Skip to main content

Sundial; Pengertian dan Sejarah

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 18, 2013

Secara etimologi sundial berasal dari bahasa inggris yang artinya alat penunjuk waktu dengan bayangan sinar Matahari. Sundial dalam bahasa Arab disebut as-Sa’ah asy-Syamsiyah atau mizwala. Kedua istilah tersebut digunakan dalam bahasa arab modern.
Pada abad pertengahan Islam horizontal sundial disebut dengan istilah rukhama yang berarti kelereng atau basita yang berarti datar, dan vertikal sundial disebut dengan istilah munkharifa. Gnomonnya biasa disebut dengan shakhs, shakhis atau mikyas.
Di Indonesia sundial lebih dikenal dengan sebutan bencet yang berarti alat sederhana yang terbuat dari semen atau semacamnya yang diletakkan di tempat terbuka agar mendapat sinar Matahari. Alat ini berguna untuk mengetahui waktu Matahari hakiki, tanggal Syamsiah serta untuk mengetahui pranotomongso
Pada permulaan abad ke-20 para arkeolog menemukan sebuah sundial yang di perki rakan telah di buat sekitar abad 370 SM, sundial tersebut merupakan sundial yang pertamakali ditemukan, seiring dengan perkembangannya para arkeolog mulai menemukan sundial-sundial lain yang berumur lebih tua dan kebanyakan sundial tersebut ditemukan di daerah Mesir.
Salah satu sundial tertua yang ditemukan di daerah Mesir diperkirakan dibuat sekitar tahun 1500 SM dan digunakan oleh Thutmosis III. Sundial ini juga dilengkapi dengan sebuah bandul yang digunakan sebagai alat untuk mengukur ke sejajaran sundial ketika ditempatkan.
Sundial lainnya yang ditemukan di daerah Mesir yang diperkirakan dibuat sekitar tahun 660-330 SM. Sundial ini bisa menunjukkan waktu sepanjang hari tanpa harus mengubah posisi sundial ketika sore hari seperti sundial yang pertama. Selain memiliki bidang sundial yang datar, sundial ini juga memiliki bidang yang miring dan bertingkat menyerupai tangga pada kedua sisinya. Bayangan yang jatuh pada bidang miring tersebut juga dapat menunjukkan waktu. Dengan bentuk yang seperti di atas, sundial ini bisa ditempatkan tanpa harus mengetahui garis meridian teiebih dahulu. Untuk menggunakan sundial ini yang perlu dilakukan hanyalah meletakkannya pada posisi yang datar kemudian kemudian sundial tersebut digerakkan sampai waktu yang ditunjukkan oleh bayangan pada bidang yang miring sama dengan waktu yang ditunjukkan oleh bayangan yang berada pada bidang datar yang berada di atasnya.
Selain kedua sundial tersebut, masih ada satu lagi sundial yang ditemukan di Mesir yang diperkirakan dibuat sekitar abad 330-30 SM. Berbeda dengan kedua sundial sebelumnya yang mempunyai permukaan yang datar sebagai area untuk menangkap bayangan yang dihasilkan oleh balok yang tegak lurus (gnomon), sundial ini memiliki permukaan yang miring yang mana kemiringannya tersebut sesuai dengan lintang tempat. Lebar dari sundial tersebut dibagi menjadi beberapa bagian untuk menunjukkan bulan, serta garis diagonal yang digambar melewati garis-garis bulan tersebut digunakan untuk menunjukkan jam.
Adapun cara penggunaannya hampir menyerupai sundial yang pertama yakni sundial pertama-tama diletakan pada daerah yang datar kemudian arahkan balok yang berdiri tegak tersebut ke arah Matahari. Posisi bayangan pada garis waktu menunjukkan waktu harian pada bulan-bulan tersebut.
Pada akhir abad kesepuluh, para astronom arab menemukan sebuah penemuan besar yang menjadi cikal bakal lahirnya sundial modern. mereka menyadari bahwa dengan menggunakan gnomon yang sejajar dengan sumbu Bumi, sebuah sundial akan mampu menunjukkan waktu yang sama pada satu hari dalam setiap tahun. Sundial jenis ini pernah dibuat oleh seorang astronom yang bernama Ibnu Al-Syatir untuk masjid umayyah di Damaskus pada tahun 1371. Sundial tersebut merupakan sundial yang menggunakan gnomon yang sejajar dengan kutub Bumi tertua yang masih ada.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Rene R J Rohr, Sundial: History Theory And Practice, (Newyork: Dover, 1996). Lawrence E Jones, The Sundial And Geometry, (Glastonbury: North American Sundial Society, 2005). R Newton Mayyal dan Margaret W Mayyal, Sundials Their Contruction And Use, (Cambridge: Sky Pub Corp, 1994). John M Echols Dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 2003). Achmad Warson Munawwir dan Muhammad Fairuz, Al-Munawwir Kamus Indonesia Arab, (Surabaya: Pustaka Progresif, 2007). Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008). David A King, Astronomy In The Service Of Islam, (Vermont: Variorum, 1993). Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2005).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar