahkan kota Semarang kepada pihak Belanda. Peristiwa ini terjadi pada tanggal l6 Mei 1946.
Selama masa pendudukan Belanda, tidak ada pemerintahan daerah kota Semarang. Namun para pejuang di bidang pemerintahan tetap menjalankan pemerintahan di daerah pedalaman atau daerah pengungsian diluar kota sampai dengan bulan Desember 1948. Daerah pengungsian berpindah-pindah mulai dari kota Purwodadi, Gubug, Kedungjati, Salatiga, dan akhirnya di Yogyakarta. Pimpinan pemerintahan berturut-turut dipegang oleh R Patah, R.Prawotosudibyo dan Mr Ichsan. Pemerintahan pendudukan Belanda yang dikenal dengan Recomba, berusaha membentuk kembali pemerintahan Gemeente seperti dimasa kolonial dulu di bawah pimpinan R Slamet Tirtosubroto. Hal itu tidak berhasil, karena dalam masa pemulihan kedaulatan, harus menyerahkan kepada Komandan KMKB Semarang pada bulan Februari 1950. Tanggal 1 April 1950, Mayor Suhardi Komandan KMKB menyerahkan tampuk pimpinan pemerintah daerah Semarang kepada Mr Koesoedibyono, pejabat tinggi Kementrian Dalam Negeri di Yogyakarta. Beliau menyusun kembali aparat pemerintah guna memperlancar jalannya pemerintahan.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Amen Budiman, Semarang Riwayatmu Dulu, (Tandjung Sari, Semarang, Jilid I, 1978). Jongkie Tio, Kota Semarang Dalam Kenangan, (t.tp, t.th). Amen Budiman, Semarang Juwita, Semarang Tempo Doeloe, Semarang Masa Kini Dalam Rekaman Kamera, (Tandjung Sari, Semarang, 1979). Liem Thian Joe, Riwayat Semarang: Dari Djamanja Sam Po sampe Terhapoesnja Kongkoan, Boekhandel-Ho Kim Yoe, (Semarang-Batavia, Tjitakan Pertama, 1933).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar