Skip to main content

Pendapatan menurut Hukum Islam

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: February 22, 2013

Menurut struktur atas legislasi islam, pendapatan yang berhak diterima, dapat ditentukan melalui dua metode. Metode pertama adalah ujrah (kompensasi, imbal jasa, upah), sedangkan yang kedua adalah bagi hasil. Seorang pekerja berhak meminta sejumlah uang sebagai bentuk kompensasi atas kerja yang dilakukan. Demikian pula berhak meminta bagian profit atau hasil dengan rasio bagi hasil tertentu sebagai bentuk kompensasi atas kerja. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran dan Sunnah.
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidhr menegakkan dinding itu. Musa berkata: Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.
Sabda Rasulullah saw. Hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabda Diriwayatkan dari Umar ra, bahwasanya Nabi Muhammad saw bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”.
Islam menawarkan suatu penyelesaian yang saat baik atas masalah pendapatan dan menyelamatkan kepentingan kedua belah pihak, kelas pekerja dan para tanpa melanggar hak-hak yang sah dari majikan. Dalam perjanjian (tentang pendapatan) kedua belah pihak diperingatkan untuk bersikap jujur dan adil dalam semua urusan mereka, sehingga tidak terjadi tindakan aniaya terhadap orang lain juga tidak merugikan kepentingannya sendiri.
Penganiayaaan terhadap para pekerja berarti bahwa mereka tidak dibayar secara adil dan bagian yang sah dari hasil kerja sama sebagai jatah dari pendapatan mereka tidak mereka peroleh, sedangkan yang dimaksud dengan penganiayaan terhadap majikan yaitu mereka dipaksa oleh kekuatan industri untuk membayar pendapatan para pekerja melebihi dari kemampuan mereka.
Oleh karena itu al-Quran memerintahkan kepada majikan untuk membayar pendapatan para pekerja dengan bagian yang seharusnya mereka terima sesuai kerja mereka, dan pada saat yang sama dia telah menyelamatkan kepentingannya sendiri. Demikian pula para pekerja akan dianggap penindas jika dengan memaksa majikan untuk membayar melebihi kemampuannya. Prinsip keadilan yang sama tercantum dalam surat al-Jaatsiyah ayat 22.
Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya, dan mereka tidak akan dirugikan.
Prinsip dasar ini mengatur kegiatan manusia karena mereka akan diberi balasan di dunia dan di akhirat. Setiap manusia akan mendapat imbalan dari apa yang telah dikerjakannya dan masing0masing tidak dirugikan. Ayat ini menjamin tentang upah yang layak kepada setiap pekerja sesuai dengan apa yang telah disumbangkan dalam proses produksi, jika ada pengurangan dalam upah mereka tanpa diikuti oleh berkurangnya sumbangsih mereka, hal itu dianggap ketidakadilan dan penganiayaan. Ayat ini memperjelas bahwa upah setiap orang itu harus ditentukan berdasarkan kerjanya dan sumbangsihnya dalam kerja sama produksi dan untuk itu harus dibayar tidak kurang, juga tidak lebih dari apa yang telah dikerjakannya.
Meskipun dalam ayat ini terdapat keterangan tentang balasan tehadap manusia di akhirat kelak terhadap manusia di akhirat kelak terhadap pekerjaan mereka di dunia, akan tetapi prinsip keadilan yang disebutkan di sini dapat pula diterapkan kepada manusia dalam memperoleh imbalannya di dunia ini. Oleh karena itu, setiap orang harus di beri pendapatan penuh sesuai hasil kerjanya dan tidak seorangpun yang harus diperlakukan secara tidak adil. Pekerja harus memperoleh upahnya sesuai sumbangsihnya terhadap produksi. Dengan demikian setiap orang memperoleh bagiannya dari deviden Negara dan tidak seorangpun yang dirugikan.
Sisi doktrinal (normative) dari teori islam yang mengikat dan menjelaskan jenis-jenis perolehan pendapatan yang muncul dari kepemilikan sarana-sarana produksi, juga untuk menjustifikasi izin serta larangan bagi kedua metode penetapannya. Norma menyatakan seluruh aturan hukum pada saat penemuannya atau saat berlakunya adalah perolehan pendapatan (al-Kasb) didasarkan pada kerja yang dicurahkan dalam aktivitas produksi. Kerja yang tercurah merupakan satu satunya justifikasi dasar bagi pemberian kompensasi kepada si pekerja dari orang yang memintanya melakukan pekerjaan itu. Orang yang tidak mencurahkan kerja tidak beroleh justifikasi untuk menerima pendapatan. Norma ini memiliki pengertian positif dan negatifnya.
Pada sisi positif, norma ini menggariskan bahwa perolehan pendapatan atas dasar kerja adalah sah. Sementara pada sisi negatif, norma ini menegaskan ketidakabsahan pendapatan yang diperoleh tidak atas dasar kerja.
Sisi positif norma ini tercermin dalam aturan aturan tentang pendapatan atau sewa. Aturan-aturan tersebut mengizinkan pekerja yang jasa kerjanya tercurah pada aktivitas produksi tertentu untuk menerima upah sebagai kompensasi atas kerja yang dicurahkan dalam aktivitas produksi itu.
Sisi negatif norma ini menafikan setiap pendapatan yang tidak didasarkan pada kerja yang tercurah dalam aktivitas produksi. Teks yang termaktub dalam kitab An Nihayah menyatakan bahwa jika melakukan kerja, maka berhak memperoleh surplus. Surplus yang diterima itu adalah kompensasi atas kerja. Atas dasar keterkaitan perolehan pendapatan dengan kerja.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Muhammad Baqir Ash-Shadr, Buku Induk Ekonomi Islam, (Jakarta: Zahra, 2008). Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra, 1989).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar