Skip to main content

Biografi Ahmad Hassan

Oleh: Mushlihin, S.Pd.I, M.Pd.IPada: December 06, 2012

Ahmad Hasan dilahirkan di Singapura pada 1887 dari keluarga campuran, ayah berasal dari India dan ibu Indonesia. Ayahnya, Ahmad, adalah seorang penulis, ahli kesusastraan Tamil, dan juga ahli tentang Islam. Dalam bidangnya, ayahnya dapat dipandang relatif produktif.
Selain pernah menjadi redaktur Nur-al-Islam, majalah agama dan sastra Tamil, ayahnya telah menulis sejumlah buku dalam bahasa Tamil, dan berhasil menerjemahkan beberapa buah buku dari bahasa Arab. Adapun ibunya berasal dari keluarga yang sederhana di Surabaya, namun terkenal sangat taat beragama.
Dalam bidang pendidikan formal, Ahmad Hasan tidak sempat menamatkan sekolahnya untuk tingkat dasar sekalipun. Pada usia yang terlalu dini, Hassan telah mulai aktif bekerja. Sungguhpun demikian, untuk tetap menjaga kelangsungan belajarnya, ia mengambil pelajaran privat, terutama dalam pelajaran agama dan bahasa Arab. Langkah ini diambilnya, agar kelak ia dapat memperluas pengetahuan agamanya dengan cara self-study.
Sejak usianya yang ke-23, 1910 sampai dengan 1921, berbagai jenis pekerjaan telah dicobanya, mulai dari seorang guru, pedagang tekstil, juru tulis di kantor urusan haji, sampai anggota redaksi majalah Utusan Melayu. Dari berbagai jenis pekerjaan yang sempat dilakukannya itu, agaknya, berwiraswasta dalam bidang pertekstilan lebih menarik bagi Ahmad Hasan.
Hal ini terbukti, ketika pada 1921 Ahmad Hasan pindah ke Surabaya dengan maksud mengambil alih pimpinan sebuah toko tekstil milik pamannya, Haji Abdul Latif. Masa itu di Surabaya sedang berkembang pertentangan paham antara kelompok yang lebih bersemangat modernis dengan kelompok yang cenderung tradisionalis, khususnya dalam persoalan-persoalan fikih. Haji Abdul Latif sendiri, pamannya, termasuk kelompok tradisionalis.
Oleh karenanya, dapat dipahami mengapa pamannya tidak menyukai pikiran-pikiran yang berorientasi Wahabiyah. Bahkan, pamannya cenderung menghalangi Hassan untuk banyak berhubungan dengan mereka, baik yang bersemangat pikiran modernis maupun yang cenderung kepada pikiran-pikiran Wahabiyah. Hassan tidak begitu saja dapat menerima pandangan pamannya. Sesungguhnya pertentangan paham antara kalangan yang kuat memegang tradisi dengan kelompok yang bersemangat modernis telah mulai dikenalnya sejak ia masih di Singapura.
Akhirnya Ahmad Hasan memutuskan untuk tinggal di Bandung, di samping untuk mengembangkan usahanya di bidang pertekstilan, juga sekaligus untuk mengembangkan pikiran-pikiran keagamaannya yang memang cenderung bersemangat modernis.
Usaha yang sudah dirintisnya sejak ia di Singapura mengalami kebangkrutan. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk meninggalkan bidang usahanya, dan seluruh waktu yang dimilikinya dicurahkan untuk, mengembangkan pemahaman dan pemikiran keagamaan organisasi Persis. Karena seluruh waktunya, dapat dikatakan, tercurahkan untuk urusan Persis yang berkembang di Bandung ini, akhirnya Hassan terkenal dengan sebutan "Ahmad Hassan Bandung".
Bagi peminat soal-soal agama di Indonesia, nama A. Hassan bukan merupakan sesuatu yang asing. Karya-karyanya telah tersebar luas di Indonesia khususnya dan di Asia Tenggara umumnya. Di samping itu, sejumlah artikel telah muncul di pelbagai media, dan bahkan di awal tahun 1980-an telah terbit paling tidak tiga buah buku khusus tentang A. Hassan, Hassan Bandung: Pemikir Islam Radikal (1980) oleh Syafiq Mughni, Riwayat Hidup A. Hassan (1980) oleh Tamar Djaja, dan A. Hassan: Wajah dan Wijhah Seorang Mujtahid (1985) oleh Endang Saifuddin Anshari dan Syafiq Mughni.
Pergeseran dan tarik-menarik antara berbagai kekuatan yang dialami telah membentuk Ahmad Hasan sebagai seorang mushlih. Dalam riwayat hidupnya yang panjang itu ada beberapa momentum yang diduga sangat penting dalam menentukan arah hidupnya. Di tengah-tengah masuknya arus pemikiran ishlah ke Asia Tenggara di awal abad ke-20, A. Hassan ketika masih muda telah menyaksikan polemik di Singapura tentang mencium tangan seorang sayyid (orang yang mengaku keturunan Nabi), suatu polemik yang menggugat hak-hak tertentu bagi suatu kelas yang menuntut perlakuan istimewa dari masyarakat umumnya. Tahun 1921 ia pindah ke Surabaya untuk berdagang, dan di kota itu ia bertemu dengan Wahhab Hasbullah (w.1971), salah seorang pendiri NU yang mempertahankan ushalli. Pertemuan itu kemudian mengubah Hassan ke suatu kesimpulan bahwa mengucapkan ushalli tidak punya dasar yang kuat.
Berawal dari itu, pendiriannya lahir menentang setiap bid'ah. Pertemuannya dengan Faqih Hasyim, seorang yang telah dipengaruhi oleh pemikiran ishlah, juga memperkuat arah pemikirannya. Setelah itu, ia pindah ke Bandung pada tahun 1923 untuk belajar pertenunan, tetapi titik yang menentukan arah hidupnya telah terjadi ketika berkenalan dengan Muhammad Yunus, salah seorang pendiri Persatuan Islam, yang memperkenalkan organisasi tersebut.
Adapun beberapa karya tulis Ahmad Hassan di antaranya: Soal Jawab Berbagai Masalah Agama, Pelajaran Sembahyang, Pintu Ijtihad Masih Terbuka, dan beberapa karya lain.
Referensi Makalah®
Kepustakaan:
Tim Penyusun IAIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 1994). Syafiq A. Mughni, Nilai-nilai Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001). Ahmad Hassan, Soal Jawab Tentang Berbagai Masalah Agama, (Bandung: CV Diponegoro, 2003).
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik referensi halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar