Skip to main content

Ghaib menurut Teolog

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 23, 2012

Ghaib menurut teolog, adalah semua perkara yang dikategorikan sebagai perkara ghaib adalah termasuk bagian dari kebenaran ilmiah yang tidak layak untuk diingkari oleh manusia. Sekalipun hal itu terjadi di luar jangkau alat inderawi manusia, baik pendengaran, penglihatan, perabaan, maupun pengetahuan yang sangat cemerlang yang biasa dapat dijangkau oleh akal pikiran dan kesadaran, tetapi semua perkara dikategorikan ghaib merupakan kenyataan yang sudah pasti kebenarannya.
Bagi para teolog, hal ghaib secara nisbi berhubungan dengan dunia nyata baik sesuatu yang disaksikan sekarang atau ghaib karena tidak ada atau ada tetapi tidak dapat disaksikan dikalangan manusia yang mempunyai persiapan untuk mengetahuinya bila ia ada.
Dalam sunnah ada berita-berita tentang hakekat alam ghaib yaitu alam yang tidak dapat dijangkau dengan kekuatan pandangan kita, alam yang tidak mampu ditangkap dengan indra manusia, alam yang tidak dapat diketahui kecuali dengan wahyu Allah.
Alam ghaib sebenarnya mengitari manusia namun dengan sarana akal dan indra manusia yang terbatas tidak mampu mengungkapkannya. Akan tetapi ketidaktahuan manusia mengenai masalah ghaib tersebut bukan berarti secara pasti masalah ghaib itu tidak ada wujudnya.
Kemampuan indra manusia sangatlah terbatas, apa yang diketahui tentang eksistensi sangat sedikit dibanding dengan apa yang tidak diketahui tentang eksistensi, dan manusia tidak bisa mengingkari eksistensi dunia di luar jangkauan manusia. Maka rupanya lebih ilmiyah menertima eksistensi hal-hal tersebut secara teoritis dan kemudian menyelidikinya.
Persoalan ghaib merupakan sesuatu yang tidak dapat di jangkau oleh indra dan tidak ada tempat untuk dilakukan percobaan, hanya terbatas pada penyampaian berita dan diyakini. Dan dilarang diadakannya penelitian dan pembuktian.
Sebagian dari hal-hal yang ghaib ini bersangkutan dengan kehidupan di alam barzah, yakni kehidupan sesudah mati dan sebelum kebangkitan di hari kiamat, pertanyaan-pertanyaan malaikat ketika manusia dalam kubrnya, kaniknmatan dan siksa kubur, kebangkitan dan padang mahsyar, syafa ’at, mizan, hisab, shiroth, surga dan neraka. Pendapat yang lain mengatakan bahwa di antara alam ghaib itu ialah malaikat, jin, arsh (singgasana Allah), kursi (tahta Allah), lauh dan mahfud.
Alam ghaib yang diberitakan sunnah yang paling besar adalah yang berkaitan dengan Allah, nama, sifat, dan af’al-Nya dalam penciptan serta hubungan-Nya dengan hamba-hamba-Nya. Adapun menurut ilmu tauhid yang berkenaan dengan yang ghaib ialah: malaikat, roh, barzah, syurga, neraka, azab, syetan, iblis, jin, takdir.
Sesuatu yang ghaib dapat dikategorikan manjadi dua macam yaitu keghaiban Tuhan dan keghaiban eksistensial. Perbedaaan keduanya dapat dilihat dalam beberapa segi yaitu: 1) Keghaiban eksistensial lebih umum dari pada keghaiban Tuhan, keghaiban Tuhan merupakan bentuk pertama (causa prima) dan proses pembentukannya secara khusus berkaitan dengan situasi dan kondisi manusia pada suatu periode kehidupan tertentu. 2). Secara realitas keghaiban eksistensial mencakup segala hal yang bersifat tertutup dari pengetahuan kreatifitas manusia dan prosesnya, atau segala sesuatu yang tidak kita ketahui tentang persoalan eksistensial yang terjadi sekarang ini sebagai sebuah semesta kehidupan. 3). Keghaiban Tuhan memiliki kandungan ritual, watak totalitas kepatuhan, wilayah metologi sakral. Sedangkan keghaiban eksistensial memiliki kandungan saintis, wilayah ontologis dan watak kreatif. 4) Keghaiban Tuhan hakekat mencerminkan hal yang satu, transenden, mutlak dan lama, sedangkan keghaiban eksistensial hakekat merupakan hal yang beragam, membumi, relatif, dan baru. 5). Keghaiban Tuhan merupakan khasanah yang mengumpulkan banyak agama di dalamnya, sedangkan keghaiban eksistensial lebih dekat dengan filsafat metafisika yang ditentukan oleh bangsa Yunani.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Imron A. Manan, Pelbagai Masalah Tauhid Populer, (PT. Bina Ilmu, Surabaya, 1982). M. Fathullah Gulen, Menghidupkan Iman Dengan Mempelajari Tanda-Tanda Kebesarannya, terj. Sugeng Hariyanto, Fothor Rosyid, Dan Susi Rohwati, (Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002). Yusuf al-Qardhawy, Sunnah, Ilmu Pengetahuan, Dan Peradaban, terj. Abad Badruzzaman, (Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 2001). al-Qardhawy, As-Sunnah Sebagai Sumber Ilptek Dan Peradaban, terj. Setiawan Budi Utomo, (Pustaka Al-Kautsar, Jakarta 1998). Qardhawy, Bagaimana Memahami Hadis Nabi, terj. Muhammad al-Baqir, (Semarang, 1993)
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar