Skip to main content

Pengetian Oikoumene

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 17, 2012

Istilah Oikoumene nyaris diartikan sebagai universal atau inter-iman. Pengetian Oikoumene ini sesungguhnya keliru. Makna aslinya adalah bumi yang dihuni. Kata Oikos dalam bahasa Yunani berarti rumah, dan Mene adalah bumi.
Pengetian Oikoumene dalam kehidupan batin gereja, sejajar dengan konsep Ahl al-Kitab dalam Islam. Istilah Oikoumene merupakan istilah misi yang analog dengan dinamisme konsep Ahl al-kitab dan berpusat pada pesan iman. Paulus meringkas pesan ini sebagai,
“Sebab jika kamu mengakui dengan mulutmu bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu”.
Jadi, pengetian Oikoumene, adalah istilah untuk menggambarkan misi keKristenan, gerakan Oikoumene untuk mendiami bumi yang kepadanya Injil diberitakan. Itu semacam parafrase bagian akhir Injil Matius, untuk pergi dan membaptis bangsa-bangsa (Mat. 28 : 18 – 20) atau bagian pembuka kisah para Rasul “kamu akan menjadi saksiku .... sampai ke ujung bumi” (Kis. 1 : 8). 1
Kata Oikoumene mempunyai dua arti yang saling terkait. Pertama sesuai arti harfiahnya, ialah rumah kediaman. Kedua, maknanya adalah dunia yang dihuni manusia. Jadi gerakan Oikoumene adalah gerakan untuk menjadikan dunia ini sebuah rumah hunian bagi manusia sebagai sebuah keluarga besar. Istilah Oikoumene terdapat dalam Alkitab, dan digunakan oleh gereja-gereja, terutama di Barat setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Pengetian Oikoumene, awalnyahanya sebatas lingkungan keKristenan di wilayah kerajaan Romawi, tetapi kemudian menunjuk pada keKristenan secara umum, dan berkembang lagi menjadi gereja-gereja (Agama Kristen) dan agama-agama non Kristen, dan berkembang lagi sampai kepada hubungan gereja-gereja dengan ideologi-ideologi. Gerakan ini sangat dikenal dengan gerakan Oikoumene. Gerakan yang peduli pada relasi-relasi antar denominasi gereja (keKristenan) antara agama Kristen dengan agama-agama lain, ideologi-ideologi bahkan tentang lingkungan hidup dan seluruh ciptaan Allah.
Pengetian Oikoumene seperti yang tersebut, menuju kepada satu arah yaitu semacam kesadaran baru bahwa seluruh manusia di muka bumi ini tidak mungkin untuk menganut agama Kristen. Mereka mengumpamakannya seperti sebuah rumah yang terdiri dari banyak bilik (kamar). Namun rumah dengan banyak bilik tersebut merupakan satu kesatuan yang bisa saling berinteraksi dengan baik.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Geogre B. Grose dan Benjamin J. Hubbard (ed.), Tiga Agama Satu Tuhan: Sebuah Dialog, Terj. Santi Indra Astuti, (Mizan, Bandung, 1998). Victor I. Tanja, Pluralisme Agama dan Problem Sosial (Diskursus Tiologi tentang Isu­isu Kontemporer), (Pustaka Cidesindo, Jakarta, 1998). Th. Sumartana, Noegroho Agoeng, Zuly Qodir (ed.), Pluralisme, Konflik dan Perdamaian (Studi Bersama Antar Iman), (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar